Bab 29

388 35 1
                                    

“Halo Putri Tidur! Nyenyak tidurmu?” sapa Wisnu. Wajahnya tampak lelah tapi matanya berbinar.

Renata tersenyum tipis. Entah apa yang dipikirkannya, ia memang merindukan jutawan aneh ini.

“Kau lelah?” tanyanya sembari memandang wajah lelah Wisnu.

“Ya. Lelah memikirkanmu,” jawab Wisnu.

“Kalau begitu berhenti memikirkanku.”

“Jangan lari lagi, maka aku tak akan merasa lelah.” Wisnu mengusap pipi Renata. “Besok kita akan pulang. Dokter sudah mengijinkan.”

“Aku tidak punya tempat untuk pulang. Aku tidak punya rumah kalau kau lupa.”

“Kau yang lupa. Bukankah sudah kukatakan aku menunggumu? Sekarang aku menjemputmu karena kau tak kunjung pulang.”

Renata mengerjapkan matanya yang tiba-tiba basah. Dipalingkannya wajahnya sehingga sekarang ia melihat keluar jendela.

“Kau memang jutawan aneh!” sungutnya. “Kau keras kepala. Kau bisa mendapat yang lebih baik. Tidak perlu menunggu, tidak perlu mencari dan tidak perlu menjemput. Aku dan semua yang ada padaku, tidak akan sebanding denganmu. Bagaimana jika orang tahu aku ini siapa? Mereka akan mencemoohmu! Kau lebih baik jika aku tidak di sisimu.”

Wisnu menatap Renata tajam.

“Begitu menurutmu?” ujarnya dingin. “Kau tidak tahu selama setahun mencarimu hidupku pincang. Sebelum kau pergi, aku merasa hidup hanya dengan memikirkan akan memberikanmu kejutan apa? Hadiah apa yang akan kuberikan padamu. Kau tidak meyukai perhiasan mahal atau barang-barang bermerk. Aku harus menggali kreatifitasku untuk memberimu sesuatu. Itu membuatku bergairah. Aku merasakan debaran jantungku saat menunggu reaksimu, apakah kau menyukai hadiahku atau tidak.”

Renata termangu. Ia masih melihat keluar jendela. Ia bisa merasakan Wisnu menggenggam tangannya lebih erat.

“Bukan hal mudah bagiku untuk bisa mencintai seseorang. Aku sudah pernah dikhianati. Banyak orang datang kepadaku namun tidak melihat ke arahku. Para wanita biasanya hanya melihat apa yang kumiliki. Tapi kau melihatku tepat di hatiku. Membuatku nyaman dan tak ingin pergi. Aku merasa kuat dan lengkap karena kau membuatku menyadari bahwa aku ini terdiri juga dari badan dan jiwa, bukan hanya seonggok uang dan kekayaan.”

Wisnu meneruskan. “Aku akan terus menunggumu bila kau pergi, mencarimu bila kau menghilang dan akan menjemputmu bila kau membutuhkanku. Kita akan saling menguatkan. Pegang tanganku, kau takkan sendiri lagi.”

Renata berusaha duduk. Wisnu menegakkan tempat tidur dan menyusun banyak bantal agar Renata merasa nyaman. Sekarang dia bisa memandang Wisnu lebih jelas. Pria itu mencium tangannya yang dipasangi infus.

Mereka saling memandang dan berdiam diri.

Sorenya ada seorang pria sedikit lebih tua dari Wisnu datang. Wisnu mengatakan dia adalah dokter bedah yang akan merawatnya nanti. Dokter itu hendak menemui dokter yang merawatnya di sini. Renata terheran-heran karena Wisnu ternyata sudah memikirkan semuanya.

Menjelang malam Albert Wu dan Akio Watanabe datang bersama Rachel. Renata senang melihat Rachel karena sudah lama mereka tidak ditempatkan dalam satu kelompok.

Karena Albert Wu adalah seorang mahasiswa tingkat master asal Singapura, dia segera mengenali Wisnu, seorang pengusaha yang cukup berpengaruh di Singapura.

“Senang berjumpa Anda Tuan Wisnu,” sapanya. Lalu mereka ditambah Akio Watanabe, bercakap-cakap di luar ruangan.

Rachel menemani Renata.

“Renata, siapa dia? Dia sangat tampan,” ujar Rachel. Renata memandang Wisnu yang sedang berbincang dengan kedua temannya. Pria itu berdiri dengan posisi tegak lurus dari arah Renata berbaring, jadi hanya terlihat bagian samping wajahnya. Begitu pun ia kelihatan sangat tampan.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang