017: Left Unsaid

362 62 2
                                    

19:30 WIB

Senada menoleh ke belakang di mana Aluna tertidur pulas di kursinya setelah puas bermain.

"Bangun kah?" Tanya Raga menurunkan sedikit spion dalam mobilnya agar Ia bisa melihat Aluna.

"Nggak kok...aku cuma mau liat Aluna aja," balas Senada tersenyum tipis sebelum kembali menatap lurus ke depan, "Jadi setiap harinya, Ibunya Mas Raga yang jagain Aluna?"

"Yup! Karena keluarganya Nada, Syaira-- kusebut Syaira aja kali ya? Biar nggak ketuker sama kamu haha," Ujar Raga tertawa pelan.

"Keluarga Syaira di Bandung, jadi ya Aluna diasuh mamaku selama aku kerja." 

"Jadi mereka jarang lihat cucunya dong?"

"Kadang setiap sebulan sekali, atau whenever they feel like to see her, kadang mereka yang dateng ke Jakarta atau kalo kebetulan lagi ada libur panjang, aku yang bawa Aluna ke Bandung." 

"Apa nggak rewel? I mean--"

Raga tersenyum tenang sambil menyetir, "Ya aku paham maksud kamu. Tentu bukan sesuatu yang mudah untuk anak seusia Aluna tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di keluarga kita. Tapi satu hal yang aku syukuri banget, biarpun dia masih sangat kecil, tapi aku merasa kalau dia paham situasi keluarga kita kayak gimana."

"She can blend in with everyone. Keluargaku, Keluarga Syaira, juga Alea, sahabatku," Ucap Raga tersenyum bangga.

 "Apa Aluna tau tentang Mbak Syaira?"

"Eum! Aku selalu jelaskan ke dia, kalau Ibunya itu adalah bidadari surga." Ucap pria itu tersenyum getir dan berhenti bicara sejenak.

"Ah maaf! Aku nggak bermaksud-- tadi...aku iseng tanya Aluna apa dia kenal aku...terus dia tiba-tiba nyebut...Mama."

"Ah..haha! Ah maaf ya kalau itu bikin kamu risih! Karena ya...memang kita ada foto Syaira yang aku frame besar di rumah, ada juga di kamar, cuma untuk ngebiasain Aluna aja. Biarpun Ibunya udah nggak ada, at least she knows how does she look like..."

"Maaf ya..." Sambung Raga menoleh sejenak menatap Senada.

"Nggak apa-apa mas..aku ngerti kok. Aku juga minta maaf dan nggak bermaksud untuk bahas soal Mbak Nada--"

"It's fine though," Balas Raga tertawa pelan. 

"Bukan aku nggak mau ngomongin, cuma kadang aku merasa bersalah aja sama Aluna karena dia harus tumbuh besar tanpa sosok Ibu di sampingnya. Tapi sekali lagi, Aluna adalah pilihan Syaira, So of course I have to take care of her, no matter what," Ujar Raga lebih jauh.

"Pilihan?"

"Eum...ketika akan melahirkan, Aku dihadapkan pada dua pilihan sulit. Saat itu kondisi Syaira cukup riskan, dokter nggak bisa menyelamatkan keduanya, istriku dan anakku, aku harus pilih salah satu untuk diselamatkan." 

"Oh God...that's cruel.." gumam Senada sesak ketika mendengar cerita Raga tentang Syaira. 

"I prefer to save my wife, at first, karena kupikir...ya, kita bisa punya anak lagi nanti atau kalau memang nggak bisa dan tetap ingin punya anak, We could just adopt them. Tapi Syaira pilih Aluna."

"Tapi--"

"I know! Itu pikiran egoisku sebagai laki-laki dan suami, karena aku nggak ngerasain rasanya mengandung, meanwhile Syaira dan Aluna udah sama-sama dan terikat satu sama lain selama sembilan bulan lamanya," Ujar Raga lebih jauh.

"Jujur aku sempet kecewa sama pilihan Syaira, tapi setelah kupikir lagi, aku nggak akan pernah bisa mengerti ikatan batin antara Ibu dan anaknya." 

[COMPLETED] SENARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang