24. Bawa Pulang si Kucing Garong

3.1K 386 99
                                    

Kalau kau bertanya pada Minho ; siapa orang yang paling disegani olehnya? Ia akan langsung menjawab Papa. Tidak ada siapapun yang mau membuat pria paling tua di rumah tersebut marah. Minho yang dikenal cuek pun bisa berubah total bila harus berhadapan dengan Papa yang sedang marah.

Papa memang tegas, tapi bukan berarti Papa adalah sosok yang galak dan suka berlaku kasar kepada anak-anaknya. Malah Papa sangat baik, dia juga sering sekali bergurau dan melontarkan bercandaan yang jujur saja—sebenarnya tidak ada lucu-lucunya sama sekali.

Minho itu mirip sekali dengan Papa, katanya. Semuanya bilang begitu. Mulai dari Kakek dan Nenek, sampai Mama dan kedua saudaranya sendiri, semuanya setuju kalau Minho ini mirip sekali dengan Papa. Ditambah Changbin juga berkata kalau tingkah aneh Minho pun pasti turunan dari Papa juga. Minho, sih, tidak setuju dengan itu. Tapi itu tidak penting.

Minho itu keras kepala. Papa juga. Salah satu alasan mengapa Minho sangat takut saat Papa sedang marah padanya adalah karena di saat beradu mulut, perdebatan keduanya pasti selalu berakhir tidak baik.  

"Lee Minho, sudah berani bohong pada Papa?"

Sial, sial, sial. Napas lelaki remaja itu tersengal. Jantungnya berdegup kencang sampai-sampai dia hampir saja tidak bisa mendengar jelas perkataan si lawan bicara. Seumur hidupnya, Minho tidak pernah melihat sosok ayahnya sekaku dan semarah seperti sekarang. Bahkan ketika proyek pekerjaannya gagal pun, Papa selalu berusaha mengatasinya dengan tenang. Dan ia tahu kalau Papa tidak bersikap setenang biasanya, maka ia dalam masalah besar.

"Kalaupun aku berkata jujur, Papa pasti malah akan melarang." Minho akhirnya mendongak, menatap balik si lawan bicara.

Papa menatap tajam Minho, dahinya mengerut tanda tidak setuju, "Kata siapa? Memangnya Papa pernah melarangmu setiap ikut kompetisi menari? Tidak, 'kan?"

"Tapi kenapa Papa melarang yang ini? Lombanya tinggal lima hari lagi."

"Karena kamu sudah membolos sekolah hanya untuk latihan menari sejak dua hari yang lalu. Jadi sekarang urusan menari lebih penting daripada sekolah?"

"Aku tidak bilang begitu,"

"Minho."

Yang lebih muda menghela napasnya, memandang lelah pada sang ayah, "Papa, Minho tidak sama seperti Kak Chan."

Minho lalu pergi sore hari itu setelah berdebat dengan Papa, membuat semua orang di rumah cemas. Tepat sebelum dia keluar rumah, dia berbisik pada si kakak sulung, "Bilang ke Mama dan Papa, aku minta maaf."

"Minta maaf untuk?" Chan yang baru saja berlalu dari dapur kemudian mengerutkan dahinya, memandang aneh pada Minho, "Mau apa? Jangan bilang—"

"Aku pergi dulu! Es krim di kulkas jangan dimakan, ya!"

"Hei, Minho!"

"Hyunjinnie, setidaknya hanya kamu makhluk hidup di rumah yang tidak mengabaikan kakak." Chan membuang napas kasar sambil menjatuhkan diri di sofa ruang tengah. Sementara makhluk kecil yang disebutkan namanya tadi hanya memandang bingung si lawan bicara.

"Channie, Unjinnie sudah nyamnyam!" anak itu berceloteh ribut sambil berjalan menghampiri si kakak. Berusaha memamerkan diri dengan bangga karena dia baru saja melahap makan siangnya sendiri tanpa disuapi—meskipun akhirnya mulut dan pipinya sekarang belepotan sekali.

Skijeu FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang