12

2.5K 270 16
                                    

Ara merasa tidurnya terganggu karna samar mendengar Isak tangis seseorang di sebelahnya. Dengan posisi tidur yang tengkurap Ara mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menormalkan penglihatan dan pendengarannya. Seketika Ara terduduk kaget karena melihat Chika yang menangis tersedu-sedu di sebelahnya.

"Astaga Chika kamu kenapa?." Ucap Ara panik. Sedangkan Chika tidak menjawab dan masih menangis.
Membuat Ara semakin panik.

"Chika, ada apa sayang?. bilang sama aku kamu kenapa. Siapa yang nyakitin kamu, biar aku pelintir ginjalnya nanti." Chika mendongak menatap Ara, matanya benar-benar merah karna menangis.

"Beneran?." Tanya Chika

"Huum, biar sekalian aku colok matanya." Chika mengelap ingus nya lalu menyodorkan buku novel di tangannya kepada Ara.

Ara mengerutkan dahinya bingung melihat buku tersebut, kemudian beralih menatap Chika.

"Aku nangis karna sedih baca novel ini, ceritanya sad ending." ucap nya masih sedikit terisak. "Tega banget yang nulisnya, aku mau kamu kasih  dia hukuman karna nulis cerita sedih kaya gini."

Ara tertegun menatap tidak percaya pada Chika. Ara menelan ludahnya kasar.

Kalian tahu? Buku yang Chika baca adalah bukunya. Bagaimana mungkin Ara pelintir ginjalnya dan mencolok matanya sendiri.

"Ara ihh,, nyebelin banget malah di tinggal." kesal Chika yang melihat Ara menuju ke kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Padahal Chika sangat berharap Ara akan menghukum si penulis itu.

Chika hari ini benar-benar hanya menemani Ara seharian. Setelah sarapan tadi pagi Ara langsung tidur kembali. Karna Chika tidak mengantuk dan bosan akhirnya dia memilih membaca buku Yang ada di rak buku Ara. Chika melihat buku yang sama seperti yang di beli olehnya kemarin. Karna ingat baru setengah buku ia baca akhirnya Chika mengambil buku tersebut dan membacanya. Sampai terjadilah adegan drama menangisi buku tadi.

Sampai sore hari, Chika masih betah bersama Ara. Chika sedang menemani Ara di gazebo halaman belakanganya. Sepertinya Chika baru sadar kalau tempat ini adalah tempat favorit Ara jika sedang bekerja di rumah atau hanya sedang bersantai dengan di temani latte nya.

Ara sibuk dengan MacBook nya sesekali melirik Chika yang sedang membaca buku keduanya. Masih ingat kan janji Ara untuk meminjamkan buku keduanya jika Chika sudah selesai membaca buku pertamanya. Kalau masih ingat, bagus.

Bukan apa-apa, si penulis buku ini alias ara justru lebih paham bahwa plot twist di buku keduanya ini lebih kompleks dan menyakitkan. Bisa di lihat dari ekspresi Chika yang sedikit-sedikit mengerutkan keningnya dan mengerucutkan bibirnya.

Jika buku pertamanya menceritakan tentang perjalanan cinta mereka ketika masih bersama saat kuliah S1 dulu. Dengan ending si kekasih pergi tanpa mengatakan apapun karna terhalang restu. Maka buku keduanya menceritakan tentang keras nya hidup  ketika harus berpisah dengan kekasihnya dan kembali hidup sebatang kara. Ya kurang lebih begitu intinya.

Ara menutup MacBook nya. Ara tidak mau melihat Chika menangis tersedu-sedu untuk yang kedua kalinya. Ya setidaknya jangan di depan Ara. Itu benar-benar membuat Ara jengah menatap wanita dewasa di depannya ini. Jadi Ara memilih untuk mengajak Chika mengobrol saja.

"Chika." panggil Ara yang hanya mendapat deheman dari Chika sebagai jawaban.

"Chik." panggilnya lagi.

"Chika, Chika, Chika, di dinding." Ara terkekeh geli sendiri mendengar ucapannya. 

"Apaaa, aku lagi baca Ara." jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya pada buku tersebut. Ara langsung saja merebut buku itu dari tangan Chika. Membuat Chika kesal dan memukul-mukul Ara. Sedangkan Ara hanya tertawa karena sudah berhasil menjahili Chika.

DEARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang