BONUS CHAPTER 3: Sah!

634 81 6
                                    

Perhatian! Konten dibawah diperuntukkan bagi 15+, yang belum harap kebijakannya HEHEHE.

******

Selepas janji suci pernikahan diucapkan lantang, disusul iringan doa bagi keduanya di masa-masa yang akan datang, tibalah saat untuk kali pertama, Sabrina mengecup punggung tangan Pramudio yang kini telah sah berstatus sebagai suaminya.

Gadis itu mengulas senyum tipis, menatap manik mata seindah hamparan langit malam itu dengan perasaan bahagia yang membuncah.

Diambilnya tangan kanan Dio perlahan. Suasana dalam gedung yang berada di bilangan Jakarta Selatan itu sunyi senyap, hanya terdengar bunyi shutter kamera yang memotret tiap momen indah pada hari bahagia mereka.

Dan Sabrina hampir saja merusak momen sakral itu jika saja ia tak dapat menahan tawa lantaran merasakan tangan Dio yang kelewat dingin. Laki-laki yang biasa berhadapan dengan puluhan orang yang berbeda setiap harinya itu nampak ciut dihadapkan dengan Emran yang padahal hanya sendiri hari ini.

Memang sejak semalam, Dio dihantam rasa gugup yang berkepanjangan. Berulang kali Sabrina mendapati lelaki itu mengatur nafasnya secara teratur. Terkadang pula Dio menggigit bibir bawahnya secara tidak sadar. Dan meskipun telah diberi riasan tipis-tipis oleh MUA, bibirnya masih saja terlihat pucat.

Sabrina mengelus pelan punggung tangan Dio menggunakan ibu jarinya sebelum dikecupnya lembut punggung tangan laki-laki yang besar diharapnya akan menjadi cinta terakhir dalam hidup sampai tutup usianya atau bahkan berakhirnya dunia.

Setelahnya, Dio langsung mendekap erat Sabrina tepat di hadapan seluruh tamu undangan yang kontan heboh akan aksi spontan Dio.

"Sehabis ini, cium ken—eh, Mas Dio belum ada yang nyuruh meluuk! Udah maju duluan aja nih," Athala yang hari ini bertugas sebagai MC berkomentar heboh sambil tertawa kecil. Mendengar celetukan Athala kontan membuat Dio perlahan menarik kembali dirinya seraya tersenyum malu.

Sedang Sabrina tertawa kecil sambil mengelus pelan lengan atas suaminya.

"Yaudah, tadinya sih saya mau banyak basa-basi dulu, tapi kayaknya Mas Dio nggak sabaran orangnya, maju deh nih selanjutnya cium." Lanjut Athala yang disambut gelak tawa para hadirin yang terdiri dari keluarga juga kerabat terdekat.

Datang pula Rania dan calon suaminya, Annisa dan Rio dengan anak pertama mereka yang berumur tiga tahun, serta teman-teman satu kantor Dio yang sejak datang tadi pagi sudah heboh sendiri.

Keduanya beradu tatap.

Sabrina mengulas senyum tipis, pun Dio yang melakukan hal serupa.

Lelaki itu memangkas jarak di antara mereka, lalu perlahan mendekatkan kepalanya.

Namun saat sudah dekat dengan kening Sabrina, tiba-tiba ia menoleh, "Bang Acha, ini cium doang nih instruksinya? Dimana aja boleh berarti?" tanyanya menaik-turunkan alis, tengah menggoda.

"WADUH."

"MC INSTRUKSINYA YANG JELAS DONG NIH."

"SESI INI NGGAK JOMBLO FRIENDLY BANGET DAH."

Pertanyaan yang diajukan Dio sontak mengundang reaksi dari para hadirin. Umumnya, para ibu-ibu memberi reaksi heboh sambil menepuk-nepuk lengan teman sebelah tempat duduknya, sekaligus teringat masa muda. Sedang, bapak-bapak nampak lebih kalem tapi diam-diam memberi dukungan serta semangat. Lain dengan anak-anak muda yang harap-harap cemas menanti jawaban MC.

"Yang buat dokumentasi sih kening doang. Yang nggak masuk dokumentasi terserah mau dimana juga," jawab Athala mengedipkan sebelah matanya.

Dio mengangguk sambil mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi.

Sirna | Park Sungjin AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang