"Dia yang benci pengkhianat, dan dia yang benci dikhianati. Dia yang benci manusia naif, dan dia yang benci orang munafik."***
Benar saja, gerbang Antariksa sudah tertutup sepenuhnya. Za nampak dengan santai berjalan menuju gerbang tersebut. Seperti biasa, ia akan meninggalkan mobilnya. Tapi kali ini, ia meninggalkan mobilnya ditempat yang berbeda.
Za berdiri menelisik pos satpam yang nampak kosong, sedangkan anak OSIS yang biasanya bertugas mungkin sudah masuk kelas.
Tetap berdiri disana sampai satpam atau guru piket datang bukan pilihan baik bukan? Za tidak sering terlambat, jadi ia tak tahu jalan tempat murid-murid membolos ataupun bagi mereka yang datang terlambat.
"Bangsat." desis seseorang dibelakang Za.
Za tak ingin repot untuk melihat siapa orang tersebut, dari suaranya yang deepvoiche sudah jelas bahwa dia adalah seorang laki-laki.
"Lo mau berdiri disana sampai kapan?"Za tahu betul, pertanyaan itu dilontarkan untuknya. Tapi ia tidak berniat untuk membalas sama sekali.
"Lo mau ikut gak?" Za mengabaikan ajakan Derren.
Derren yang tak mendapat jawaban memilih meninggalkan Za, karena ia tahu Za tak mudah untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenalnya.
Za bersandar pada tembok gerbang Antariksa. Menunggu dibawah mentari yang mulai naik keawang-awang dan memancarkan sinar yang mulai terasa menyengat kulit.
"Loh, nak Za kenapa gak manggil bapak?" tanya satpam yang nampaknya sudah kembali keposnya. Satpam tersebut langsung membukakan gerbang untuk Za.
"Gak papa, saya telat. Terimakasih." Za berterimakasih dengan tulus, walaupun nadanya masih saja datar, tapi satpam tersebut tidak masalah karena sudah mengenali karakter Za yang sudah menjadi rahasia umum Antariksa.
"Laporan dulu nak Za." satpam tersebut mengingatkan Za untuk melapor terlebih dahulu oada guru piket. Za hanya menganggukkan kepalanya, kemudian pergi dari sana.
Entah kebetulan, kesialan atau kesengajaan. Guru yang bertugas piket hari ini adalah Pak Budi, guru pembimbing olimpiade IPS.
"Saya telat pak." hanya itu kata yang Za ucapkan.
"Lalu?"
"Surat keterangan telat saya."
"Selesaikan dulu hukuman kamu, baru surat keterangan kamu dapat."
"Apa hukumannya?" tanya Za tanpa minat.
Za tahu, guru didepannya ini selalu berbeda jika memberi hukuman. Walaupun ini pertama kali ia telat dan bertemu Pak Budi sebagai guru piket, kabar burung yang beredar di Antariksa tentu saja sampai ke pendengaran nya.
"Keruang olimpiade sekarang, dan jemput adik bimbingan kamu."
"Saya gak mau."
"Atau kamu mau saya jemur dilapangan sampai pulang?" tawar Pak Budi.
"Gak masalah."
"Sayangnya itu tidak akan saya wujudkan. Kemarin kamu tidak memenuhi panggilan, sekarang kamu telat. Dan saya minta kamu lakuin tugas mudah aja kamu enggak mau?"
"Itu hak saya. Saya juga memberikan penawaran kepada murid bapak, terserah mereka. Jika ingin kembali atau mencari pembimbing baru."
"Mereka tanggung jawab kamu Za."
"Bukan. Jika mereka memang butuh saya, mereka yang akan datang sendiri tanpa perlu saya hampiri." Za langsung menuju lapangan untuk menjalankan hukumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Ficção AdolescenteIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...