Setelah puas keliling komplek. Aku mampir sebentar untuk sarapan di warung nasi uduk langganan ku dan bang bian ketika dulu. Langganan semua orang pecinta uduk mungkin ya. Karena memang nasi uduk disini terkenal enak. Tempatnya ada di ujung komplek mungkin 5 menit dari rumahku jika berjalan kaki.
__Dan benar saja disana sudah ada bian dan chika sedang duduk bersebelahan. Mereka terlihat sedang berbincang sambil tertawa. Ku coba untuk bersikap setenang mungkin. Walaupun debar jantungku sedikit bergemuruh.
"Woy de, sini. Lama bat dah Lo. Kita nunggu sampe jamuran ini." teriak bang bian sambil melambaikan tangannya padaku. Aku hanya menatap malas padanya.
Selain karena kesal bian tidak bisa santai jika memanggil namaku atau karena tidak rela melihat mereka berdua tertawa bersama. Entahlah. Intinya perasaanku sedang tidak baik pagi ini.
Aku menghampiri mereka dan duduk di hadapan Chika dan bian.
"Biasa lah bang, melepas kangen keliling komplek. Lagian siapa suruh nungguin gue coba."
"Gatau tuh, Chika yang minta nungguin lo, padahal gua udah laper dari tadi. Kurang baik apa bini gue coba." aku sedikit tekesiap menatap Chika. Benarkah?. Perasaanku sedikit membaik mendengar Chika menungguku. Ingat ya, sedikit.
"Gpp, biar bisa ngobrol sambil sarapan bareng. Itung-itung pendekatan sama adik ipar. Iya kan bi?." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dariku.
Oh, hanya sebagai adik ipar ternyata__
Apa-apaan Chika. Bertanya pada bian tapi matanya malah menatapku. Iya aku tahu, aku adik ipar mu.
"Iya bener juga, kita kan baru kali ini ketemu bertiga." ucap bian.
Aku hanya tersenyum kecut. Iya aku sekarang hanya sebagai adik ipar nya, tidak lebih. Kenapa sakit sekali ya tuhan menerima kenyataan seperti ini. __sudahlah. Aku cukup sadar diri kali ini. Aku tidak ingin menanggapi , hanya fokus pada sarapan ku yang sudah tersaji.
"De, jadi gimana. Katanya Lo mau lamar cewek lu kalau lu udah pulang. Jadi kapan kita kesana?." Tanya bian padaku.
Haruskah bian membicarakannya sekarang. Harus banget nih di depan Chika. Dasar Abang kurang ajar tidak tahu waktu.
"Hah?.Lamar?. Maksudnya gimana?." Tanya Chika kaget bercampur heran melihat ke arahku dan bian bergantian.
Aku dan bian terdiam sebentar. Bian menatap ku seolah meminta persetujuan. Aku hanya mengangkat bahuku.
"Kamu jangan kaget ya Chik." bian melirikku sebentar. "Jadi Ara tuh suka sesama wanita juga. Kami sekeluarga gak pernah masalahin hal itu. Kami selalu dukung selama dia bahagia. Aku harap kamu juga bisa dukung Ara ya chik." kulirik Chika, mana mungkin Chika kaget, dia sama sepertiku. Bahkan dulu kami pernah berhubungan.
Kulihat Chika masih fokus mendengar cerita bian. Kepo sekali dia.
"Dan ya, kepergian dia ke Jogja untuk melanjutkan kuliah S2 karna dapat beasiswa disana. Dia merintis karir disana sampai sukses kaya sekarang. Dia ingin membuktikan ke keluarga si cewek kalau Ara pantas bersanding sama si cewek itu. Setelah Ara sukses, Ara akan pulang dan melamar cewek nya. Iya kan Ra?."
Labil sekali bian ini kadang panggil Dea kadang panggil Ara. Dia memang suka begitu sesuka-suka dia saja.
Jangan aneh kalau bian tau semuanya. Ya karna bian salah satu orang yang paling ku percaya untuk ku libatkan dalam kehidupanku. Semua nya ku ceritakan padanya. Kecuali identitas Chika. Orang yang akan ku lamar tadinya.
"Hmm, begitulah kira-kira." jawabku mengangguk dan kemudian menengguk teh hangat ku.
Ku lihat mata Chika berkaca-kaca, mukanya sedikit memerah seperti menahan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEARA (END)
Teen FictionSenang bisa mengenalmu, mencintaimu dan dicintai olehmu. Perasaan itu sangat hebat. Terimakasih banyak. "Cara bodoh mana yang memperjuangkan dengan cara pergi?." "Aku bisa apa Chika."