Setahun sudah berlalu, tidak terasa cepat sekali waktu terlewat. Ara sudah dengan baik menyelesaikan pendidikan profesinya. Minggu depan tinggal menunggu sumpah profesi dan dia akan pulang. Sudah satu jam Ara betah duduk di taman belakang rumahnya, ditemani kopi latte kesukaannya dan tentu MacBook canggihnya yang selalu dia bawa untuk memantau pekerjaannya dan menulis buku-buku nya.
Sudah sejak tadi Ara mencoba fokus, tapi gagal. Fikiran dan hatinya berkecamuk. Dia sendirian disini meratapi kesedihan dan kesepian dan meratapi kegagalan cintanya. Sedang di Jakarta, keluarga nya berkumpul gembira sedang mengadakan pesta meriah tanpa kehadirannya. Hari ini tepat hari pernikahan Chika dan bian. Hari dimana menjadi hari patah hati Ara. Hatinya patah sepatah-patahnya, dan remuk seremuk-remuknya.
Ara memang berniat untuk tidak datang dengan dalih ujian profesinya. Padahal ujiannya sudah selesai 2 Minggu yang lalu. Sedikit berbohong pada bian yang merengek minta Ara pulang dan menghadiri acara sakralnya itu. Tapi Ara ya tetap Ara. Tidak menghadirinya saja sudah membuat Ara menangis tersedu-sedu sejak pagi. Apalagi jika dia berada disana. Bisa pingsan ia melihat wanitanya bersanding dengan laki-laki lain tepat di hadapannya.
Fokus yang sedang mati-matian Ara bangun kembali buyar karna ada panggilan Video masuk. Langsung saja ara memakai topi dan maskernya. Bian sudah berjanji akan menelpon video Ara selesai acara dan mengenalkan istri nya secara virtual. Dan yah, yang menelpon adalah bian. Ara memakai masker dan topi agar Chika tidak mengenali wajahnya.
Ara pov....
"Deaaaaaaa,,,,gilaa. Lo pasti nyesel gabisa hadir di acara gue. Meriah banget anjir. Akhirnya ya de hari ini tiba juga. Seneng banget gue de." aku hanya tersenyum kecut dibalik maskerku.
"Sayang sini, kenalan sama Dea, adek laknat aku." kulihat bian melambaikan tangannya pada wanita yang dipanggil sayang, kupastikan dia adalah Chika. Wanitaku.
Chika muncul di layar telpon. Benar, dia wanitaku. Dia Chika ku. Terlihat raut wajah yang bahagia disana. Dengan senyum merekah yang selalu ku rindukan. Mereka sudah berganti pakaian dengan pakaian tidur. Karena memang sudah pukul 11 malam.
"Hai dea,,,salam kenal aku Chika." sapanya tersenyum di sebrang telpon sana.
Ah, aku rindu sekali senyuman itu tuhan.
"Hai juga, salam kenal ka Chika." jawabku ramah. Seketika kulihat dia melunturkan senyumnya. Aku tidak tahu apa arti dari raut wajahnya yang tiba-tiba berubah itu. Apa hanya perasaanku saja. Atau dia mengenali suara ku?. Padahal aku sudah berusaha mengeluarkan Suara yang di berat-berat kan agar dia tidak mengenaliku.
"Lo lagi diluar de?. Pake masker sama topi. Ini udah malem loh. Ngapain cewek malem-malem masih di luar?." Aku terkekeh. Tentunya aku tidak sedang diluar. Layarnya ku dekatkan sengaja agar hanya terlihat wajahku saja yang terhalang masker. Pemandangan belakang tidak aku perlihatkan agar bian tidak curiga. Ngapain di rumah pakai masker dan topi begitu kiranya. Karna sudah beberapa kali bian mengunjungi rumah ku yang di Jogja pasti bian hafal dengan sudut rumahku.
"Lagi cari angin bentar bang, Jogja aman ko. Gausah khawatir." Ku lihat Chika mengerutkan dahinya. Seperti sedang menerka-nerka sesuatu.
"Aku turut berbahagia ya bang bian. Selamat atas pernikahan nya dan ka chika. Maaf banget gabisa hadir. Kerjaan sama kuliah disini bener-bener gabisa ditinggal bang." kulihat bian melepas nafasnya kasar.
"Iya deh tau yang sibuk. Cepet pulang ya de. Gua kangen banget sama Lo."
"Iya iya, setelah kuliah gue selesai gua pulang deh. Janji kali ini gaboong. Yaudah gua tutup ya bang. Gua gak mau ganggu acara mantap-mantap Lo malam ini." ucapku sambil tertawa. Mataku melirik ke arah Chika. Dia hanya diam dengan terus memperhatikanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEARA (END)
Teen FictionSenang bisa mengenalmu, mencintaimu dan dicintai olehmu. Perasaan itu sangat hebat. Terimakasih banyak. "Cara bodoh mana yang memperjuangkan dengan cara pergi?." "Aku bisa apa Chika."