-
-
-
-
-***-
Hampir jam 9 lewat, Enzy belum berniat menutup novelnya. Netranya masih setia mengabsen deretan kata di atas kertas. Berusaha untuk fokus pada setiap kalimat yang ia baca.
Sangat sulit memfokuskan pikiran saat ada seseorang di sekitar kita, terlebih orang tersebut luar biasa usil. Yaksa boleh memiliki muka sangar nan tegas, tubuh yang tegap menakutkan. Tapi bagi Enzy, untuk saat ini, detik ini, menit ini, Yaksa tidak lebih dari pengganggu.
Mengingat keadaannya yang tidak begitu baik, mungkin Enzy sudah menendangnya keluar dari kamar, melemparnya dari tangga lantai dua, agar meninggal karena pendarahan hebat.
Jika sebelumnya Enzy berada di atas kasur, sekarang gadis itu tengah berada di Shofa dengan kepala Yaksa berada di pangkuannya. Ntah sejak kapan laki-laki itu menjadi sangat manja.
Dari tadi Yaksa terus bergumam tidak jelas, dan itu berhasil membuat Enzy kehilangan fokus berkali-kali. Tanganya terus menoel-noel sampul buku yang menutupi wajahnya, Enzy berhenti membaca, menutup bukunya lalu meletakkan di atas meja.
"En" panggil Yaksa pelan.
"Hmm"
"sakit" lirihnya
"yang mana?"
"semua, semuanya sakit" keluhnya, perlahan ia memejam, tangan kanannya terangkat, lalu digunakan untuk menutupi kedua matanya.
Enzy sedikit terpaku saat hall yang tidak pernah ia bayangkan akan melihatnya, air mata. Yaksa, laki-laki itu menangis.
"Kerumah Sakit?" tawar Enzy, tapi Yaksa menggeleng
"Nyaman" gumamnya, seingat Enzy, sudah beberapa kali ia mendengar Yaksa menggumamkan hall yang sama, ia tidak mengerti apa yang dmaksud laki-laki itu, jadi ia memilih untuk tidak menggubrisnya.
"lo membuat gue nyaman" gumamnya lagi.
Perlahan, Yaksa menurunkan lengannya, mengusap kedua matanya dengan jari-jari tangan. Ia bangun, duduk menyila menghadap Enzy yang sedang menatapnya penuh tanya.
Yaksa tersenyum, tatapannya teduh matanya memerah karena menangis.
Tidak terpikirkan sebelumnya, jika orang seperti Yaksa bisa terlihat begitu menyedihkan. Bukan tentang luka-luka ditubuhnya, tapi ada hall lain yang mampu membuatnya begitu pasrah dan merasakan sakit yang teramah dalam.
"Lo orang pertama selain mama, yang pernah liat gue sepasrah ini" ucapnya sembari terkekeh
"kamu kangen sama mama kamu?" tebak Enzy, Yaksa mengangguk.
Yaksa tidak mengira akan menemukan kembali apa yang selama ini hilang dari kehidupannya, Kenyamanan. Yaksa tidak pernah merasa senyaman ini bersama orang lain selain Ibunya.
Enzy dan Yaksa memiliki pola permasalahan yang sama, keluarga dan ayah, tapi sebab dari keduanya berbeda. Yaksa memutuskan pergi dari rumah setelah mengetahui fakta bahwa adik yang selama ini ia sayangi bukanlah adik angkat, melainkan adik tiri beda ibu.
Fakta itulah yang membuatnya tidak bisa hidup dengan sang ayah. Yaksa sangat menyayangi ibunya, dan sang ibu sangat mematuhi dan mempercayai suaminya. Mau sebesar apa usaha Yaksa untuk membuat ibunya mengerti, yakinlah, Yaksa akan menjadi pihak yang salah.
'jangan membuat mama, memilih antara kamu dan papamu, Nak' ucap sang mama kala itu.
Dengan kuasanya mudah saja jika Yaksa ingin menghilangkan sang ayah dari dunia ini, tapi tidak. Yaksa bukan tipikal penyalah guna kuasa, terlebih dia tidak bisa membunuh sang ayah karena mamanya sangat mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness Light
Mystery / ThrillerAntara Hitam dan Putih, Gelap dan Terang, Salah dan Benar Aku sedang berusaha berada diantara keduanya. 'Enzy' Setelah menetap 4 tahun di negara Hitler. Ia memutuskan untuk kembali pulang guna mengusut kematian sang ibunda yang menurutnya janggal. ...