Bab 12

228 28 0
                                    

Seminggu sekali Wisnu rutin mengirimkan karangan bunga pada Renata. Gadis itu dengan senang hati menerimanya. Kevin selalu mempertanyakan maksud dan tujuan Wisnu mengiriminya bunga. Renata sendiri tidak tahu tujuan Wisnu melakukannya. Renata tidak bisa bertanya karena ia tidak pernah lagi bertemu Wisnu sejak malam itu. Terhitung sudah tiga bulan mereka tidak bertemu. Wisnu juga tidak pernah menghubunginya. Dan Renata juga tidak pernah ambil pusing.

“Jujur deh. Apa yang sudah kamu sembunyikan dari kami?” todong Kevin suatu kali. Ketika itu ia berada di ruang meeting setelah pertemuan ke sekian kali dengan pihak Angkasa Grup. Kerja sama perusahaan mereka tetap berjalan baik. Namun sekarang bukan Wisnu sendiri yang datang melainkan seseorang yang mewakilinya. Kadangkala Kenan yang datang, kadang orang lain.

Hari ini Kenan yang datang mewakili atasannya. Selain mengurus bisnis, ternyata ia juga menyampaikan pesan pribadi atasannya untuk Renata. Ia menerima amplop besar berisi undangan grand opening hotel milik Angkasa grup di Wellington Selandia Baru lengkap dengan tiket pesawat beserta gaun dan sepatu yang harus dipakainya saat menghadiri gala dinner. Renata sendiri sampai melongo menerimanya.

“Kamu pacaran sama dia Renata?” ini suara Andra yang bertanya.

“Tidak,” jawab Renata pendek.

“Lalu ini?” Kevin menunjuk semua yang diberikan Kenan tadi.

“Kami cuma teman,” Renata bertahan dengan jawabannya.

“Seorang teman begini?” kejar Kevin lagi.

“Mungkin memang begitu cara dia memperlakukan teman-temannya,” jawab Renata.

“Sulit dipercaya! “ ujar Kevin sarkas. Andra ikut mendengus.

“Aku mesti jawab apa? Kalian ingin aku menjawab apa kalau aku mengatakan yang sebenarnya kalian tidak percaya juga? Terserah kalian berpikir apa soal aku dan Pak Wisnu.” Renata pusing sendiri dengan sikap kedua bosnya ini. Mengapa mereka mendadak jadi kepo begini?

Kevin masih menatap Renata tajam, tapi lalu berlalu menuju ruangannya.

Renata membereskan berkas-berkas yang digunakan saat meeting tadi. Saat hendak keluar ia baru menyadari  Andra masih ada di situ.

“Kamu masih di sini?!” seru Renata terkejut melihat Andra masih berdiri di belakangnya, menatapnya tajam.

Renata meraih berkas-berkasnya dan bermaksud keluar. Andra mencekal lengannya dan menahannya.

Gadis itu terkejut. Aura gelap meliputi wajah Andra.

“Apa hubunganmu dengannya? Jawab Renata! Kamu pikir aku percaya dengan omong kosongmu tentang pertemananmu itu!” Andra diliputi emosi dan cemburu.

“Lepaskan Ndra! Ini sakit!” seru Renata dengan suara tertahan. Ia merasa lengannya sakit karena cengkeraman Andra.

“Apa kamu merayu dia hah?!”

Renata terperangah. Ia tak menyangka tuduhan semacam itu keluar dari mulut Andra, teman yang sudah mengenalnya sejak kecil.

Ia menatap Andra dengan mata berkaca-kaca. Disentakkannya lengannya dalam satu hentakan agar terlepas dari cengkeraman Andra. Dibawanya barang-barangnya dan berlari keluar. Hatinya sangat sakit.

Memang, sesakit-sakitnya menerima perkataan buruk, lebih menyakitkan bila kita menerimanya dari orang terdekat kita yang sangat kita percayai.

Sepeninggal Renata, Andra merasa makin frustasi. Ia sadar telah melakukan kesalahan. Tadi ia begitu diliputi amarah dan cemburu sehingga berlaku kasar dan tak sadar melontarkan tuduhan yang tak berdasar.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang