Setelah berputar-putar selama hampir satu jam, Dio dan Sabrina batal makan di restoran-restoran yang telah susah payah diriset oleh Sabrina selama satu minggu penuh sebelum kedatangan. Hal ini dikarenakan ramainya pengunjung hingga membuat antrian mengular. Belum lagi ada beberapa kedai ramen tadi yang terpaksa tutup lebih awal karena persediaan mereka untuk hari ini telah ludes.
Berbekal google, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengisi perut di salah satu warung tenda yang menyediakan chinese food. Warung tenda ini mendapat banyak ulasan positif dari para pengunjung yang pernah makan disini, ratingnya di google saja 4.8/5 dengan kurang lebih 2.500 orang yang memberikan penilaian.
Seperti biasa, Sabrina akan membiarkan Dio terlebih dahulu memilih menu. Kalau dirasa cukup, maka ia tak menambah pesanan. Kecuali ada makanan yang begitu ingin dicicipinya saat itu. Masih ingat kan kalau Pramudio tiap memesan makanan untuk porsi keluarga berisi empat orang?
Sembari menunggu, mereka biasanya akan menghabiskan waktu tuk sekadar ngobrol atau memberi laporan ke Farah—Ibu Sabrina—lewat foto maupun video yang akan dikirimkan melalui whats app.
Warung tenda ini juga penuh, beruntung saat mereka datang tadi ada pengunjung yang baru saja menyelesaikan makan malamnya. Jadilah mereka duduk disini, saling berhadapan, dengan dua gelas es jeruk yang telah terlebih dahulu datang.
Sabrina mengaduk-aduk gula yang ada di dasar gelas, "Mas Dio hari Sabtu minggu depan ada acara?" tanya nya ketika teringat sesuatu.
Pramudio diam berpikir.
"Kayaknya sih belum ada. Kenapa Sab?" balik Dio bertanya.
"Aku diundang temenku ke lamaran kakaknya. Kalau Mas Dio nggak ada acara, rencananya mau minta temenin hehe,"
Sabtu depan, Rania secara pribadi menyampaikan undangan acara lamaran kakak perempuannya, Annisa. Acara digelar di kediaman perempuan, dimulai pada pukul delapan sampai selesai. Acara lamaran ini merupakan acara lamaran resmi, setelah sebelumnya Rio—kekasih Annisa—terlebih dahulu melamar gadis itu kala mereka tengah berada di pesawat dalam perjalanan pulang dari urusan bisnis.
Karena Sabrina juga lumayan dekat dengan Annisa, maka gadis itu turut mengundang Sabrina di hari bahagianya. Lagipula, sudah lama juga Sabrina nggak ketemu perempuan berambut bondol itu. Biasanya sibuk terus sih.
"Boleh. Kayaknya sih nggak ada, tapi nanti H-1 aku kabarin lagi yaa, takut ternyata lupa akunya." Dio selalu mengucapkan kalimat ini ketika Sabrina mengajaknya pergi ke suatu tempat. Alasannya sih, biar nggak berharap-berharap dulu amat, jadi kalau ternyata dia lupa udah ada jadwal, Sabrina bisa maklum.
Sabrina pun maklum. Yah, namanya juga manusia. Jangan banyak diharapin makanya, biar nggak kecewa.
"Okedeh, aku tunggu kabarnya." Kata Sabrina lantas menyesap es jeruknya yang masih terasa masam meskipun gulanya sudah diaduk selama sepuluh putaran penuh.
Setelah itu hening. Sabrina yang masih penasaran pun terus mengaduk-aduk es jeruknya, sedang Pramudio... pikirannya melambung pada waktu Daffa yang entah asalnya darimana bisa berada di tempat yang sama dengan mereka. Ya, Dio masih kepikiran saja dengan kejadian itu.
Ia ada disana, saat Daffa tiba-tiba menyambar tangan Sabrina tuk membantu gadis itu menyebrangi jalan. Ia ada disana, menyaksikan interaksi keduanya dari kejauhan. Terlalu drama, tapi memang ini kenyataannya.
Dio kembali ke mejanya hari itu dengan ribuan pertanyaan bercokol di kepala. Apa Sabrina sengaja mengundang Daffa kesana? Apa Daffa yang terlebih dahulu ingin mengajak gadis itu bertemu?
Ribuan kali ia mencoba meyakinkan diri, mengatakan bahwa pertemuan hanyalah kebetulan. Tapi ribuan kali pula logikanya menolak yang namanya kebetulan. Dan pikiran buruknya selalu berasumsi bahwa mereka merencakan pertemuan ini dibelakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirna | Park Sungjin AU
FanfictionSabrina takut jatuh cinta. Sabrina takut mengulang kisah lama. Gadis itu akrab dengan luka, berteman dengan sunyi. Rasanya seribu tahun pun tak cukup baginya untuk sembuh, hingga skenario Tuhan mempertemukannya dengan Pramudio. Hanya satu persoalann...