Pada akhirnya hanya waktu saja yang mampu mengungkap. Iyah, mengungkap segala rasa yang di rasakan oleh nya dengan saksi dan bukti yang terlalu nyata.
Beban, banyak beban yang tak mampu di ungkap, di ungkap bagaimana dan seperti apa caranya.
Alex membawa Vanes ikut berkumpul di tempat kafe milik Devano, "Ayo, mau di parkiran sendiri, kan panas." Ucap Alex.
"Tapi, aku gak enak sama temen-temen kamu." Balas Vanes.
Alex mengeluh pucuk kepala Vanes lembut, lalu tersenyum. "Gak apa-apa, mereka baik kok."
Vanes mengangguk lalu menggandeng jemari Alex, "Gak apa-apa kan? Kalau aku gandeng tangan kamu."
"Gak apa-apa, sayang." Jawab Alex.
Alex dan Vanes masuk kedalam cafe yang bernuansa putih dan gold, dekorasinya pun sangat kekinian. Wajar kalau cafe ini sangat ramai, lokasi yang strategis dan dekorasinyang kekinian.
"Hay!" Sapa Bima. Vanes tersenyum canggung kearah Bima dan Devano yang hanya menatap nya datar.
"Duduk Van," Ujar Bima.
"Kamu tunggu di sini dulu yah, aku ke toilet sebentar." Ujar Alex.
Vanes mencekal lengan Alex lalu berbisik, "Jangan lama."
Alex tersenyum lalu menjawab, "Gak kok,"
Vanes merasa canggung berada di antara cowok-cowok tampan di kampus nya, sungguh ini di luar dari bayangan nya kalau dia akan ikut bergabung dan duduk bersama mereka.
"Kok, temen lo gak di ajak Van?" Tanya Bima.
Vanes menaikkan satu alis nya, "Teman yang mana?"
"Itu, yang kemarin berantem sama si Marcel."
"Oh, dia gak bisa ikut, soalnya Mamah nya baru pulang dari luar kota dan dia harus sudah di rumah sebelum Marcel mengadu yang bukan-bukan tentang nya." Vanes menutup mulutnya karena kelepasan menceritakan Meta dengan panjang lebar.
"Mercel mengadu?" Tanya Alex yang baru saja ikut bergabung.
"Mengadu tentang apa?" Tanya Alex lagi.
"Sayang," Ujar Vanes dengan wajah tak enak.
"Cerita aja kali, gue siap denger kok." Ucap Devano.
Membuat ketiga nya menoleh kearah nya, jarang sekali seorang Devano yang cuek mau peduli dengan cerita orang lain.
"Cerita," Perintah Bima, memasang telinga nya baik-baik.
"Bener gak apa-apa?"
"Gak apa-apa sayang, teman aku, teman kamu juga, jadi, gak usah takut." Ujar Alex yang paham tatapan pacar nya.
"Jadi, Meta itu sebenarnya adik tirinya Marcel, Nyokap nya nikah sama Bokap nya Marcel. Dan sebelum mereka menikah, sebenarnya Marcel udah lebih dulu suka sama Meta hanya saja dia menolak perasaan nya Marcel. Terus, karena Marcel kecewa sama Bokap nya, akhirnya dia nekad hampir...," Vanes menggantung penjelasan nya.
"Hampir...?"
Vanes menatap sekilas kearah Alex yang juga menatap nya, Alex mengelus pucuk kepala Vanes. "Ya udah, kalau gak mau cerita gak apa-apa."
"Yah, tanggung banget sih." Keluhan Bima.
"Di perkosa." Ucap Devano.
Membuat ketiganya menatap kearah nya yang menatap kearah jendela luar cafe.
"Iya, maka dari itu, Meta sangat membenci nya." Imbuh Vanes. "Cukup kalian yang tahu, jangan lagi orang lain yang tahu, aku kasihan sama sikis nya Meta."
"Tenang aja, kita gak bakalan kok, ember kesiapapun." Balas Bima.
Devano menarik nafasnya dalam lalu membuang nya kasar.
"Kita emang gak baik Van, kita sering ke club, lo tahu sendiri kan? Kuliah aja kita jarang dateng, tapi kita gak seburuk dan semenjijikan Marcel." Ujar Alex.
"Aku percaya sama kamu."
"Bucin," Cibir Bima.
Hanya membutuhkan beberapa jam saja Vanes sudah mampu berbaur dengan ketiga nya. Ternyata mereka tak seseram apa yang orang lain ceritakan, apa lagi Devano, cowok itu tak melulu diam, ada kala nya dia ikut nimbrung untuk bercanda dengan mereka, memang sih, kesan sangar dan seram nya masih ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDAL IS MY HUSBAND
RomanceHidup tanpa aturan, tawuran, berantem, menikah di usia remaja. Dari semua hal buruk yang dia lakukan justru membuat seseorang yang menatap nya dari jauh semakin mencintainya, tak perduli sedalam apa luka yang dia berikan. "Aku tahu, kamu baik. Hany...