PART 11

363 12 0
                                    

"Dia benar Van, gue murahan dan menjijikan." Lirih nya.

"Lo ngomong apa sih!? Gak usah dengerin orang gila kaya Marcel, Ta."

Alex, Bima, dan juga Devano masuk kedalam apartemen Meta, ketiga terlihat bingung kenapa pintu tidak mereka tutup.

Saat ketiga masuk dan berjalan melewati ruang tamu, mata ketiga nya terkejut melihat bantal yang berserakan dan juga Meta yang sedang menangis sesenggukan di pelukan Vanes.

"Sayang?" Panggil Alex pada Vanes dengan nada pelan.

Vanes menoleh lalu menghapus air mata nya kasar. Vanes hendak memapah tubuh Meta namun tangan nya langsung di cekal oleh Devano.

"Biar gue aja yang bawa dia ke kamar."

Vanes menatap kekasih nya lalu di angguki oleh Alex.

Devano menggendong tubuh Meta ala bridal style menuju kamar nya, kamar dimana menjadi saksi bisu kejadian itu terjadi.

Devano menidurkan tubuh mungil Meta di atas kasur, untuk beberapa menit dia menatap dalam kewajah Meta yang sedang terlelap dengan damai.

"Dev?" Panggil Bima. Membuat Devano keluar dari dalam dan ikut bergabung dengan ketiga teman lain nya.

"Tadi Marcel datang kesini, dan dia mengatakan hal-hal yang tak pantas di dengar oleh Meta." Jelas Vanes.

Devano menarik nafas nya dalam lalu membuang nya kasar. "Gue akan nikahi dia secepatnya, jadi gue butuh alamat rumah orang tua nya."

Vanes menoleh kearah Devano, "Lo, serius?"

Devano mengangguk, lalu kembali berucap. "Sebelum dia hamil, gue harus nikahi dia, gue gak yakin kalau dia gak hamil nantinya. " Ucap Devano.

Vanes mengangguk benar yang di katakan Devano, sebelum Meta hamil memang seharusnya mereka menikah.

Akan semakin ribet kalau nanti Meta hamil sebelum menikah, pasti akan bayak isu yang menerpa nya.

Vanes memberikan alamat rumah orang tua nya Meta, lalu kembali lagi berucap. "Bokap nya udah meninggal 2 tahun lalu karena serangan jantung, dan Nyokap nya menikah belum lama sama Bokap nya Marcel."

"Lo yakin, kesana sendiri tanpa di temenin." Ujar Bima.

"Gue gak sendiri, tapi sama Meta." Balas Devano.

Semoga saja dengan Devano beretikat baik untuk menikah dengan Meta bisa sedikit merubah nasib cewek itu.

Meta tidak sepenuhnya tidur, dan dia bisa mendengar semua apa yang di ucapkan Devano dan teman-temannya, bibir nya tersenyum tipis ada rasa sedikit lega mendengar Devano akan menikahi nya. Tapi Meta juga takut bagaimana reaksi Ibu nya kalau tahu Meta akan menikah di usia nya yang masih 19 tahun, bagaimana dengan masa depan nya kelak kalau nanti dirinya hamil pasti Meta tidak bisa melanjutkan lagi kuliah nya.

                                 •••••

Devano menelan ludah nya kasar, saat ini dia sedang duduk dengan wajah menunduk, untuk pertama kali nya Devano dengan sadar duduk sendiri di rumah Meta tanpa seorang teman yang menemani nya.

Otaknya terus saja merancang perkataan seperti apa yang nanti akan dia ucapkan pada perempuan itu kalau sudah bangun dari tidurnya.

Meta menggeliat terbangun dari tidurnya lalu menatap sekeliling. "Apa mereka sudah pulang?" Gumam nya.

Devano yang mendengar langkah mendekat ke pintu kamar Meta pun menoleh.

Meta terkejut melihat Devano yang masih duduk di sofa rumah nya. "Ka-kamu, sendirian?" Tanya Meta.

"Bodoh! Menurut lo, gue sama siapa lagi kecuali sendiri." Balas Devano.

Meta menunduk'kan wajah nya, lalu merutuki dirinya yang kelewat bodoh, sudah tahu Devano duduk sendiri kenapa mesti bertanya lagi.

"Duduk, ada yang perlu gue omongin sama lo." Ucap Devano.

Meta duduk di depan Devano dengan wajah yang terus menunduk.

"Wajah gue disini, kenapa lo mesti menunduk."

Meta mengangkat wajah nya malu, "Ngomong apa?" Tanya nya pelan.

"Besok, temenin gue ketemu sama Nyokap lo."

Meta melototkan mata nya tajam, meskipun dia sudah tahu rencana Devano tapi tetap saja ini terlalu cepat untuk nya.

"Kenapa, lo gak mau. Kalau lo yang gak mau, lo sendiri nanti yang rugi. Gue gak jamin lo bakalan gak hamil, soal nya gue ngelakuin nya dalam keadaan tak sadar."

Pipi Meta berubah merah, kenapa Devano sefrontal itu mengatakan nya.

"Gimana? Gue butuh jawaban."

"I-iya, besok aku temenin kamu." Jawab Meta.

"Ok, gue balik dulu, ati-ati jangan sembarangan buka pintu." Ujar nya lalu pergi keluar dari rumah Meta.

Meta mengatur nafas nya, apa ini artinya dia akan menikah dengan si brandal kampus itu. Pipi Meta benar-benar bersemu, ini seperti mimpi bagi nya.

"Semoga saja semua apa yang sudah di rencakan berjalan dengan semestinya."

                             ••••••••••••  

Devano berjalan dengan ekspresi datar menuju kelas Meta, ini kali pertama bagi nya memasuki kelas gadis itu.

"Dev! Tumben, dateng ke kelas gue, ada apa?" Tanya Fellicia yang memang rumor mengatakan kalau dia adalah mantan kekasih Devano.

Devano tak menjawab pertanyaan Fellicia, cowok itu berlalu masuk lalu berjalan kearah Meta yang memunggungi nya.

Devano menarik pelan anak rambut perempuan itu, membuat Meta menoleh kearah nya dengan wajah garang.

"Devano," Gumam nya pelan.

"Udah kelar belum kelas nya?" Tanya nya. Membuat beberapa mahasiswa yang masih berada di dalam kelas menatap kedua nya heran.

"Udah, kirain kamu masih ada kelas makn nya aku gak keluar." Balas Meta.

"Ayo. Lebih cepat lebih baik." Ujar Devano.

"Gue duluan yah, Van." Pamit Meta. Yang di angguki oleh Vanes.

"Hati-hati, " Ucap Vanes.

Baru saja Devano dan Meta keluar kelas meja Vanes sudah di penuhi oleh mahasiswa yang penasaran termasuk Fellicia.

"Punya hubungan apa temen lo sama si Devano!?" Tanya Fellicia ketus.

"Ngapain lo tanya ke gue,"

"Lo temen nya, gak mungkin kalau lo gak tahu."

"Heh! Kalau lo mau tahu, kenapa tadi gak tanya aja langsung ke orang nya. Buang-buang waktu gue aja," Jawab Vanes.

"Songong lo!"

"Bodo amat!!" Balas Vanes sebelum punggung nya menghilang di balik pintu kelas.

BRANDAL IS MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang