𖧷 🦉 ゙𝟎𝟒. 𝐇𝐀𝐈𝐊𝐀𝐋᠉ 𖧧

51 11 2
                                    

Rumah ini tak pernah sepi. Pagi, siang, sore, bahkan hingga larut malam, suara berisik dari ketiga anak itu terus terdengar. Seperti saat ini, ketiganya tengah berkumpul diruang tengah sambil berebut kripik pisang yang Mama bawa dari tetangga sebelah.

"Makan kripik tuh enaknya sambil ngeteh," ujar Jeff, mengisyaratkan Prima untuk membuatkannya secangkir teh pahit, sebab gula di dapur sudah habis.

"Nitip ambilin susu pisang di kulkas ya kak"

Prima menghembuskan nafas kesal. Baru saja ia ingin menyantap satu keping keripik, sudah datang gangguan dari dua makhluk ini.

"Ogah," jawabnya singkat.

"Cium Sat!"

Mendengar instruksi dari Jeff, Satria sudah bersiap memanyunkan bibirnya. Berjalan mendekati Prima dengan wajah tengilnya. Merasa tertekan, akhirnya Prima melemparkan boneka babinya tepat diwajah Satria.

"Iya iya," ujarnya pasrah, lalu berjalan ke dapur.

Ada Mama disana, tengah sibuk membenarkan kaca mata tebal dan buku keuangan dihadapannya.

"Rugi banyak kita neng"

Prima yang tengah meraih cangkir seketika menoleh mendengar keluhan Mama. Lalu berjalan mendekat, dan duduk disampingnya.

"Gimana Ma?"

Mama Laras menunjukkan catatannya, membiarkan Prima membaca hasil pemasukan dan pengeluaran cafe bulan ini.

"Cafe sebelah punya menu yang lebih unggul, fasilitasnya juga bagus-bagus. Banyak pelanggan kita yang pindah haluan kesana," jelas sang mama.

Prima diam sejenak, memikirkan solusi yang tepat. Kalaupun mereka meningkatkan fasilitas dan menu cafe, kemungkinan terbesar adalah akan lebih rugi. Sebab kondisi keuangan mereka tak mampu menyaingi cafe sebelah.

"Pindah aja gimana?"

Mama melotot. Bagaimana bisa mereka memindahkan cafe yang sudah hampir 17 tahun berdiri disana? Tak rela rasanya jika harus meninggalkan setiap kenangan dari cafe itu.

"Nggak."

"Terus mama maunya gimana?"

Wanita tua itu hanya diam. Entahlah, ia masih sangat bingung.

"Yaudah, apapun keputusan mama, Prima nurut aja. Prima, Kak Jeff, sama Satria pasti bantu," ucap Prima tulus sambil mengelus pundak mama.

"Prima juga masih punya cukup tabungan, kalo kita semua patungan, pasti bakal cukup," lanjutnya.

"Makasih ya neng"

Mama memeluk Prima. Bersyukur rasanya, dikaruniai anak sebaik mereka.

"Papa kapan pulang?"

Mama terdiam, menatap lekat-lekat kedua manik mata putrinya. Mata cantik yang mungkin sangat ingin melihat sosok Papa.

"Papa pasti pulang, dia kan udah janji," ujarnya dengan tegas.

Prima kembali memeluk mamanya. Sudah sekitar 10 bulan ini papanya pergi tanpa kabar. Terakhir kali ia dengar, Aceh sedang dilanda tsunami, hingga merenggut jutaan nyawa. Namun, berita tentang papanya belum juga muncul hingga saat ini. Prima percaya, papanya masih hidup. Sangat percaya.

Tiba-tiba suara teriakan Satria terdengar hingga dapur.

"KAAAK!"

"HAAA?"

"SAM SIAPAAA?"

Prima melotot kaget. Bagaimana bisa Satria membicarakan Sam?

Ia pun segera berlari menuju ruang tengah. Ternyata ponselnya sudah berada di tangan Jeff.

Samudra | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang