Gemerlap lampu bar menghiasi pandangan seorang anak remaja yang sedang menenggak minuman beralkohol di gelas yang berada di genggaman tangan nya.
Pandangan nya kosong, pikiran nya terus saja berlarian sama keluarga nya yang perlahan hancur. Devano masih bisa menerima kalau mereka jarang terlihat di rumah tapi kalau soal kepindahan Mamah nya ke Belanda, bukankah ini sudah kelewatan. Itu sama saja mereka membuang Devano begitu saja tanpa memikirkan perasaan nya sedikitpun.
Beberapa wanita penghibur sudah menggoda nya, namun lagi-lagi Devano membiarkan nya dan tidak menanggapi mereka.
Senyum licik terukir dari bibir merah seseorang yang berdiri tak jauh dari nya, "kali ini lo bakalan hancur di tangan gue." Gumam nya.
Rencana besar sudah dia lancarkan untuk menghancurkan hidup seorang Devano, seorang wanita penghibur datang mendekati Devano dengan segelas anggur di tangan nya. Wanita itu memeluk lengan Devano lalu menukar gelas nya dengan gelas Devano, karena keadaan yang remang-remang dan fokus Devano yang sudah mulai lengah akhirnya dia tak menyadari itu.
Wanita itu pergi begitu saja setelah menggoda Devano lalu menerima beberapa lembar uang dari seseorang.
Devano kembali menenggak anggur yang sudah di tukar oleh wanita itu, pandangan cowok itu semakin kabur, dia merasa ada yang aneh di dalam dirinya. Lalu dia segera bangkit dan pergi keluar dari bar.
Dia mengendarai mobil nya dengan kecepatan sedang hawa panas sudah mulai dia rasakan.
"Bangsat! Siapa yang berani nya menjebak gue." Gumam nya.
Devano sudah tidak lagi kuat mengenderai mobil nya tapi Devano mencoba menetral kan dan menahan hawa panas yang semakin menjalar. Tanpa dia sadar ada seorang gadis yang hendak menyebrang membuat Devano mengerem mendadak.
Devano keluar dari dalam mobil dengan sempoyongan, lalu mendekat kearah gadis itu.
"Lo lagi!? Lo sengaja atau gimana, ha!! " Bentak nya.
Meta membuka mata nya tajam kearah Devano yang sedang menyandarkan tubuh nya di samping mobil, gadis itu berjalan mendekat lalu hendak menyentuh lengan Devano tapi cowok itu menepis nya.
"Jangan deket-deket sama gue! Pergi!!"
Meta tidak mendengarkan ucapan Devano hanya rasa khawatir yang tiba-tiba menjalar di hati gadis itu, tanpa rasa ragu Meta langsung mencekal lengan Devano.
"Kamu baik-baik aja kan? Kamu mabuk yah!?" Tanya Meta.
"Ayo, biar aku antar kamu pulang." Meta merogoh saku jaket nya dan sial, dia baru menyadari kalau Meta meninggalkan ponsel nya di atas kasur saat dia buru-buru pergi kemini market.
"Jangan sentuh gue please," Ujar Devano, dengan nada yang lirih namun tatapan nya tajam kearah Meta.
Meta memapah tubuh cowok itu masuk kedalam mobil, lalu Meta duduk di kursi pengemudi gadis ini sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Devano.
"Gue bilang jangan deket-deket. Kalau lo gak mau menyesal." Ujar Devano dengan peluh yang sudah membahasi kening nya.
"Gimana aku tega ninggalin kamu sendirian dalam keadaan kaya gini Dev!"
Meta mengendarai mobil cowok itu menuju apartemen nya, tidak ada pilihan hanya tempat tinggal nya lah yang saat ini dia pikirkan alamat rumah cowok itu tentunya Meta sama sekali tidak tahu, Meta memapah Devano masuk kedalam apartemen nya lalu menuju kamar nya.
Baru saja Meta hendak pergi keluar tangan nya sudah di cekal oleh Devano, Meta menegang, lalu mencoba melepas cekalan tangan cowok itu tapi tidak bisa Devano terlalu kuat.
"Lepas, kamu mau ngapain?" Tanya Meta takut.
Tanpa aba-aba Devano menarik tangan Meta sampai menindih tubuh nya, mata Meta melotot tajam tapi tubuh nya tidak bisa menolak seolah tersihir oleh tatapan Devano yang sudah berubah teduh.
Devano mengubah posisi nya menjadi Meta di bawah kungkungan nya, Devano mendekatkan bibirnya lalu melumat bibir Meta dengan lembut perlahan semakin kasar.
Meta tidak membalas ciuman cowok itu, tapi lama kelamaan Meta semakin menikmati nya. Ini adalah pengalaman pertama nya berciuman dengan seseorang dan orang itu Devano, bahkan lebih dari kata ciuman.
Sinar mentari masuk kedalam celah jendela kaca besar di dalam sebuah kamar yang saat ini jauh dari kata rapi.
Gadis itu menggeliat lalu menatap tubuh nya yang polos tanpa sehelai benang pun, tatapan nya terarah pada wajah yang damai di samping nya. Perlahan air mata turun dari mata Meta, lalu memeluk tubuh nya yang sudah tidak lagi suci andai saja dia mendengarkan perkataan cowok itu pasti semua ini tidak akan terjadi.
Suara isak tangis mengganggu tidur nyenyak seseorang, lalu dia bangun dan menatap sekeliling nya terasa asing, menoleh kearah seorang gadis yang tentu nya sudah tidak gadis lagi karena ulah nya semalam.
"Lo. Kenapa gue bisa ada sini?" Tanya Devano.
Meta menatap wajah Devano yang terlihat bingung.
"Apa yang kamu lakukan semalam kepada ku Dev!!" Bentak Meta.
Devano memegang kepala nya yang terasa pening, bayang-bayang semalam terlintas di kepalanya.
"Sial. Siapa yang berani jebak gue. "
"Aku benci sama kamu!!" Teriak Meta.
Devano mengacak rambut nya yang berantakan. Meta bangkit dari ranjang nya menarik selimut untuk menutupi tubuh nya yang tak mengunakan pakaian sehelaipun, berbeda dengan Devano yang masih menggunakan celana bokser hitam pendek.
Meta menangis di bawah guyuran air sower kamar mandi nya. Menyesal, andai saja dia mendengarkan perkataan cowok itu, andai saja Meta tidak peduli padanya maka ini tidak akan terjadi.
Devano benar-benar kacau, masalah apa lagi ini yang akan menimpa nya. Matanya melirik pada noda merah di atas kasur samping, ada rasa menyesal, tapi ini tidak sepenuhnya salah nya, andai saja cewek itu tidak terlalu peduli pada nya maka ini tidak akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDAL IS MY HUSBAND
RomansaHidup tanpa aturan, tawuran, berantem, menikah di usia remaja. Dari semua hal buruk yang dia lakukan justru membuat seseorang yang menatap nya dari jauh semakin mencintainya, tak perduli sedalam apa luka yang dia berikan. "Aku tahu, kamu baik. Hany...