Bab 3

387 31 0
                                    

“Kak, besok bunda pulang. Kita diminta bunda datang ke Ritz,” Jovanka berkicau saat Renata baru saja masuk rumah.

“Pulang atau berkunjung?” tanya Renata. Pelan, tapi Jovanka menangkap nada getir di sana.

“Kalau pulang itu ke rumah,” kata Renata lagi.

Widuri punya sebuah rumah besar dan mewah yang dulu ditinggalinya bersama anak-anak. Setelah ia mengejar karirnya keluar negeri, kedua anaknya masih tinggal di sana bersama para pelayan. Dia mengunjungi anak-anaknya sebulan sekali. Setelah Renata bekerja dan memiliki rumah sendiri, ia memutuskan keluar dari rumah besar itu. Jovanka memutuskan tinggal bersama kakaknya karena tidak ingin tinggal sendiri hanya bersama para pelayan.

Setelah anak-anaknya besar, Widuri semakin jarang pulang. Jika datang pun ia akan menginap di hotel, bukan pulang ke rumahnya. Kadang jika rindu, Jovanka akan menyambanginya ke Singapura. Tapi tidak dengan Renata. Hubungannya dengan ibunya bisa dibilang dingin meskipun sebenarnya ia mencintai wanita yang telah melahirkannya itu.

“Besok malam kakak ada acara. Kau datanglah ke Ritz sendiri, temui bunda,” kata Renata lagi.

“Bunda bilang ada urusan penting sama kakak,” sahut Jovanka. “Karena itu bunda ingin kakak menemui bunda.”

Renata diam. Dia masuk kamarnya. Dia lelah dengan sikap bundanya. Sebagai ibu, Widuri tidak pernah menujukkan perhatiannya pada Renata. Tidak pernah menanyakan kabarnya, tidak ada pujian atas prestasinya, tapi bila dia memerlukan, Renata harus datang dan memenuhi keinginannya.

Ketika Renata lulus sekolah sebagai lulusan terbaik, Widuri tidak mengucapkan selamat. Datang pun tidak ia pada pesta kelulusan anaknya. Ketika Renata lulus S-1 dan S-2 lebih cepat pun ia sama sekali tak memberi apresiasi.

Lama kelamaan Renata semakin terbiasa diabaikan. Dia tahu dirinya membuat bundanya teringat pada ayahnya yang meninggalkannya dalam keadaan hamil, bahkan tidak mengakui anak dalam kandungannya. Itulah sebabnya Renata tidak pernah menyandang nama ayahnya di belakang namanya dan tidak pernah menyebutkan nama orang tuanya di setiap data-data resminya.

Berbeda dengan Jovanka, karena meskipun ayah dan ibunya bercerai, Jovanka sangat disayangi papanya. Mereka sering bertemu meskipun hanya setahun sekali. Papa Jovanka juga sering menelepon dan mengiriminya hadiah.

Kenan menyambut para tamu tuannya dengan ramah. Kevandra datang dengan seorang wanita cantik dengan gaun yang indah. Wanita itu terlihat sangat lembut dan rapuh. Kevindra datang dengan seorang wanita juga yang diperkenalkan sebagai teman dekatnya, bukan kekasih seperti wanita yang bersama Kevandra. Mereka berempat datang hampir bersamaan.

Tuannya datang kemudian, dengan setelan jas hitam dan kemeja hitam tanpa dasi. Ia menyambut tamunya dengan berbasa-basi sepantasnya.

Yang terakhir datang adalah Renata. Ia tampil elegan dengan dres hitam selutut lengan pendek berleher sabrina. Rambut sebahunya digerai lepas. Riasannya sangat sederhana, tidak mencolok dibanding kedua wanita lainnya. Namun ia kelihatan lebih segar dibanding keduanya.

Ternyata sejenak kemudian datang lagi seorang wanita cantik bertubuh semampai dengan gaun merah yang mewah dan menawan. Riasan dan semua yang melekat di tubuhnya sangat serasi. Wisnu menyambutnya dengan senyum lebar.

“Perkenalkan, ini calon istri saya, Diana,” katanya.

Mereka berbasa-basi sejenak, kemudian makanan pembuka mulai dihidangkan.

Wisnu adalah tuan rumah yang baik. Ia menjamu tamunya dengan baik dan sopan sehingga tamunya merasa nyaman. Ia juga sering melontarkan joke -joke yang membuat obrolan lebih hidup. Untuk yang satu ini ia sangat cocok dengan Kevindra. Tidak ada obrolan bisnis kali ini. Semua murni jamuan makan malam persaudaraan menurut istilah Wisnu.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang