PART 18

352 12 0
                                    

Mencoba terdiam padahal mengetahui semua nya, apa yang di lakukan, apa yang di pikirkan nya, apa yang dia rasakan.

Semakin dalam perempuan itu mencintai nya, semakin menjadi pula lelaki itu menyiksa nya. Luka fisik pasti akan bisa di obati, lalu bagaimana jika luka batin yang di rasa? Obat nya hanya satu, ikhlas dan mencoba terbangun untuk terus kuat.

Mengelus perut yang semakin membesar, ada harapan indah di dalam perut nya. Ada kebahagiaan yang mampu membuat bibir tipis nya terangkat menukik senyum.

"Sehat-sehat ya Nak, Bunda sayang sama kamu." Ucap Meta dengan mata yang memancarkan binar.

Meta tahu apa yang dilakukan Devano saat waktu nya tiba untuk kembali ke kota Jogja.

"Dia beruntung telah di cintai nya, tapi kenapa harus memupuskan harapan baru yang aku nanti." Ujar Meta.

Tangis nya mungkin tak mampu untuk merubah semua nya, tapi hanya menangis yang bisa dia lakukan. Harapan untuk mengadu kepada sang Mamah pun percuma, dirinya sudah di cap sebagai anak pembawa sial.

Ketukan pintu di luar membuat nya tersadar dari berbagai pikiran yang terus menjalar di otak nya.

Tok tok tok

Meta berjalan dengan perlahan mendekati pintu rumah nya.

Baru saja membuka pintu, mata wanita itu melotot tajam. "Lo!?"

Marcel menyunggingkan bibir nya, "Hay? Meta," Sapa Marcel.

Dengan cekatan Meta langsung menutup pintu rumah nya, namun sudah lebih dulu di tahan oleh Marcel lalu memaksa masuk, Meta pun berjalan mundur takut.

"Mau lo apa?" Tanya Meta.

Marcel lalu duduk di atas sofa yang berada di ruang keluarga. "Kenapa? Lo gak kangen sama saudara lo sendiri."

"Keluar sekarang atau gue telfon Devano." Ancam Meta.

Namun Marcel bukan nya takut justru tawa nya menggema di ruangan. "Ulang lagi? Devano," Ucap Marcel lalu melanjutkan nya degan tawa.

"Yakin, dia bakalan nolongin lo?"

"Marcel. Keluar!!" Bentak Meta.

"Sssttt..., jangan teriak-teriak, kasihan kan, anak yang ada dalam perut nanti takut." Ujar Marcel dengan wajah mengejek.

Meta semakin takut dengan perlakuan Marcel. Baru saja Meta hendak menekan tombol telfon di hentikan dengan ucapan cowok itu.

"Percuma, Devano lagi nemenin pacar nya yang baru saja dateng ke Jakarta. Atau, mungkin lebih parah nya dia gak pulang." Ujar Marcel yang masih di posisi nya dengan duduk santai.

Meta menunduk memegang dada nya, jadi benar kalau Devano mengajak kekasih nya datang ke Jakarta dan mungkin sebentar lagi dirinya akan semakin tak di anggap oleh lelaki itu.

Marcel melirik ke arah wanita itu yang Marcel yakini pasti sedang menangis.

"Gak usah nangis, bukan nya ini resiko yang harus lo ambil." Ucap Marcel, bagaimana pun juga cowok itu tak tega melihat perempuan yang dia cintai menangis.

Dengan air mata yang terus mengalir di pipi nya Meta mengangkat wajah nya, "Mending lo keluar sekarang, gue lagi gak mood berantem sama lo." Ucap Meta.

"Lo beneran nangisin cowok brandal kaya Devano itu!?" Tanya Marcel denga nada sedikit meninggi.

"Terus gue harus ngelakuin apa!? Rebut dia, gak mungkin Marcel. Dia aja gak cinta sama gue, terlalu bodoh kalau gue lakuin hal-hal kaya gitu." Ucap nya dengan nada menggebu, "gue aja saat ini cukup hancur. Gue gak mau lagi nambah kesengsaraan dalam hidup gue."

Marcel bangun dari duduk nya dengan rahang yang mengeras, lalu mendekat kearah Meta. "Gue emang cinta dan benci sama lo. Tapi gue gak bisa, kalau liat orang lain nyakitin lo."

