Sesampainya dirumah, Prima langsung dikejutkan oleh mama yang heboh wira-wiri sejak tadi. Bingung atas apa yang sedang terjadi, akhirnya Prima memberanikan diri untuk bertanya.
"Ada apa ma?" tanyanya.
"Ck, handuk mana?"
Prima mengernyit bingung, untuk apa mama mencari handuk, sedang dikepalanya sudah terlilit handuk.
"Di kamar mandi kali," jawab Prima.
"Bukan handuk mandi Primaaa, handuk kompres."
"Oh, nggak tau"
"Apa-apa kok nggak tau," ujar mama yang membuat Prima kesal sendiri.
"Ya emang nggak tau," jawab gadis itu, lalu pergi ke kamarnya.
Sebelum masuk ke kamarnya sendiri, Prima lebih dulu mengintip kamar Satria. Ternyata anak itu tengah menggigil, sepertinya ia demam.
Tiba-tiba mama datang dan mendorong Prima hingga masuk ke kamar Satria. Kali ini mama sudah bersama handuk dan air panasnya.
"Kamu beliin Satria obat ke apotek neng," ujarnya sambil mengeluarkan selembar uang dari sakunya.
"Obat apa?" tanya Prima.
"Ya obat demam!" jawab mama semakin kesal.
"Maksudku mereknya apa?"
"Paranormal"
"..."
••🦋••
S
esampainya di apotek, ia langsung memesan obat tersebut. Namun perhatiannya berpindah ke seseorang yang tengah berdiri tak jauh dari posisinya saat ini.
Ia melihat seorang lelaki berhoodie hitam, masker hitam, topi hitam, celana hitam, hingga sepatu hitam. Outfit serba hitamnya itu membuat dia terlihat seperti buronan.
Prima sepertinya tak asing dengan orang itu. Posturnya ketika berdiri, caranya bermain ponsel, dan...
Tinny hand!
Lelaki itu segera membayar dan pergi meninggalkan apotek.
Cepat-cepat Prima meminta obatnya. Namun sial, ia lupa merek.
"Obat deman mbak, cepet"
"Paracetamol?"
"Iya itu lah pokoknya, cepet," ucapnya terburu-buru. Prima tak ingin kehilangan jejak lelaki tadi.
"Mau yang-"
"Sama aja, nih. Kembaliannya ambil aja ya mbak"
Prima segera berlari meninggalkan apotek. Sepertinya ia tadi melihat lelaki itu berjalan kearah utara.
"Ish mana sih? Udah ngilang aja," keluhnya.
Namun tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah halte. Ya, disana.
Ia pun mulai menambah kecepatan larinya, hingga tanpa sadar kakinya menghantam sebuah batu yang cukup besar.
Prima terjatuh, kakinya terluka.
"Aish kampret! Itu bentar lagi- lah? lah?"
Prima melihat lelaki tadi sudah menaiki bus nya. Tak ada harapan lagi untuk Prima bisa melihat siapa lelaki itu.
Tiba-tiba seseorang membantunya berdiri. Lalu menuntun Prima untuk duduk di halte.
"Kak Reno ngapain disini?" tanya Prima.
"Lo yang ngapain lari-larian sampe jatoh begini? Ngejar mimpi?"
Tak menjawab pertanyaan Reno, gadis itu masih merenung, memikirkan apa yang ia kejar tadi.
"Kaki lo sakit?" tanya Reno. Ia lihat tadi Prima seperti kesusahan untuk berjalan.
"Nggak terlalu"
"Ntar gue anter pulang aja"
Prima hanya mengangguk, lalu menoleh dan menatap Reno.
"Kak"
"Hm?"
"Gue tadi liat Felix"
••🦋••
Didalam mobil, Prima tak henti-hentinya membicarakan Felix. Ia yakin, apa yang dilihatnya itu memang benar-benar Felix.
"Prim?"
Ditengah ceritanya, Prima menoleh.
"Lo nggak capek?"
Pertanyaan itu membuat Prima menunduk dalam-dalam. Jujur, ia lelah jika terus dikejar oleh masa lalu. Tapi lagi-lagi ia rindu lelaki itu.
"Felix udah di Australia, Prim. Dia nggak bakal balik lagi"
Prima memberanikan diri untuk menatap Reno, walaupun kini matanya sudah mulai berair karena menahan sesak.
"Tapi kemanapun seseorang pergi, tujuan akhirnya pasti pulang!"
Reno menghentikan mobilnya, lalu mengelus kepala Prima yang saat ini sudah menangis tersedu-sedu.
"Maaf"
Akhirnya, malam itu Prima habiskan untuk menangisi kenangan dan kerinduan.
Entah sekarang bagaimana kondisi Satria yang menunggu obatnya datang. Kalaupun sekarat, itu juga bukan urusan Prima.
- tbc
Andrean Felix Dirgantara (Felix)
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra | Hwang Hyunjin
Novela JuvenilSecarik kisah tentang mereka yang jatuh cinta, dan jatuh ke tangan Sang Pencipta. Samudra by Aerglovic. Start : 17.04.22 End : 03.09.22