Bab 26

260 30 0
                                    

Janet berulang kali memandang anak tirinya. Gadis itu terlihat bingung dan gelisah.

“Jo, kau baik-baik saja?” akhirnya ia memutuskan untuk bertanya. Mereka sedang makan malam. Namun hanya berempat. Jovanka, Janet dan kedua putri kembarnya.

“Dari tadi kau hanya mengaduk-aduk makananmu,” tegurnya. “Kau bisa bercerita padaku kalau kau mau.”

“Tadi ada yang meneleponku,” kata Jovanka memulai. “Asisten Tuan Wisnu dari Angkasa Grup. Katanya Tuan Wisnu ingin bertemu denganku.”

“Lalu apa yang kau takutkan?”

“Aku tidak mengenal Tuan Wisnu ini. Mengapa ia ingin bertemu? Untuk urusan apa?”

Janet mengerti. “Kau bisa minta papamu untuk menemani. Atau kalau kau mau, aku akan menemanimu.”

“Sungguh?” wajah gadis itu berseri-seri sekarang. Janet mengangguk.

Jovanka memeluknya. “Terima kasih Janet!”

♤♤♤

“Tuan, Nona Diana ingin bertemu,” itu suara sekretarisnya dari interkom.

“Suruh dia masuk!”

Sejenak kemudian Diana masuk dengan anggun meskipun wajahnya nampak kesal.

“Apa-apaan ini Sayang?!! Mengapa untuk bertemu denganmu aku harus minta ijin sekarang?” katanya dengan nada protes.

“Aku memerintahkan begitu,” jawab Wisnu dengan acuh.

Diana mengerutkan kening.  “Ada apa? Mengapa tiba-tiba?”

Wisnu tidak menjawab. Ia hanya mengeluarkan lukisan yang dibelinya beberapa waktu yang lalu dari Diana.

“Ada apa?” Diana bertanya heran.

“Seseorang mengenali ini adalah lukisan temannya, seorang pelukis jalanan di kota London. Kau bisa memberi penjelasan?”

Diana terkejut. “Tidak mungkin!” dia kelihatan gugup. “Ini lukisanku. Aku melukisnya sendiri. Memang aku melukisnya waktu berada di London.

Wisnu sengaja tidak menyebut nama Renata dan Miguel. Bahkan identitas pelukis dia tutup dengan tangannya waktu ia menunjukkannya pada Diana.

“Di setiap lukisanku ada tanda tanganku. Kau tahu sendiri ciri khasku.” Diana masih bertahan. “Mungkin temanmu salah mengenalinya dengan lukisan lain yang mirip.”

“Tapi temanku itu sangat yakin. Ia sangat menyukai lukisan itu sehingga memotret lukisan itu bersama pelukisnya.”

Wisnu bicara beberapa saat di telepon, lalu Kenan datang membawa sebuah amplop coklat yang diberikannya pada atasannya.

Dari dalam amplop itu Wisnu mengeluarkan beberapa lembar foto. Itu adalah foto dari file yang dikirimkan oleh Renata dan sudah dicetak oleh Kenan.

Foto-foto itu dilemparnya ke atas meja di depan Diana. Diana meraih foto-foto itu dengan tangan gemetar. “Tidak mungkin,” desisnya. “Itu pasti seseorang yang ingin menghancurkan reputasiku.”

“Oya?” tanya Wisnu sinis. “Pria ini bernama Miguel Castro. Dan kurasa dia pelukis asli lukisan ini.”

Dengan dramatis Wisnu membuka identitas pelukis yang sejak tadi ditutupinya. “Aku sudah meminta seorang kurator untuk memeriksa keaslian lukisan dan mendapati identitas pelukis asli ditimpa dengan identitas palsu.”

Diana membelalakkan matanya, tidak menyangka Wisnu sudah menyelidikinya sejauh itu.

“Sayang, aku...aku bisa jelaskan,” kata Diana terbata-bata.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang