Dinginnya malam menusuk tubuh ringkih seorang yang sedang menyesap kuat rokoknya. Dia duduk di teras belakang rumahnya. Memperlihatkan danau kecil yang masih sedikit terlihat karena terang bulan. Tubuhnya semakin kurus seperti tak terurus. Matanya cekung sedikit menghitam karena hampir setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak. Rambut yang sedikit kusut karena jarang di sisir, bibir yang menghitam dan kering karena setiap hari merokok, kulitnya putih Pucat. Persis seperti orang gila tapi dalam keadaan bersih dan masih sadar.
tatapannya kosong kedepan, sedikit menengadah menatap langit polos yang hanya terlihat bulan tanpa adanya bintang. Awan hitam masih menutupi indahnya cahaya bintang karena masih ada sisa rintik hujan setelah tadi sore hujan sangat deras mengguyur Bandung. pandangannya beralih pada danau yang semakin tak terlihat karena tak ada sama sekali penerangan di sekitarnya. Ara menerawang membayangkan dulu di pinggir danau itu ia dan Chika tertawa bahagia bersama dan merencanakan semua mimpi-mimpi mereka. Ia terkekeh bodoh.
Ara memegang Kepalanya yang mendadak pening tanda menolak bayangan itu. Ia memejamkan matanya kuat untuk menetralisir rasa sakitnya. Di pijatnya sedikit di bagian atas ujung hidung sampai sakitnya terasa membaik.
Huuuhhhh.....
Ara menghembuskan nafasnya kuat. Ia lempar Putung rokok yang sudah habis setelah ia isap terkahir kali. Kembali ia tatap kosong danau di depannya.
Ara memalingkan wajahnya untuk melihat ketika ada notifikasi masuk dari handphone nya yang tergeletak di atas meja, di samping cangkir latte nya. Ara menatap sejenak layar handphone sebelum membuka isi pesan dari papahnya. Tumben sekali papah nya mengiriminya pesan di jam 11 malam. Ara mengangkat bahunya acuh dan kemudian membaca pesan tersebut.
Papah
"Nak, bisa ke RS ini sekarang juga?. Chika mau melahirkan. Dia sangat membutuhkan kamu. Papah tolong untuk kali ini aja ya nak. Temui Chika sayang. Papah tunggu."Ara mengerutkan dahinya membaca pesan itu. Lucu sekali pikirnya. Suaminya itu bian, Kenapa Ara yang dibutuhkan ketika Chika ingin melahirkan. Bahkan itu bukan anaknya untuk apa ia datang. Aneh sekali.
Ara meletakkan kembali hp nya. Tidak berniat untuk membalas apalagi pergi menemui Chika. Pantang untuk Ara mengingkari janji nya apalagi janji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah menemui Chika lagi.
Walaupun tak munafik ada sedikit kekhawatiran dan rindu yang ia simpan dalam-dalam untuk Chika. Sering Ara bermimpi tentang Chika yang membuat Ara harus terbangun tengah malam dan menangis setelahnya.
Ia khawatir, sering Ara meninggalkannya tapi tidak pernah sesering ini ia memimpikan Chika. Pasalnya bukan mimpi indah yang ia dapatkan, tapi selalu mimpi buruk yang datang. Ara selalu menampik hal buruk itu terjadi, di dalam lubuk hatinya ia selalu mendoakan agar Chika baik-baik saja.
Nomornya pun hanya Pratama yang tahu. Itupun karena Pratama memaksa bertemu Ara bulan lalu. Ara benar-benar menutup akses untuk siapapun bertemu atau menghubunginya. Kecuali Renata yang sebulan sekali atau sebulan dua Kali datang menjenguk atau sekedar untuk meletakan stok makanan atau kebutuhan Ara yang lain.
Ara mendengar ada notifikasi masuk lagi. Papah nya mengirimkan video. Ara membulatkan matanya. Di video tersebut terpampang wajah Chika yang sedang merasa kesakitan di atas bangsal. Tubuhnya tak kalah kurus dari Ara padahal dia sedang hamil besar.
Di video tersebut Chika terus saja menangis meneriakkan nama Ara. Ada 2 suster yang sedang memegangi kedua tangan Chika di kiri dan kanannya. Entah apa maksudnya tapi itu sungguh membuat hati Ara sakit. Ara menimang, hatinya gusar, kakinya bergetar, ia menggigit kukunya kuat. Setelah berfikir beberapa menit Dengan cepat Ara menyambar kunci mobilnya dan bergegas pergi ke Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEARA (END)
Teen FictionSenang bisa mengenalmu, mencintaimu dan dicintai olehmu. Perasaan itu sangat hebat. Terimakasih banyak. "Cara bodoh mana yang memperjuangkan dengan cara pergi?." "Aku bisa apa Chika."