Seumur hidupnya, rasanya Chan tidak pernah dituntut oleh kedua orang tuanya untuk harus selalu menjadi yang terbaik. Tidak pernah dituntut untuk menjadi kakak yang baik dan harus selalu bersikap dewasa di depan adiknya juga. Dari awal ia bertemu adik pertamanya—Minho—bahkan sampai sekarang Mama sedang mengandung adik paling kecilnya setelah Seungmin, Chan tidak pernah dituntut untuk menjadi seseorang yang dewasa.
Menjadi kakak itu tidak enak. Kakak akan dibiarkan karena sudah jauh lebih dewasa untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, begitu kata orang-orang. Tapi Chan tidak pernah merasa begitu. Baik Mama maupun Papa selalu memperlakukan dia dan adik-adiknya sama rata.
"Kenapa bertanya seperti itu, Channie?" Mama mengerutkan dahinya heran malam itu saat Chan tiba-tiba duduk di sampingnya di ruang tengah dan melontarkan pertanyaan, "Kenapa Chan tidak pernah diharuskan untuk menjadi dewasa oleh Mama dan Papa?"
Chan balas menatap heran juga, "Karena Chan adalah anak sulung? Menjadi kakak itu 'kan harus bisa menjadi dewasa dan mandiri,"
"Memangnya Mama pernah berkata begitu?" Wanita itu tertawa geli sambil mengusak gemas rambut ikal putra sulungnya. Rambutnya persis seperti milik Papa, "Mama tidak perlu mengajarkan hal-hal semacam itu kepada kalian,"
"Kenapa begitu?"
"Karena tanpa diajarkan pun, Mama tahu kalau Chan selama ini bisa menjaga adik-adik dengan baik. Bukan hanya Chan, Mama yakin semuanya bisa saling menjaga dan menyayangi."
Chan tidak menjawab apa-apa lagi setelahnya. Dia hanya diam sambil menyandarkan kepalanya di bahu sang ibu sampai akhirnya Mama tiba-tiba bertanya, "Kira-kira, yang ini akan mirip siapa, ya?" katanya sambil menunjuk perutnya yang sudah membesar.
Chan diam untuk sesaat, keningnya berkerut untuk berpikir sebelum ia membalas mantap, "Harus mirip Chan. Meskipun kalau dia hanya akan punya lesung pipi yang sama seperti Chan, tidak apa-apa."
Mama tertawa lagi. Terlihat benar-benar cantik setiap sedang tertawa. Chan lalu memejamkan matanya saat merasakan tangan Mama membawanya ke dalam pelukan eratnya. Wanita itu mendaratkan ciuman di kening putra sulungnya sambil berkata, "Mama sayaaaang sekali pada Chan. Terima kasih sudah menjadi kakak yang baik untuk adik-adik selama ini,"
—
"Kak, kalau Mama dan Papa akan menjadi semakin sering tidak ada di rumah karena semakin sibuk setelah pulang nanti, bagaimana?"
Seiringnya dengan pertanyaan yang keluar dari mulut Minho, Chan hanya bisa menghela napasnya. Ia menatap ke arah halaman belakang di mana terdapat Changbin bersama empat makhluk kecil menggemaskan sedang bermain dengan seekor kucing liar yang tiba-tiba datang ke rumah. Suara pekikan dan tawa khas anak-anak kecil dari si empat buntalan memecah hening siang itu.
"Sepertinya itu memang akan terjadi, 'kan?" Chan memperhatikan si lawan bicara yang duduk di depannya di teras. Adik paling tuanya itu terlihat cemas, dan Chan juga merasa begitu kalau boleh jujur.
Setiap Mama dan Papa harus pergi untuk beberapa hari karena urusan pekerjaan, Chan bersama kedua adiknya yang sekarang sudah resmi menjadi 'trio kakak' memang tidak pernah mengalami masalah dalam menjaga dan mengurus empat buntalan gemas di rumah. Mereka berempat memang tidak bisa diam, kadang membuat kepala pusing, dan kadang membuat Chan ingin menghapus diri dari kartu keluarga. Namun selebihnya, empat adik kecilnya itu benar-benar menggemaskan dan lucu.
Kalau sedang bersikap manis, terlihat seperti malaikat yang baru saja turun dari surga. Tapi kalau sedang nakal, persis sekali bagaikan setan-setan kecil yang baru saja lepas dari kandang—begitu kata Minho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skijeu Family
FanfictionMenjadi kakak itu luar biasa berat. Namun bahkan sebelum Chan, Minho, ataupun Changbin yakin kalau mereka akan menjadi kakak yang baik, Tuhan tahu-tahu sudah mengirimkan lima malaikat kecil untuk mereka. Ah, tunggu- malaikat... atau malah sebaliknya...