"Berat nggak tas kamu?"
Pramudio secara tiba-tiba berhenti melangkah, menatap Sabrina yang nampak kebingungan karena out of nowhere, Pramudio menanyakan tasnya, "Tas ini?" Sabrina mengangkat sling bag hitam yang melingkar di tubuhnya ke arah Dio.
Lelaki itu mengangguk.
"Aku aja sini yang bawa," saran Dio mencoba mengambil alih sling bag hitam dengan tali rantai berwarna emas.
"Nggak usah, Mas Diooo. Lagian ini cuma ngisi sedikit kok, nggak se-berat tas belanjaan kalau lagi belanja bulanan." Tolak Sabrina menyembunyikan tasnya ke belakang.
"Aku tadi nitip kunci mobil sama kamu kan sekalian dompet."
Sabrina tertawa seraya mengelus lengan atas Pramudio ringan, "Nggakpapa. Udah biasa kok dititip-titipin gini, cowok emang suka begini,"
"Cowok? Siapa?" air muka Pramudio mendadak serius mendengar penuturan Sabrina barusan.
"Abang Aca." Jawab Sabrina nyengir lebar.
Pramudio mengembuskan nafasnya panjang, lalu mengacak-acak rambut Sabrina, "Kaget. Kirain siapa," ucapnya menarik sudut-sudut bibir membentuk senyum hingga matanya menyipit.
Hari ini, Sabrina mengajak Pramudio untuk pergi ke pusat perbelanjaan yang terletak di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Ia berniat membeli baju tuk keperluan acara pertunangan Annisa—kakak Rania, sahabatnya—yang akan digelar lusa.
Tanpa omongan maupun perencanaan sebelumnya, Sabrina minta ketemuan dengan Dio di mall selepas jam kerja lelaki itu berakhir. Untungnya memang hari ini pekerjaan Dio telah tuntas dikerjakan, jadi ia tak perlu lembur sehingga bisa menemani gadisnya yang tiba-tiba minta ditemani belanja.
Dio menanggalkan seragam kerjanya dan berganti dengan satu set pakaian yang kerap dibawanya di bagasi mobil, untuk jaga-jaga kalau ada sesuatu mendesak yang mengaruskannya berganti pakaian. Seperti ini contohnya. Yah, walaupun yang dipakai Dio pada akhirnya hanya kaus hitam polos dan celana jeans yang di bagian lutut robek-robek seperti habis tercakar.
Sepatu pantofelnya pun dilepas, diganti dengan converse putih yang baru saja dicuci oleh asisten rumah tangganya tempo lalu sehingga penampilannya kembali kinclong seperti saat baru dibeli.
Sabrina sampai geleng-geleng kepala melihat penampilan pacarnya yang benar-benar mengelabui umur. Mereka jadi terlihat seumuran sekarang.
Meski begitu, Sabrina tak protes, karena ketampanan Pramudio bertambah hampir satu juta kali lipat di sore menuju malam ini.
"Kesini, Mas Dio. Coba cari disini ya," Sabrina menarik tangannya yang bertautan dengan Pramudio. Lelaki itu dengan tenang mengangguk, pasrah dibawa kemana saja oleh gadisnya.
Setelah berputar-putar memilih mode dan ukuran yang cocok, Sabrina masuk ke fitting room.
Di depan fitting room disediakan sofa kecil, di mana Dio menunggu anteng.
"Gimana? Oke nggak yang ini?" beberapa menit berlalu, Sabrina keluar dari fitting room dengan dress panjang warna dongker bermotif bunga kecil.
Pramudio terdiam sejenak memproses sosok yang menampakkan diri tepat di hadapannya saat ini. Matanya mengerjap-ngerjap, masih terpesona.
Melihat respon Dio yang lambat membuat Sabrina kembali meneliti penampilannya. Gadis itu menunduk, mengedarkan arah mata ke seluruh bagian baju yang melekat di tubuhnya kini.
"Jelek ya?" gumam Sabrina yang sedikit merasa kecewa karena telah jatuh cinta dengan dress ini.
Pramudio menggeleng kuat, tangannya dilambai-lambaikan cepat, "Nggak! Suwer cakep banget! Aku ngelag dulu tadi ngeliatnya sori," tuturnya.
Sabrina menatap Dio penuh selidik.
"Ini kamu nggak bilang bagus-bagus aja biar kita nggak perlu ke toko lain kan?" tuduh Sabrina menunjuk Pramudio dengan telunjuknya.
