Changbin dan Minho sama-sama tertawa geli begitu menemukan ekspresi kebingungan sekaligus kegirangan dari ketiga adik kecilnya begitu mereka keluar dari kelasnya masing-masing. Buntalan yang paling besar langsung menggandeng tangan kedua adik kembarnya lalu berlari menghampiri si duo abang.
"Kok dijemputnya oleh dua orang? Tumben!" Pekik si manis—Felix—sambil langsung mengangkat tangannya minta digendong menuju Changbin.
Bagaimana tidak kebingungan? Hari ini hari biasa, tidak ada yang istimewa. Tapi kenapa harus repot-repot datang berdua untuk menjemput? Hyunjin bahkan berpikir kalau saja Jisung tidak memiliki hobi kabur-kaburan dan mudah teralihkan perhatiannya, maka mereka bisa saja pulang ke rumah berjalan kaki tanpa harus dijemput.
"Tadi Kak Ino sekalian menjemput Kak Abin dari kampus," Balas si sulung kedua, "Tapi sekarang Kak Ino akan pergi ke tempat latihan menari. Kalian pulang bersama Kak Abin, ya."
Si kembar tidak protes, malah Jisung bersorak girang sambil menyahut, "Yay! Kak Abin belikan Jisungie dan Lixie es krim, ya!"
Changbin langsung sewot, "Kok begitu?!"
"Ya, kenapa tidak?"
Nah, berbeda dengan si sulung kecil. Ketimbang ikut merayu Changbin untuk dibelikan es krim, Hyunjin justru langsung menarik kaus Minho dan merengek, "Hyunjinnie ingin ikut Kak Ino!"
Minho sempat melarang, tapi Hyunjin malah terus memaksa sampai terlihat akan menangis. Akhirnya si sulung kedua menghela napasnya sambil mengiyakan, "Oke, tapi jangan nakal, ya. Kalau tidak Kak Ino akan telepon Kak Chan untuk jemput Hyunjinnie."
Jadi, begitulah kira-kira. Changbin dan Minho pun berpisah dengan buntalannya masing-masing. Si abang kecil sepertinya ingin sekali ikut dengan Minho hari ini, sampai-sampai dalam perjalanan menuju studio menari sang kakak, bocah itu hanya diam manis sambil tersenyum-senyum sendiri—berusaha untuk tidak membuat ulah.
Minho jadi terkekeh melihatnya. "Kenapa, sih? Sepertinya senang sekali."
Hyunjin mengangguk semangat sampai-sampai jepit rambut yang menahan poninya terlepas, "Memang senang sekali!"
Begitu turun dari mobil, Minho berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan si kecil kemudian membetulkan jepitan rambutnya, "Jepit rambut ini, dari siapa? Tadi pagi Hyunjinnie berangkat ke sekolah 'kan rambutnya hanya diikat apel oleh Kak Chan."
Bocah itu mengangguk, pipinya lalu menggembung merah seraya ia membalas malu-malu, "Ikat rambutnya berantakan, lalu Ryujinnie memberikan jepit rambutnya. Katanya supaya rambut Hyunjinnie tidak seperti singa."
Minho terbahak gemas sambil mengangkat Hyunjin ke dalam dekapannya. Harus dia akui, untuk anak kecil seumuran Ryujin, dia bisa menata rambut Hyunjin jauh lebih baik daripada Chan dan dirinya. Diam-diam Minho jadi membayangkan bagaimana lucunya kalau mempunyai adik perempuan yang rambutnya bisa didandani oleh jepit warna-warni setiap hari.
Tapi tidak, Minho pikir rasanya dia sudah tidak butuh lebih banyak adik lagi sekarang.
Dibandingkan studio Changbin, studio milik Minho memang membosankan. Isinya hanya ruangan kosong penuh kaca yang biasa digunakan untuk menari. Tapi Hyunjin memiliki ketertarikan sendiri dengan ruang latihan milik kakaknya ini. Buktinya, anak itu langsung merengek minta diturunkan dari gendongan begitu Minho membuka pintu studionya. Persis sepertinya seekor anak anjing yang baru saja dilepas di padang rumput luas.
Awalnya mungkin menyenangkan bagi Hyunjin. Ikut meloncat-loncat girang dan menari meniru Minho mengikuti lantunan lagu yang diputar lewat speaker, tapi begitu hari semakin siang dan anak itu semakin lelah, Hyunjin mulai rewel. Apalagi begitu beberapa teman-teman Minho datang ke dalam studio dan asyik berbincang juga latihan menari bersama sang kakak, Hyunjin jadi kesal karena sang kakak tidak terlalu memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skijeu Family
FanfictionMenjadi kakak itu luar biasa berat. Namun bahkan sebelum Chan, Minho, ataupun Changbin yakin kalau mereka akan menjadi kakak yang baik, Tuhan tahu-tahu sudah mengirimkan lima malaikat kecil untuk mereka. Ah, tunggu- malaikat... atau malah sebaliknya...