Bab 23

258 27 0
                                    

Renata mendekat sambil tersenyum memandang pria paruh baya yang bersama Wisnu. Dia mengulurkan tangannya sembari Wisnu berkata, “Ini pamanku Harsoyo Lukman.”

Senyum di wajah Renata membeku. Dia menatap tajam pria setengah baya itu.

Harsoyo Lukman menatapnya heran.

Wisnu pun heran melihat perubahan raut wajah Renata. “Renata, ada apa?”

Renata menatap lurus Harsoyo Lukman tepat di manik matanya.

“Apakah Anda Harsoyo Lukman yang telah meninggalkan seorang istri dan anak dalam  kandungannya dan menuduhnya sebagai hasil dari perselingkuhan?” Renata bertanya dengan suara lirih tapi tajam.

Harsoyo Lukman bagai disambar petir. Wajahnya memucat dan mulutnya mendadak kaku tak sanggup bicara. Ia hanya mampu menatap gadis di hadapannya. Memandang garis hidung, mata, bibir dan alisnya. Semua adalah duplikat dirinya dalam versi perempuan.

Susah payah ia membuka mulutnya, “K..kkau...ann..nak...”

Saat itu pintu terbuka dan seseorang masuk tanpa rasa bersalah.

“Papa! Ternyata sudah sampai di sini?” Lalu menengok seseorang yang ada di depan ayahnya. “Renata?” Kemudian ia baru menyadari ketegangan di situ. “Ada apa sih?”

Seorang wanita paruh baya menyusul masuk. “Yudha, Wisnu, Mas! Siapa ini? Ada apa?”

Renata masih tetap memandang Harsoyo Lukman tajam. Wisnu merangkulnya meskipun ia tidak mengerti juga.

“Anda terkejut Tuan Harsoyo Lukman? Anda tidak menyangka kan kalau saya dilahirkan? Anda tidak pernah bermimpi bahwa saya ada. Anda tidak tahu saya ada dan Anda tidak mau tahu! Anda tidak mau tahu saya hidup atau mati. Anda tidak ingin tahu saya bahagia atau tidak. Sejak saya dalam kandungan, Anda sudah menyangkal saya. Tapi sekarang saya ada di sini, berdiri di depan Anda! Nikmatilah rasa bersalah Anda mulai dari sekarang Tuan Harsoyo Lukman yang terhormat!”

Renata bergegas meraih kamera dan tasnya lalu pergi sebelum semua yang ada di ruangan itu sadar. Dia masuk lift dengan wajah datar. Tidak ada air mata di wajahnya. Dia sendiri tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya setelah bertemu dengan ayah kandungnya. Ayah yang tidak pernah ia kenal wajahnya. Ayah yang tidak pernah mengakuinya.

Wisnu yang tersadar menghambur keluar berusaha mengejar. “Renata!” Namun Renata sudah ditelan pintu lift yang membawanya turun. Ia berlari ke lift yang satu dan lift barang, semua sedang digunakan. Wisnu mondar- mandir frustasi. Ia baru saja bertemu Renata dan sekarang gadis itu pergi.

Wisnu kembali ke ruangannya dan didapatinya pamannya masih berdiri di tempatnya dihujani pertanyaan oleh anak dan istrinya.

Wisnu menuju ke mejanya dan menelepon, “ Kalian jika melihat seorang gadis membawa ransel dan kamera, memakai celana jins dan blus biru, cegah dia jangan sampai pergi!”

“Tapi Tuan, gadis itu baru saja naik taksi sebelum...”

“Arrgh...!!” Wisnu berseru sambil membanting gagang teleponnya. Dia mengacak-acak rambutnya dan mengusap kasar wajahnya. Dia duduk di tepian meja kerjanya.

Harsoyo Lukman sudah dipandu istrinya untuk duduk. Yudha berdiri di samping Ayahnya dengan raut tak mengerti.

Wisnu melipat tangannya di dada.

“Sebenarnya ada apa Paman? Apa hubungan Paman dengan Renata?”

Pamannya mengangkat wajah dan memandang Wisnu. “Jadi namanya Renata?”

Wisnu mengangguk. “Ya. Renata Chandrasari.”

Tiba-tiba Harsoyo Lukman tersedu. Ketiga orang lainnya saling berpandangan tak mengerti. Lalu ia menghadap istrinya dan bersimpuh sambil menagis. “Maaf Maya, maaf!”

“Papa ini kenapa sih? Kita di sini tidak mengerti Pa! Tolong Papa jelaskan!” ujar Yudha tak sabar.

“Betul Paman. Tolong ceritakan dengan gamblang apa yang sebenarnya terjadi?” kata Wisnu.

Harsoyo Lukman menghela nafas. Ia menatap istrinya lagi. “Maafkan aku Maya.” Istrinya hanya diam.

“Dulu, sebelum bertemu denganmu, sebenarnya aku sudah menikah. Lalu aku bertemu denganmu, dan langsung jatuh hati. Aku tergila-gila padamu.” Ia berhenti sejenak. Istrinya menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut.

“Lalu saat mengetahui kau hamil, aku ingin menceraikannya agar bisa menikahimu. Ternyata dia juga hamil. Empat bulan menurut pengakuannya waktu itu. Aku tidak bisa menceraikannya begitu saja karena dia hamil. Dia tidak tahu jika aku berhubungan denganmu Maya. Aku harus mencari cara agar bisa menceraikannya dan segera menikahimu. Lalu...” Harsoyo Lukman terisak lagi lebih keras. “Aku menuduhnya berselingkuh dan mengandung anak hasil perselingkuhan.”

Ketiga orang lainnya sangat terkejut. Mereka tidak menyangka orang yang mereka hormati bisa berbuat sekeji itu.

“Aku meninggalkannya dan menceraikannya. Aku mengatakan padanya bahwa aku tak sudi memberikan namaku pada anaknya. Sejak itu aku tidak pernah lagi berjumpa dengannya atau anaknya. Aku sama sekali melupakannya. Aku melupakan anak itu, sedikit pun tak pernah memikirkannya. Maafkan aku Maya,” isaknya semakin menjadi.

Yudha menghantam tembok dengan tangannya hingga terluka.

Maya menepis suaminya yang berusaha meraihnya. Ia menjauh dan menangis.

“Maya maafkan aku,” rintih suaminya.

“Kenapa Mas begitu kejam? Mas membuatku memisahkan seorang anak dari ayahnya. Anak itu tidak berdosa Mas! Dia tidak pernah minta dikandung dan dilahirkan! “tangis Maya pilu.

“Maafkan aku,” isak suaminya.

“Kalau Mas ingin kumaafkan, cari anak itu! Minta maaf padanya! Kalau perlu Mas sujud di kakinya! Kalau dia belum memaafkan Mas, aku juga tak akan memaafkan Mas!”

Maya menghentakkan kakinya dan berlalu dengan hati hancur.

“Jadi aku dan Renata kakak beradik Pa?” tanya Yudha. Ayahnya mengangguk. “Dia yang sudah menolong mama di pesawat waktu mama kena serangan jantung. Dia yang menolong mama supaya bisa bertahan. Waktu itu aku panik. Kalau tidak ada dia , mungkin mama sudah tidak ada Pa.”

Harsoyo Lukman makin tergugu dalam tangis penyesalan.

“Lalu siapa sebenarnya mantan istri Paman? Renata sama sekali tidak pernah menyebutkan orang tuanya, “ tanya Wisnu.

“Namanya Widuri. Widuri Herawati.” Jawab pamannya.

Wisnu terlonjak berdiri dari duduknya. Ia mengepalkan tangan meninju mejanya. “Kalian berdua orang tua tak bermoral!” umpatnya geram. “Widuri juga tidak pernah menyebutkan anak pertamanya. Yang dia sebut hanya anak dari perkawinan keduanya.”

Wisnu duduk di hadapan pamannya, memandangnya dengan tatapan mengintimidasi.

“Paman, anak Paman yang tidak Paman akui keberadaannya, dia seorang poliglot. Ketika sekolah dia dua kali lompat kelas. S-1 nya ditempuh hanya dalam 3 tahun dan S-2 dalam 3 semester dan lulus pada usia 20 tahun. Bandingkan dengan anak Paman yang itu!” Wisnu menuding Yudha dengan jari telunjuknya.

 “Renata tidak manja, dan dia mandiri. Aku terkejut dia ternyata menyimpan begitu banyak luka, tapi ia menyembunyikannya dengan sangat baik. Dia tegar. Sekarang aku mengerti mengapa dia begitu suka menghilang, pergi tanpa kabar, terbang bebas seperti burung. Karena dia merasa tidak ada yang menunggu kepulangannya. Dia selalu merasa tidak diinginkan. Pertama oleh ayahnya, lalu oleh ibunya. Mungkin ibunya melihatnya sebagai kenangan pahit atas semua yang sudah paman lakukan. Apalagi kulihat kalian sangat mirip...”

Kenan muncul di pintu. “Tuan, kami sudah tahu  tempat Nona Renata menginap. Malam ini juga Nona Renata akan terbang ke New York.”

Wisnu melihat arlojinya. “Baik! Antarkan aku kesana!”

“Wisnu, aku ikut!” Harsoyo Lukman memohon.

“Lebih baik jangan sekarang Paman. Renata pasti butuh waktu untuk menerima Paman.” Lalu ia berkata pada Yudha, “Dan kau harus mewakili aku untuk meeting dengan walikota. Jangan kalah dengan saudarimu, dia hebat dalam hal ini.”

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang