Jalan Sembilan

7.3K 103 0
                                    

Presentasi berjalan lancar dan sukses. Dewan Direksi menyetujui. Owner yg seharusnya terjadwal kan minggu depan ternyata hadir bersama dewan komisaris. Oke, lanjut implementasi. Ini pekerjaan yang bakal memakan waktu lama.

Sewaktu presentasi aku kaget oleh kehadiran Oom David, David Jenarto. Owner dari Jenar Grup, holding company dari JUP. Salah satu konglomerat papan atas negeri ini. Ketenaran dan kekayaannya sejajar dengan keluargaku. Bedanya, kantor pusat Jenar Grup berada di Surabaya. Sedang Tirta Grup milik keluarga ku telah dipindahkan kantor pusatnya oleh papa ke Jakarta 25 tahun yg lalu. Di Surabaya tiga anak perusahaan dan beberapa cabang dari anak perusahaan.

Aku tak menyangka bila owner dan dewan komisaris memajukan jadwal presentasi mereka. Sejadwal dengan presentasi dewan Direksi. Bukan apa-apa aku enggan bertemu Oom David untuk sekarang-sekarang ini. Takut dikira aku mendopleng dan memanfaatkan kedekatan keluargaku dengan Oom David. Hal yg paling kuhindari, memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi.

Awalnya aku berharap Oom David tidak memperhatikan ku selama presentasi. Aku berusaha menghindar dari jangkauan matanya. Agaknya berhasil, selesai presentasi taipan itu mengacuhkan segala hal kecuali isi presentasi. Aku senang berhasil menghindar. Namun tidak pada saat sore, gadget ku berbunyi. Ku terima, ternyata dari Pak Albert Martino. Direktur utama JUP. Beliau mengundangku makan malam bersama owner, Oom David. Coek....!

Malam hari di sebuah resto di hotel bintang lima, aku menikmati makan malamku. Bersama beberapa orang dari direksi maupun dewan komisaris. Juga sang owner.

"Yak opo kabar re papa mama?" tanya Oom David padaku disela-sela makan malam.

"Sehat, baik Oom." jawabku kalem.

"Hmm...wes suwe aku gak golf mbek papamu! Wong'e gak asik sibuk terus...hahaha...!" canda Oom David, "gak koyok opa mu, di jak rono rene gelem ae" lanjutnya.

"Papa emang gitu Oom, kalo gak kerja sehari kepalanya pusing..."

Aku dan Oom David tertawa lepas. Taipan itu menceritakan beberapa hal tentang papa ku. Yg menurutnya seorang pekerja keras dan ahli strategi bisnis. Tidak sedikit bisnis Oom David yg dibantu oleh papa untuk dijalankan. Menurutnya itu adalah gen turunan dari eyang Tirtoaji. Banyak hal yg diceritakan taipan itu pada ku dan semua yg makan bersama. Mulai dari awal dia berbisnis, awal perkenalan dengan keluarga sampai proyeksi bisnis di masa depan. Banyak ilmu dan informasi yg kuserap darinya. Dan satu janjinya padaku sebelum bubar, ia akan tetap memperlakukan ku sama seperti karyawan yg lainnya. Tidak ada perlakuan istimewa. Aku terima, sebab itu yg aku mau.

|®®®|®®®|

Pukul 22.13, aku tiba dirumah. Keinginan ku cuma satu, segera mandi. Menghilangkan penat dan kotoran yg menempel di badanku. Kutemui Tante Ninin duduk di sofa sedang membaca novel di ruang keluarga. Sudah 4 bulan ia menjalankan "permintaan" mama. Sejauh ini hasilnya sangat baik. Beberapa kali mama memuji kinerja tante Ninin di setiap pembicaraan teleponnya padaku. Uang hasil pembayaran anak-anak kost lancar dan selalu tepat waktu ditransfer ke rekening mama. Laporan keuangan beberapa usaha retail mama di beberapa tempat juga memuaskan. Pun negosiasi kontrak dengan pengguna ruko milik mama juga berhasil baik.

"Baru pulang, Ghe?" sapa tante Ninin ramah. Ia tersenyum manis membuat dekik pipinya terlihat. Menambah ayu pada kecantikan wajahnya. Kecantikan nan rawan.

"Iya, tante..." jawabku acuh terus berjalan menuju tangga yg memisahkan lantai bawah dan atas.

"Emm..tunggu Ghee...!" ujarnya yg melihat aku terus berlalu.

Aku berhenti diundakan ketiga, "iya, kenapa tan?" tanyaku menahan penat, "aku mau mandi!" lanjut ku.

"Eh, iya...tante tunggu setelah kamu mandi..."

"Hmm..." desisku cepat berlalu. Tak peduli pandangan mata berbinar tante Ninin kearah ku.

Kenapa kamu berubah terhadapku, Ghe...!

Aku berendam cukup lama di bathtub, 20 menit. Berendam air hangat dan busa bathsoap aromaterapi sangat membantuku menghilangkan penat. Selesai mandi aku turun ke bawah menemui tante Ninin.
Janda cantik tanpa anak itu masih setia menunggu sambil membaca novel.

"Ada apa tan?" tanyaku kalem acuh tak acuh.

"Oh, Ghe...sudah mandinya?" jawab tante Ninin sedikit kaget.

"Sudah..."

"Duduklah, Ghea, ada yg mau tante bicarakan denganmu..." pinta Ninin lembut. Matanya seolah memintaku untuk duduk. Dengan malas, aku duduk di sofa berhadapan dengannya, "silahkan tante...!"

"Begini, Ghe, tante mau laporan ke mama tentang sawah yg di Sidoarjo...tapi tante mau minta pendapat mu dulu sebelum laporan, boleh?" ucap Ninin panjang.

"Yah..." dengusku rada kesal. Aku tidak mengurusi masalah sawah meski itu milik keluarga ku. Dari dulu pun aku tak tahu menahu soal itu. Malah sekarang dimintai pendapat. Penat yg hilang mulai muncul, "emang ada masalah apa?" tembakku, yakin bila ada masalah.

"Tanpa sepengetahuan kita, salah seorang penggarap menggadaikan sawah ke rentenir!" jelas Ninin tenang dengan suara mendayu.

"Lho kok bisa ya...itu penggarap yg pinter atau rentenirnya yg bodoh?"

"Ada bantuan dari oknum kelurahan..."

"Gila!"

DI SUDUT SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang