Jalan Dua Puluh Satu

4.3K 69 1
                                    

Sementara kuluman bibir masih berlanjut, lidah-lidah kami saling bergerak lincah. Menjilat, menggesek dan membelit lidah lawan tanpa ada yang mau mengalah. Panas bergelora.
Aku mengelus-elus punggung Tante Ninin. Tak kutemukan tali surga di balik tanktop-nya. Aku lebih mengeratkan tubuhnya dalam pelukan. Aku kian merasakan bukit payudara Tante Ninin tergencet dengan dadaku.

Ada hasrat ingin segera melucuti tanktop-nya. Menyaksikan keindahan bukit buah dada Tante Ninin yg kuyakin akan sangat mempesona. Tapi kutahan hasrat itu, kuikuti permainan janda cantik tanpa anak itu. Yg notabene adalah tanteku juga pacarku.

🩸mohon komennya, bolehkah menulis yg lebih vulgar lagi. kayaknya kurang greget kalo gak vulgar...😂🤣

Lumatan bibir kami terputus. Deru nafas saling memburu, bak kijang dikejar pemburu. Tante Ninin melepas pelukannya pada tubuhku, kuikuti pula. Ia menatapku sayu penuh hasrat. Aku tak kurang berhasrat darinya. Hening sejenak, hanya saling bertatapan.

"Kamu...." kata Tante Ninin dalam desah.

"Hmmm....." gumamku membalas.

"Pengalaman....nakal!" ujarnya sambil tersenyum manis. Ia membetulkan rambut bagian belakangnya dengan kedua tangan. Otomatis dadanya kian membusung. Tampak cetakan kedua bulatan payudaranya dibalik tanktop yg dikenakannya. "Kunci pintunya..." perintahnya lembut.

"Gak ada siapa-siapa..." balasku. Mungkin ia takut saat kami sedang "show" tiba-tiba ada yg membuka pintu. Ketakutan yg tak beralasan.

"Mbantah ya...hmmm!"

"Iya...iya, aku kunci." Dengan malas aku bergerak, beranjak mengunci pintu kamar tidurku. Lalu kembali ke kasur. Sengaja saat kembali aku bergerak sebat agar Tante Ninin tak melihat 'keanehan" di daerah selangkangan ku. Kejantananku setengah berdiri. Akan terlihat jelas sebab aku tak mengenakan celana dalam. Belum juga aku duduk, masih berdiri, Tante Ninin pun berdiri dan segera memelukku. Ia berdiri dikasur. Ketat pelukan tante Ninin. Aku kembali dapat merasakan kekenyalan bukit payudara wanita itu.

Tante Ninin mengecup bibirku lembut. "Hadiah buat kamu...jangan ketagihan ya...?" bisiknya manja. Dengan tatapan mata berbinar nan sayu.

"Hadiah apa...?" balasku. Berusaha keras menahan tangan hasrat tanganku agar tidak meremat-remat bongkahan pantatnya, "aku kan gak ulang tahun..." lanjutku.

"Hadiah sudah mencintai ku...hmm!"

"Oh, dari dulu..."

"Aku tau...!" potongnya, kemudian melumat kembali bibirku. Dan kubalas. Kami terlibat dalam pergulatan bibir juga lidah. Panas dan ganas, menuntun hasrat kian menggelora. Kami melepaskan lumatan bibir kala nafas sudah tersengal. Wajah Tante Ninin yg cantik memerah dibakar nafsu. "Buka kaus kamu..." pintanya lirih terhanyut oleh gairah.

"Tante gak dibuka..." balasku tak kalah lirih. Penasaran juga tuntutan hasrat.

"Iya, sama-sama ya..." balasnya. Aku mengangguk. Sebat aku melucuti kaus oblong ku. Diikuti oleh Tante Ninin yg melolosi tanktop-nya. Jlebbb...!

Aku terpana, diam seribu bahasa. Mataku melotot, mulut ternganga sedikit. JLEBBB!
Begitu indahnya tubuh Tante Ninin, pacarku itu. Benar-benar membuatku tergaga tanpa sadar.

Tubuh topless-nya begitu indah dan proporsional. Berkulit putih bersih, mulus lussss.... nyamuk pun akan tergelincir bila neplok ditubuh itu. Berlebihan, tidak juga. Tubuh sintal Tante Ninin, dihiasi sepasang buah kenyal didadanya. Buah dada yg natural membulat tampak kencang. Pada pucuk buah dada itu terdapat puting kecil berwarna semu coklat kemerahan. Pentil susu yg mencuat berdiri dikelilingi areola dengan warna senada sama dengan putingnya. Beberapa kali aku meneguk ludah mengagumi bentuk tubuh Tante Ninin. Pinggul wanita itu membulat montok, pasti pas....

"Heh, kok bengong..." ujar tante Ninin tersenyum seraya mencubit hidungku.

"Ehhh...hmmm, ini Tan..." balasku gugup karena tersadarkan.

"Ah..hmm..kenapa sih?" kejar tante Ninin.

"Ehhh...badan Tante bagus banget...!" pujiku.

"Gombal, ah...!" balas Tante Ninin tapi dengan muka semu kian memerah dan ceria. Bangga ku puji dengan tulus, "lha wong, aku sudah janda kok..." lanjutnya. Dengan wajah tetap sumringah.

"Gak peduli..." balasku mantap. Tak peduli dengan status jandanya. Tante Ninin makin mengembangkan senyum manis. Kami saling berkecupan bibir sejenak. Kemudian kami merebahkan diri di kasur empuk. Masih mengenakan pakaian yg menutupi tubuh bagian bawah masing-masing.

DI SUDUT SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang