Typo
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy Reading!!Seperti perkataan Irene sebelumnya, ia memang mencoba merubah sikap dinginnya pada Jennie meski terkadang memang masih ia perlihatkan.
Setidaknya selama beberapa hari ini Jennie bisa sedikit merasakan perubahan itu, Irene mengantarnya ke kampus seperti biasa, dan saat pulang, jika ada waktu luang Irene akan menjemputnya dan setelahnya ia kembali ke kantor.
Jika tak sempat maka Jennie akan pulang sendiri, jika ingat dengan jalan yang harus ia lalui saat didepan gang kompleks perumahannya maka Jennie akan sampai kerumah.
Tapi jika lupa ia akan menunggu didepan minimarket yang ada didepan jalan bercabang itu dan bibi yang akan menjemputnya.
Agak enah memang, kenapa Jennie sangat sulit mengingat sesuatu yang seperti ini, tapi jika itu menyangkut pelajaran akademik Jennie bisa mengingatnya dengan baik.
"Rene kau kenapa?" Tepukan pelan dibahunya membuat Irene tersadar dari lamunannya.
"Heum? Kenapa Nay?"
"Kamu yang kenapa Rene? Dari tadi kuperhatikan kamu sering ngelamun jadi kerjaannya tidak terlalu fokus, kenapa sih?" Nayeon duduk di kursi depan meja kerja Irene dan menatap penasaran dengan atasan sekaligus temannya ini.
"Gwenchana, oh ya ada apa kau kesini? Ada yang harus aku tandatangani atau ada meeting mendadak?"
"Tidak ada, bersyukurlah jadwalmu tak akan sesibuk CEO atau petinggi lainnya, dan jangan coba mengalihkan percakapan kita, aku tau kau sedang memikirkan sesuatu kan?"
Irene hanya menghela nafasnya membuat Nayeon yakin dengan ucapannya jika ada yang mengganggu pikiran Irene.
"Ayo katakan saja, tidak ada salahnya berbagi Rene, jangan terbiasa memendamnya sendiri, jika pun nanti aku tak bisa memberi solusi tapi setidaknya kau sudah mau berbagi keluh kesahmu dan aku yakin itu bisa sedikit mengurangi beban pikiranmu." Ucapnya lagi,
Meski baru beberapa tahun ini mengenal Irene, Nayeon sudah cukup mengerti dengan sifat atasan sekaligus sepupu kekasihnya ini yang juga sudah menjadi temannya.
Irene berpikir sejenak, perlukah ia berbagi? Tapi apa yang dikatakan Nayeon benar juga, ia tak mungkin memendam semuanya sendiri meski apa yan ia pikirkan sekarang bukanlah hal yang besar.
"Nay, menurutmu apakah ingatan yang lemah itu terjadi karena bawaan dari lahir atau ada penyebabnya?"
Nayeon mengerutkan keningnya bingung, sedikit tak mengerti dengan pertanyaan Irene.
"Maksudmu bagaimana? Coba katakan lebih jelas, sepertinya otakku sedikit lemot untuk mencernanya." Nayeon mencondongkan dirinya agar lebih dekat membuat Irene kembali menghela nafasnya dan mengulangi pertanyaannya.
"Maksudku, jika seseorang kesulitan mengingat sesuatu, seperti menghafal jalan atau kejadian kecil yang pernah ia alami apakah itu bisa terjadi karena bawaan dari lahir atau ada penyebabnya?" Ia mengulangi dengan sedikit lebih detail agar tak perlu mengulang lagi.
"Ah begitu? Jika begitu itu artinya orang yang mengalami itu sudah pikun." Jawab enteng Nayeon membuat Irene memdengus kesal merasa tak terima karena yang ia bicarakan ini adalah adiknya yang bahkan umurnya lebih muda darinya.
"Kenapa kau tampak kesal? Aku benarkan? Yang aku tau ya begitu jika usia sudah lanjut pasti akan mengalaminya meski tak semua orang. Ah aku ingat dulu mendiang kakekku suka sekali marah tak jelas karena ia selalu kehilangan kacamatanya, padahal ia sudah memakainya, apa ia tak merasakannya? Aneh sekali kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Same
RandomMereka saudara satu ayah dan satu ibu, itu sebabnya wajah mereka ada sedikit kemiripan satu sama lain, namun perbedaan itu tetap ada...