Jalan Dua Puluh

4.1K 65 0
                                    

Kami melanjutkan obrolan dan guyon-guyon biar tidak garing. Sampai suatu saat mataku tertuju pada sisi luar tangannya, tatto, berbentuk tulisan.

Padahal aku sudah sering berdekatan dengan Tante Ninin namun tatto itu bisa terlepas dari jangkauan mataku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal aku sudah sering berdekatan dengan Tante Ninin namun tatto itu bisa terlepas dari jangkauan mataku. Mungkin terlalu antusias mencintai jadi tak terlalu memperhatikan. Segera kuraih, tangan Ninin. Kuperhatikan detail tatto tersebut, bagus juga. Rapi dan artistik, "dibagikan mana lagi Tan?" tanyaku lirih.

Wanita itu segera mengangkat tangannya memperlihatkan tatto tulisan di bagian dalam pangkal lengannya.

Wanita itu segera mengangkat tangannya memperlihatkan tatto tulisan di bagian dalam pangkal lengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mendekatkan kepalaku memandang tatto yg diperlihatkannya. Sama bagus, rapi dan artistik. Di tatto di tempat yg pe-natto yg sama.
"Kok agak-agak gimana ya...?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"Gimana apanya? Jelek ya Ghe...?" balasnya.

"Bagus sih tapi agak-agak gitu deh..."

"Agak-agak gimana sih, Ghee?"

"Agak bau kecut gitu, Tan...!" ledekku tertawa. Tanpa ampun Tante Ninin, mencubitku lalu menjewer kupingku, "waduh...sakit Tan...!" teriakku meringis kesakitan.

"Biarin...dasar nyebelin!" ketus Tante Ninin. Aku langsung minta ampun. Meringis-ringis penuh permohonan pada tante Ninin agar menyudahi penyiksaannya.
Berat hati, Tante Ninin melepas jewerannya dari daun telingaku. Merah daun telingaku, sakit.

"Sakit, Tan...duh...!" erangku masih meringis, "lagian bukan disayang ini malah disiksa...!" lanjutku cemberut.

"Sukurin! Salahnya sendiri ngeledekin orang...!" balas Tante Ninin jutek. Ia menatapku yg masih meringis. Mungkin karena iba ia memelukku dan meniup-niup daun telingaku, "puff...puff...! Sakit ya...puff...puff...!" Ia terus meniup-niup. Kubiarkan saja sebab jadi nyaman daun telingaku ditiup-tiup begitu.

"Udah Tante...udah gak sakit lagi!" kataku pelan. Merasakan sudah tak sakit lagi dikupingku.
Tante Ninin menatap kedua mataku sebentar, "bener udah gak sakit lagi...?" tanyanya.

Aku mengangguk, "iya Tan, udah gak sakit lagi..." balasku.
Tante Ninin tersenyum membuat jantungku berdetak lebih cepat. Dan hati berdebar-debar lebih keras.

Ia masih menatapku, kemudian pelan ia mengulum bibirku. Tante Ninin melumat bibirku bergantian. Aku tidak bereaksi, menikmati manisnya bibir Tante Ninin. Janda cantik itu masih asik melumat habis bibirku.

Aku hanya meresapi setiap lumatan dan kuluman bibir Tante Ninin. Wanita itu kian agresif, mengeluarkan lidahnya. Mulai bermain di rongga mulutku mencari pasangannya, lidahku. Lidahnya menggelitik, berusaha membelit lidahku. Perlahan gairahku meletup, bak api disiram minyak. Aku mulai membalas kuluman bibirnya.

Kami saling berkuluman bibir berpagutan. Tante Ninin lebih mengeratkan pelukannya ke tubuhku. Aku segera melingkarkan kedua tanganku di pinggang Tante Ninin. Lama kami berlumatan bibir hingga oksigen di paru-paru kami "habis". Kuluman bibir terlepas. Tante Ninin memandangku dengan sayu. Mulutnya menyunggingkan senyum kecil yg hampir tak nampak, kecuali olehku.

"Kamu mau, Ghee?" tawarnya nan rawan.

"Asal Tante tidak terpaksa...." sahutku lirih. Ia menggelengkan kepalanya. Satu tangannya meraih belakang kepalaku, mendorongnya mendekati wajah ayunya. Sesaat, janda cantik itu telah kembali melumat bibirku. Kali lebih ganas dan lepas. Aku membalasnya, kucing dikasih ikan!

DI SUDUT SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang