Ini hari terakhir Ara di Bandung. Tepat 8 hari, lebih sehari dari perkiraannya dan janjinya pada Chika. Ternyata urusan akreditasi rumah sakit sangat menguras tenaga dan fikiran. Semua staff manajemen bekerja keras untuk ini. Berkas dan perizinan yang harus di persiapkan dengan singkat. Dan segala macam per berkasan Semua sudah di ajukan tinggal menunggu approve dari pemerintah apakah rumah sakitnya sudah memenuhi standar atau belum untuk mencapai akreditasi yang lebih tinggi.
Ara sedang bersantai di rumahnya yang di Bandung menikmati udara sejuk Bandung dan jauh dari hiruk pikuk dunia. Hanya terdengar suara burung atau desiran angin yang menerpa dedaunan. Tentunya dengan secangkir kopi latte kesukaannya dan Renata di sebelahnya.
Ara mengeratkan rengkuhannya sendiri Ketika angin menerpa tubuhnya dan mengibaskan rambut hitamnya yang tipis. Memakai Hoodie tebal dan meminum kopi panas tetap saja membuat badannya menggigil. Dingin dari sisa hujan semalam masih sangat terasa pada tubuh kurus Ara.
"Bini Lo nanyain Mulu nih. Cape gue jawabnya." Ucap Renata kesal sambil melihat ke arah handphone nya. Ara mengikuti arah pandang Renata melihat handphone nya dan kemudian hanya terkekeh.
"Biarin aja, ntar gua yang urus. Hape gua masih di cas." Ujar Ara santai. Ia kembali menghadap depan melanjutkan lamunan dari pikiran-pikiran semrawutnya.
"Emang kenapa sih?." Jujur saja, Chika sangat bawel menanyai Ara terus pada Renata jika Ara susah di hubungi. Pasalnya bukan hanya hari ini saja. Sudah cukup sering Chika membaweli Renata karena ara. Tidak masalah bagi Renata, toh Pratama dan bian juga sering begitu. Tapi untuk Chika, ia amat sangat bawel dan mengganggu.
"Dia ngambek gua telat sehari buat pulang. Gua janji cuma Seminggu di Bandung."
Renata menaikan sebelah alisnya menghadap Ara. "Lah terus ke Jogja?."
"Iya, dia tambah ngambek pas tau gua harus langsung ke Jogja tanpa pulang ke Jakarta dulu." Ucap Ara tertawa pelan mengingat bagaimana tadi malam dia harus mati-matian menjelaskan kepada Chika tentang pekerjaan nya yang tidak bisa di tinggal.
"Aku gak sabar deh ketemu kamu besok. Pengen peluk kamu lamaaaaa banget."
"Pengen cium kamu, pengen unyel-unyel pipi kamu. Gemes banget. Kangen ih."
"Ehmm....Chik sorry, aku besok gak jadi pulang." Ucap Ara pelan sambil menggigit bibir bawahnya risau.
"Ih kenapa?. Kamu udah janji loh Ra mau pulang besok. Bahkan harusnya hari ini kamu pulang tapi kamu malah ingkar. Aku udah coba maafin kamu loh tapi kamu bohongin aku lagi." cecar Chika tanpa jeda.
"Iya sayang, kalau di Bandung udah selesai. Tapi besok aku harus ke Jogja. Urus kerjaan yang disana."
"Maaf ya, aku janji kerjaan di Jogja langsung aku kelarin secepatnya biar bisa langsung pulang ke Jakarta ketemu kamu. Maaf ya sayang."
"Terserah, gausah pulang sekalian. urus aja sana kerjaan kamu sampe mati."
Setelah mengatakan itu Chika langsung mamatikan sambungan telpon dan me nonaktif kan telponnya sehingga Ara sulit untuk menghubungi Chika.
Renata di buat tertawa terpingkal karena cerita Ara yang menceritakan kejadian semalam. Bagi siapapun yang mendengarnya Chika sangat kekanakan, egois dan emosional. Padahal sejauh Renata kenal selama ia tinggal di jakarta Chika adalah sosok yang dewasa, ramah, anggun dan lemah lembut. Tapi kenapa ketika bersama Ara menjadi 180 derajat berbanding terbalik. Memang ya, hanya kepada orang yang paling dekat kita akan mengeluarkan sifat asli kita. Dan beruntungnya ia menerima kita apa adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEARA (END)
Teen FictionSenang bisa mengenalmu, mencintaimu dan dicintai olehmu. Perasaan itu sangat hebat. Terimakasih banyak. "Cara bodoh mana yang memperjuangkan dengan cara pergi?." "Aku bisa apa Chika."