Pramudio menggeleng, "Sabiw, aku ini orang paling jujur se-planet bumi," akunya tersenyum lebar.
Senyum Pramudio itu menular. Melihat Dio tersenyum tak ayal membuat Sabrina ikut tersenyum. Manik matanya yang berbinar dipadukan dengan bibir tipis yang melengkungkan senyum manis itu selalu membuat Sabrina merasa yakin setelahnya.
"Aku nggak keberatan kok kalau kamu mau nyari di tempat lain. Ayo, aku temenin sampe dapet," ucapnya terdengar bersungguh-sungguh.
Pipi Sabrina bersemu merah. Haish, sudah jadi pacar saja masih suka buat salah tingkah!
"Nggak perlu deh kayaknya, ini aku udah naksir banget. Susah lepasnya kalau aku udah naksir." Tolaknya dengan wajah cerah.
"Kamu naksir nggak sama aku?"
Sabrina menautkan kedua alisnya, "Apasih, orang aku lagi ngomongin baju!"
"Ya jangan naksir sama baju doang, aku juga mau, biar susah dilepas."
Sabrina menangkup kedua pipi tembam Dio lalu memain-mainkan layaknya squishy tanpa berucap sepatah katapun. Lebih baik ia bungkam, ketimbang bersuara tapi ngawur akibat salah tingkah, lagi.
"Jadi yang ini aja ya?" Sabrina mengembalikan pembahasan pada baju yang hendak dibelinya.
Dio mengangguk mantap.
"Aku baru pertama liat kamu pake dress. Cakep banget ternyata," puji Dio tanpa malu-malu.
Sabrina tersenyum kecil, "Hehe makasih deh,"
"Kayaknya kalau beli cuma satu kurang nggak, sih? Kamu mau beli semua motif disini nggak?" ujar Dio mulai aneh-aneh.
"Ish! Jangan aneh-aneh deh, uangku cuma cukup buat beli satu. Aku nggak mau jadi boros lagi,"
"Kalau pake uangku mau beli sama toko-tokoknya nggak?"
"Mas Dio beneran aku tinggal ya kalau masih ngelantur."
"Maaf hehe, tapi jujur emang cantik banget,"
Sabrina memalingkan wajahnya. Nampaknya ia mesti meminta maaf pada jantung karena semenjak kenal Pramudio, sampai jadi pacarnya, jantung mesti bekerja ekstra.
Tak lama, Sabrina keluar dengan baju yang tadi dicoba tersampir di bahu, "Yuk, bayar." Ajaknya pada seorang laki-laki yang asyik menonton video mukbang di youtube.
Pramudio beranjak lalu menggenggam tangan Sabrina erat.
"Eh iya, Mas Dio punya kemeja dongker kan?"
"Hmm bentar, mikir dulu..." Pramudio terdiam, "Ada. Cuma udah lama sih belinya, agak ngepas sekarang kayaknya."
Sabrina manggut-manggut, "Masih muat tapi kan?"
"Masih."
"Yaudah, lusa pake itu aja ya, kalau masih muat mah dipake dulu yang ada."
"Tapi kayaknya bagian lengan atasnya udah ngepas banget deh."
Kaki Sabrina berhenti melangkah, "Eh, konon katanya kalau ngepas-ngepas tuh nggak baik bagi sirkulasi darah. Mas Dio mau beli baru nggak? Kasian sesek nanti Mas Dio nggak nyaman pasti," tawar Sabrina tersenyum meyakinkan.
Pramudio tertawa renyah, "Boleh deh, yuk."
Never in a million years Sabrina rela membagi pemandangan bisep Pramudio dengan gadis lain di dunia. Pada pertemuan awal mereka saja Sabrina sampai hampir kehilangan kewarasannya, padahal ia termasuk gadis yang acuh pada lawan jenis.
"Mas Dio biasa pake ukuran apa?" Sabrina menelusup, meneliti setiap ukuran yang menempel di dekat kerah baju, mencari ukuran yang pas untuk Pramudio.
"Kalau mau ngepas pake L, kalau longgar XL."
"Oke, XL."
***
POSSESSIVE GIRLFRIEND CHEECK
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirna | Park Sungjin AU
FanfictionSabrina takut jatuh cinta. Sabrina takut mengulang kisah lama. Gadis itu akrab dengan luka, berteman dengan sunyi. Rasanya seribu tahun pun tak cukup baginya untuk sembuh, hingga skenario Tuhan mempertemukannya dengan Pramudio. Hanya satu persoalann...