16-D. Keputusan Smith

1.3K 196 5
                                    

Typo dimana-mana⚠

Vote yuk! Maksa nih wkwk😆😅
.

Terdengar tawa cekikan berasal dari dalam kamar yang bernuasa gambar flamingo tertempel dimana-mana. Mulai dari dinding kamar, sampai merebah ke meja belajar milik Darrel, tentunya.

"Udah kak, ahahahaha." Darrel memegangi perutnya, menatap sebuah foto ditab milik Arlard yang menampilkan kakak keduanya saat tidur dengan kondisi mulut terbuka seperti mulut badak. Ups, jangan sampai Diego mengetahui aibnya sendiri.

"Send ke Diego kayaknya marah besar nih dek, ahaha." Arlard berucap disisa-sisa tawanya. Ugh, jahilnya mereka.

"Pffft, hahahaha--" sungguh perut Darrel pegal rasanya akibat terlalu lama tertawa.

Ceklek

Tawa mereka reflek terhenti. Melihat kompak ke arah ambang pintu, menampilkan sosok Smith hingga membuat Darrel menghela napas ringan. Baru saja ingin menghindari Smith, kenapa sang pelaku berniat sekali menghampiri dirinya.

Arlard berposisi duduk disamping kiri adiknya itu, merasakan situasi kurang mengenakan. Lantas segera berberes barang untuk meninggalkan Darrel. Arlard mengulum bibirnya saat tanpa sengaja melirik sekilas raut adiknya yang kesal terhadap dirinya. Ish, Arlard tidak peduli. Harusnya Darrel bersyukur sebab kepergian dirinya, semata-mata untuk memberikan ruang berdamai setelah insiden siang tadi antara ayah dan anak itu.

Smith sempat tersenyum tipis, mendaratkan pantatnya dikasur putranya itu. Melihat daddynya telah berada disampingnya, Darrel bergerak menyamping tidak ingin berdekatan dengan sang daddy.

"Maafin daddy!" Tersirat wajah bersalah Smith, menatap wajah Darrel dari samping. "Apa yang harus daddy lakukan agar kamu memaafkan daddy." Ketauhilah Smith seperti orang putus asa harus dengan cara apa agar putra bungsunya itu memaafkan kesalahannya.

"Izinin Darrel sekolah," sahut Darrel dalam satu hembusaan napas cepat tanpa menoleh.

Smith memejamkan mata sekilas. Bergerak ke samping guna meraih tubuh putranya itu.

"Selain itu?" Smith berhasil merengkuh tubuh Darrel, menenggelamkan paksa kepala sang anak ke dalam dadanya saat merasakan penolakan keras hingga berakhirlah Smith memenangkan.

"Tetap sekolah." Darrel kekeh dalam pendiriannya. "Sekedar sekolah apa salahnya," sambungnya, tangan Darrel mula bergerak meremas kaos santai Smith.

"Darrel ingin sekolah ingin sekolah, hiks." Darrel meraung menangis keras didalam dada Smith. Smith mendengar permintaan Darrel sampai menangis sungguh tak tega. Ia tau dirinya egois dalam mengatur kebebasan sang anak. Tetapi itu semata-mata untuk hidup Darrel. Cukup Koslova, istrinya yang meninggalkan dirinya beserta keempat putranya.

"Se.. ko.. lah hiks." Mulut Darrel selalu mengucapkan kata itu hingga berakhir,

"Baby." Smith mengguncang tubuh Darrel. Tapi tak ada respon. Atau pingsan.

"VINCENT, DIEGO, ARLARD CEPAT LAH KESINI!" Smith berteriak sekeras-kerasnya. Memanggil nama ketiga putranya diatas kepanikan terjadi kala merasakan Darrel yang tidak ada merespon apa pun.

Brak.

Pintu bercat abu-abu tersebut terbuka paksa oleh ketiga putranya, dengan wajah kepanikan mendera disana.

"Telphon Max, CEPAT!" Suara Smith menggema begitu keras.

Vincent segera men-dial nomor dokter Max sesuai perintah daddynya.

KAVAMIRO DARREL (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang