Aku turun dari mobil, menutup kembali pintunya. Berjalan santai memasuki rumah, ku lihat Bik Nah bersiap akan pulang. Memang hampir semua ART di rumahku tidak ada yg tinggal di rumahku. Pagi datang, sore menjelang malam pulang. Itu kebijakan baru, ide dari Tante Ninin, pacarku. Toh jika malam sudah tak ada lagi yg mereka kerjakan. Alangkah baiknya mereka berkumpul di bersama keluarga. Bersosialisasi dengan tetangga. Hari Minggu mereka berlaku piket, bergantian masuk kerja khusus hari Minggu.
"Eh, permisi Den Ghea, bibik wangsul riyen..." sapa bik Nah pamit kepadaku.
"Iya, bik, hati-hati..." balasku.
"Nggih, den...."
Setelah itu aku cepat berlalu menuju kamarku. Melepas pakaian yg kukenakan langsung sebat masuk kamar mandi, berendam. Ritual yg selalu kulakukan sepulang aku dari bepergian, selalu. Pulang sekolah, pulang main atau pulang kerja. Begitu tiba di rumah langsung mandi. Kebiasaan yg kulakukan dari kecil. Entah apa sebabnya, yg jelas jadi lebih bersih dan nyaman.
15 menit berendam, 3 menit berpakaian. Aku berniat untuk mengisi perutku, kebetulan tadi siang aku tak sempat makan. Cuma makan mie instan dalam gelas. Lapar, itu yg kurasakan. Aku menuju ruang makan.
Berbarengan tiba di ruang makan, kulihat Tante Ninin pun baru keluar dari kamarnya. Kebetulan kamarnya dekat dengan ruang makan dilantai bawah.
"Mau makan Ghe...?" tanya pacarku itu dengan senyum maninya.
"Iyalah, lapar tan. Tadi siang cuma makan...." aku memutus kalimat ku. Keceplosan! Gawat bila tante Ninin tahu aku tidak makan siang.
"Cuma makan apa...?" tanyanya galak, "makan mie instan!" kejarnya.
"Nggak, aku makan roti keju sama susu kok" dustaku sambil nyengir kuda.
"Bohong ah, aku tau kamu pasti bohong kan..?"
"Iya...iya, tadi siang makan mie instan..." jawabku pasrah. Terima nasib diomelin, diocehin panjang kali lebar.
"Dasar! Ayo sini makan yg banyak, aku yg ambilin! Habiskan, gak pake debat!" tegas Tante Ninin.
"Iya...iya, aku abisin...huftt!" balasku sambil garuk-garuk kepala.
Acara makan selesai. Perutku kekenyangan, tante Ninin mengambil nasi buatku di luar ambang batas takaranku. Dibawah tatapan tajamnya aku menghabiskan makananku, terpaksa. Setelah habis tante Ninin tersenyum manis sambil mengacungkan jempolnya. Aku langsung menepuk dahiku sendiri. OMG...pikirku.
Usai membereskan meja makan Tante Ninin menyusulku di rumah keluarga. Aku sedang menyaksikan film animasi, Haikyuu. Cuma iseng. Tante Ninin duduk disisi ku, ikut nonton. Meski berpacaran dan serumah, kami cuma ngobrol-ngobrol diselingi guyon. Belum ada tanda-tanda naik kelas. Aku juga masih kagok dan ragu untuk memulainya. Dan aku bukan tipe agresif yg seradak-seruduk cuma gara-gara lobang.
Fokus semua pada monitor 65".
15 menit berlalu. Tante Ninin mulai tidak betah, ia menggeser duduknya. "Bosen ah...!" katanya pelan. Aku menoleh, menyungging senyum. "Mau keluar, hang out...?" tawarku
"Males! Ke kamar ku aja yuk..." pintanya manja. Aku paling tidak sanggup menghadapi yg seperti ini. Tatapan sayu penuh pinta, senyum kecil dan sikap manja. Tidak sanggup, bahkan sewaktu kecil pun aku sudah menyerah bila tante Ninin seperti ini.
"Mau ngapain..."
"Ngobrol aja dikamar...mau kan?"
"Iyaaa..." balasku kalah.
Kamipun bangkit, berjalan beriringan menuju kamar tidur Tante Ninin. Janda muda nan cantik itu segera menutup pintu kamar kala kami sudah berada didalamnya.
Ia berdiri disisi ranjang. Aku mengikuti geraknya dengan pandangan mata, "terus..." kataku lirih. Tante Ninin tak menjawab, malah melempar senyum teramat manisnya. Sesaat kemudian ia memelukku, mengalungkan kedua lengannya dileherku. Mata kami saling berpandangan, ia mengecup bibirku lembut. Terasa syahdu, manis sekali bibirnya. Setara dengan manisnya madu Sumbawa. "Kamu tambah ganteng, Ghe!" pujinya.
"Dari lahir kali tan..."