Meta mendorong tubuh Marcel lalu menatap nya seolah menantang, "Bulshit!! Sejahat-jahat nya Devano, dia masih memiliki otak untuk tidak menyakiti gue secara fisik." Ucap Meta.

"Tapi dia nyakitin lo secara batin!!" Bentak Marcel.

"Itu lebih baik, daripada gue harus terus di caci dan tak di anggap keberadaan nya sama Nyokap yang udah ngelahirin gue, yang lebih membela anak tiri nya." Ucap Meta membuat Marcel terbungkam. "Sekarang, keluar dari rumah gue dan, jangan pernah kembali."

Meta menyeret tangan Marcel keluar dari dalam rumah nya, namun Marcel  mencekal nya, "Jaga anak lo baik-baik." Ucap Marcel.

                               •••••••      

Devano duduk dengan pandangan kosong kearah luar jendela yang di hiasi pemandangan taman yang indah. Setelah menikah ini kali pertama dirinya menginjak kan kaki nya di rumah kedua orang tua nya.

Raga nya ada disini, namun pikiran dan hati nya terus berlarian memikirkan bagaimana keadaan wanita itu. Keputusan seperti apa yang harus Devano ambil, dirinya sangat mecintai gadis itu, namun status dan tanggung jawab nya lebih besar pada wanita yang saat ini berstatus sebagai istrinya.

Jika di ingat, Meta sangat sabar dan menerima semua perlakuan Devano. Apa lagi Devano sekarang sudah tau bagaimana kondisi mental dan keadaan keluarga nya.

"Mikirin apa?" Tanya Gadis yang saat ini duduk menyandarkan kepala nya di pundak Devano.

Devano mengelus pucuk kepala nya, "Gak. Gak mikirin apa-apa." Bohong nya.

"Jangan bilang kamu lagi mikirin perempuan itu,"

"Sudahlah, sekarang jangan bahas-bahas yang membuat kita terus beradu argumen." Dalih Devano.

"Malam ini kamu tidur di sini kan?"

Devano melepas tangan nya yang tadi memeluk tubuh gadis itu, lalu menarik nafas nya. "Mungkin, pulang. Bagaimana pun juga dia sedang mengandung anak ku. Aku gak mau kalau dia kenapa-kenapa."

"Jadi mau sampai kapan kamu mempertahankan pernikahan konyol ini?" Tanya sumber suara yang sangat Devano kenal, siapa lagi kalau bukan Papah nya.

"Pernikahan itu bukan permainan Pah, dan pernikahan aku bukan pernikahan konyol seperti apa yang Papah bayangkan." Bela Devano.

"Jelas-jelas pernikahan kamu itu konyol. Perempuan itu bisa tidur dan menyerah kan tubuh nya untuk kamu dengan gampang, apa kamu gak berpikir? Dia bisa melakukan nya dengan gampang sama kamu, bisa jadi kan, dia melakukan nya dengan pria lain."

"Cukup pah!!" Bentak Devano. "aku yakin Meta perempuan baik-baik, tanpa Papan sadar, Papah sudah menghina wanita yang sedang mengandung cucu Papah sendiri."

Devano melangkah dengan kaki lebar keluar dari dalam rumah itu.

"Dev! Devano!?" Panggil kekasih Devano.

Devano menghentikan langkah nya lalu berbalik menetral kan nafas nya.

"Sebaik apa sih, wanita itu? Sampai-sampai kamu segitu nya bela dia di depan Papah kamu."

Devano memalingkan wajah nya, "Dia baik, kalau dia bukan perempuan baik. Dia sudah menggugurkan anak yang ada dalam kandungan nya." Ujar Devano lalu pergi begitu saja.

Gadis itu terbungkam dengan perkataan Devano, benar. Jangan kan Meta, pasti jika gadis itu di posisi nya akan mempertahankan anak yang ada dalam kandungan nya sama seperti yang di lakukan Meta.

Tapi anak itu sumber masalah dari hidup Devano andai saja wanita itu tidak hamil sudah di pastikan Devano akan membiarkan nya begitu saja, dan hubungan nya akan terus baik-baik saja sama seperti dulu.

BRANDAL IS MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang