Perhatian! Konten dibawah ini mengandung pembicaraan yang 18+, kebijakan pembaca diharapkan.
***
Suara tangis bayi nyaring terdengar membangunkan Dio dari lelap tidurnya. Dengan mata yang mengeriyep, Dio melirik Sabrina yang masih tertidur pulas dan nampak kelelahan.
"Iya iya sayang, Papa disini." Dio bergumam kecil lalu bangkit selepas mengecup kening Sabrina singkat dan berlalu menuju kotak kecil yang diletakannya di sudut kamar.
Perlahan, diangkatnya tubuh mungil bayi laki-laki berusia enam puluh hari itu untuk dibawa masuk dalam dekapan, "Cup cup cup, ini sayang, Papa disini, nggakpapa Adek." Dio mencoba meredakan tangisnya.
Namun, upaya Dio untuk meredakan tangis bayi laki-laki yang diberinya nama Shaqueel itu masih belum membuahkan hasil meski lima menit sudah ia melakukan bermacam hal.
"Mama lagi tidur, Adek. Adek sama Papa aja, nggakpapa, tidur lagi yuk." Ajak Dio mencoba berkomunikasi dengan Shaqueel yang cetakan wajahnya persis Dio. Kecuali hidungnya yang kecil mengikuti Sabrina.
"Mas? Bangun ya Adek?"
"Iya sayang. Ini aku lagi coba tenangin, kamu tidur lagi aja." Dio berniat mencegah Sabrina untuk bangun dari tidur yang belakangan ini sulit didapatkannya.
Setengah terpejam, Sabrina melambai-lambaikan tangannya, "Sini, Mas. Haus itu dia mau minum."
"Minumnya dimana? Aku aja yang ambil." Dio berinisiatif.
Sabrina terkekeh, "Ya di aku, sini. Nggak bisa kamu ambil, orang nempel." Jawab Sabrina yang baru dimengerti oleh Dio.
"OOOHH, iya bener, yaudah ini." Dengan hati-hati, Pramudio menaruh Shaqueel ke rengkuhan Sabrina.
"Mas Dio istirahat aja lagi, nanti kerja kan."
"Kamu gimana?"
"Aku kan di rumah, bisa tidur colongan juga nanti. Kasian Mas Dio kalau kecapean, nanti ngantuk pas nyetir gimana?"
Dio manggut-manggut.
Baru saja ia menarik selimut, teriakan nyaring lainnya terdengar dari kamar lain yang letaknya ada tepat di depan kamar yang mereka tempati sekarang.
Sabrina tertawa kecil, "Bawa sekalian si Abang kesini, itu dia kebangun kaget aja, nanti juga tidur lagi." Katanya memberi instruksi yang langsung dipatuhi Dio.
Tak lama, Dio pun kembali sambil menggendong bocah laki-laki berusia empat tahun bernama Irzan.
"Abang tidur lagi ya," Dio berucap lembut sambil mengusap-usap punggung Irzan penuh sayang. Beberapa menit kemudian, bocah laki-laki berpiyama hitam dengan gambar karakter kartun kesukaannya itu kembali terjun ke alam mimpi.
"Udah tidur lagi nih anaknya." Lapor Dio yang lantas membuat Sabrina bergeser, memberikan tempat bagi anak pertamanya untuk tidur di tengah-tengah mereka.
Dio pun meletakkan Irzan perlahan di tempat yang telah disediakan Sabrina.
"Selamat tidur, jagoan." Ucap Dio mengecup pipi putra pertamanya itu.
"Jangan digigit pipinya." Kata Sabrina mengingatkan, lantaran suaminya itu suka sekali menggigit pipi Irzan karena alasan gemas. Masalahnya, kalau anaknya dalam kondisi sadar sih tak masalah, bocah itu pasti akan meresponnya dengan teriakan-teriakan girang. Tapi kalau dalam posisi tidur lalu pipinya digigit, pasti mengamuk.
Dio terkekeh, "Tau aja kalau mau aku gigit."
"Kebaca. Udah, tidur."
"Iya sayang."
Sabrina tersenyum.
Tangan sebelah kanannya bergerak bebas mengelus rambut Pramudio singkat untuk berlanjut membelai pipi tembam Irzan.
Dipandanginya ketiga laki-laki tampan itu dalam diam secara bergantian. Heran, ini kenapa mirip bapaknya semua sih? Gue dapet apanya sih? Dalam hati keheranan karena kedua putranya benar-benar seperti fotokopian Dio.
"Irzan, Shaqueel, Mama pinter kan nyariin kalian Bapak? Soalnya waktu Mama masih muda, nggak tau tuh omongan asal apa beneran, katanya, kalau mau anaknya cakep, harus cari suami yang cakep. Untung nemunya Bapak kalian, ya. Jadi nurun, nggak ada yang kebuang." Sabrina memulai sesi bercelotehnya karena merasa Pramudio telah kembali masuk ke alam mimpi.
"Iya sih harusnya Mama bersyukur, tapi itu loh... kenapa muka kalian plek ketiplek Bapak kalian banget sih? Apa karena Mama pas hamil suka emosian sama Bapak kalian, ya? Ya bagus sih sebenernya, jadi ganteng juga, cuma tolong lah kasih Mama porsi agak banyakan gituu."
Hmph.
Mata Sabrina membesar ketika sadar suara yang baru saja terdengar itu adalah suara Dio yang tengah menahan tawanya.
"Gak usah pura-pura tidur!" omel Sabrina mencubit lengan atas Dio keras.
Sontak, lelaki itu merintih kesakitan, "Ampun, ampun. Nggak pura-pura, cuma kamu aja yang tiba-tiba ngomong sendiri."
"Aku lagi ngomong sama anak-anakku."
"Ya tapi bawa-bawa aku."
Sabrina melirik Pramudio sinis, "Ya emang bapaknya kamu. Udah sana tidur lagi."
"Tapi yang, aku bersedia kok nyumbang benih sampe kita dapet yang mirip kamu."
"Yaudah kamu aja yang berojol kalau begitu!"
—SELESAI—
BONUS PIC: gambaran Shaqueel dan Irzan yang plek ketiplek bapaknya
***
TAMAAATT BENERAANN YEAAY!!! Makasih temen-temen yang udah baca cerita pertamaku disini, semoga berkesan yaah di hati kalian. Nggak nyangka bakal banyak yang baca cerita ini, padahal niat awal cuma mau ngeluapin isi otak aja, saking terlalu bucheen sm Sungjin jd kayaknya banyak terlintas ide-ide buat AU gitu wkwkwk. Emang penuh khayalan halu bocahnya. Sekalian ngilangin stres mahasiswa bangkotan, lumayan, dibanding gila sendirian YA KAAN.
BTWWWW, aku buat cerita baru, yang rencananya juga nggak bakal panjang kookkk. Long AU sesungguhnya bukan passionqu mwehehehe, jadi pengen sat set sot tamat gitu. Mampir yaahh ke profile akuuu, visualnya Brian judulnya June's Love Affair. ATAUUUU kalau masih kurang dan masih pengen AU Sungjin, boleh mampir ke twitter aku @Hellosungbri, konfliknya nggak berat2 tapii wkwkw jangan ngarep yg sekelas drama makjang krn aku belum mampuuu.
Dah segitu aja dah dulu, sampai jumpa di projek lainnya! Ciaooo~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirna | Park Sungjin AU
FanfictionSabrina takut jatuh cinta. Sabrina takut mengulang kisah lama. Gadis itu akrab dengan luka, berteman dengan sunyi. Rasanya seribu tahun pun tak cukup baginya untuk sembuh, hingga skenario Tuhan mempertemukannya dengan Pramudio. Hanya satu persoalann...