"Sombong...! Tapi emang iya sih." ucapnya memperlihatkan dekik pipinya. Menambah ayu wajah cantiknya nan rawan, "kalo aku gimana menurut kamu?" lanjutnya bertanya.
"Jujur atau bohongan...?"
"Hmm, bohong dulu deh..."
"Cantik kayak artis ibukota..."
"Halah, gombal! Kalo jujur...?"
"Cantik seperti bidadari kahyangan...luar biasa!"
"Dasar gombal!"
Kami kembali saling berpandangan. Kuberanikan diri mengecup tipis dahinya. Tante Ninin tersenyum menerima kecupanku, "udah berani cium...hmm?" usilnya. Aku terdiam seribu bahasa, pasrah bila dimaki-maki. Tante Ninin tertawa ringan melihat kebisuanku. Serba salah...
Tante Ninin memintaku tiduran di ranjangnya. Sementara ia keluar kamar, ada yg mau dibereskan katanya. Tinggal aku menantinya dengan sejuta tanya. Apa yg akan terjadi, apa yg akan diperbuat tante Ninin, pacarku itu. Dan berpuluh-puluh kata apa yg ada di pikiran ku. Mataku terpejam, mengosongkan pikiran. Itu lebih baik.
5 menit, Tante Ninin kembali ke kamarnya, menutup pintu dan menguncinya. Kurasakan, pacarku itu merebahkan tubuhnya disisiku persis. Aku membuka mataku. Tante Ninin tersenyum memandangku. Cepat, janda cantik itu bergerak menindih tubuhku. Wow...
"Aku kira kamu tidur, katanya mau pacaran kok malah tidur...hmm?" bisiknya ditelingaku. Merdu dan membangkitkan sukma. Ia mengecup bibirku tipis. Sukmaku terbang perlahan. Tante Ninin mengecup kembali bibirku, lebih dalam. Lepas sudah sukma ku. Aku terima dengan ikhlas...
Tak kurasakan berat tubuh sintal Tante Ninin yg menindihku. Terasa hangat tak ingin cepat berlalu. Satu tangan Tante Ninin meraih dagu ku, mengangkatnya lembut, "sekarang ceritakan padaku, kisah percintaanmu selama ini...?" pintanya berbisik. Aku agak kaget mendengarnya, haruskah ku ceritakan padanya. "Ceritakan seluruhnya dengan jujur...Ghea?" lanjutnya lagi.
"Baiklah tapi gak harus semua kan?" tawarku.
"Semua, tak boleh ada yg terlewat!"
"Ok, tapi please turun dulu. Badan Tante, berat...."
"Berat ya..." ucapnya sambil tersenyum dan bergerak ke sisiku.
Aku hembuskan nafas pelan sebelum bercerita. Tante Ninin menyimaknya. Kepalanya terangkat diganjal oleh sebelah tangannya. Matanya tak lepas dari wajahku. Mungkin mencari kebohongan dari ceritaku. Persis psikiater! Aku pun menceritakan kisah percintaan ku. Dimulai dari Dea, Bella, dan dua gadis lainnya selama kuliah di Amerika. Cepat saja aku bertutur garis besarnya saja. Berkenalan, jadian, "bercocok tanam", lalu putus.....siklus percintaan.
Tante Ninin menyimak dengan seksama. Tak ada suara apalagi tanya saat mendengarkan ceritaku. Bahkan ketika aku menyudahi cerita, ia malah bertanya, "sudahhh...?"
Aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepala saja."Satu lagi, kamu masih suka menjes?" tanya tante Ninin.
"Suka...suka banget! Ada...?
"Besok aku buatin, dikirimi ibu tadi siang..."
"Ooh...siplah!" kataku sambil mengacungkan jempol. Tante Ninin tersenyum, mengangguk "Okay, sekarang tidurlah, matamu sudah merah...ngantuk ya?" perintahnya.
"Hah, udah begini aja! Gak cerita-cerita lain atau dapet hadiah apa gitu...?" balasku.
"Hadiahnya, besok! Ambil di Polresta!" katanya lugas, "sekarang tidur ya...tidur sini aja" lanjutnya meminta. Aku mengangguk pelan, "hmm..."
"Pake guling-ku..." ucap tante Ninin meminta ku menggunakan gulingnya.
"Buat apaaa...?" tanyaku diujung kantuk.
"Dipeluk kayak biasanya." jelasnya.
"Mau peluk Tante aja...boleh?"
"Boleh, sini peluk aku tapi tidur ya...?"
"Iyaaa..." balasku. Kami pun bergerak memposisikan diri, saling berpelukan. Enak sekali. Nyaman dan hangat. Tante Ninin masih menyempatkan mengecup lembut keningku sebelum aku benar-benar terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI SUDUT SENJA
RomanceCerita romansa khas "penghayal" yg berkelana dalam remang akal. Banyak adegan cerita dewasa, lolos sensor. Alur mengalir cepat lambat, plot maju mundur. Kreasi khayalan belaka, bukan yg sebenarnya. Dibawah 20 tahun tolong untuk tidak mengintip cerit...