Vanes menatap aneh kearah Meta, tak seperti biasa nya gadis ini diam tak terlihat semangat seperti biasanya. Padahal, Meta selalu tersenyum dan menceritakan dengan antusias apa yang terjadi dengan nya.
Vanes jadi merasa tak enak, apa dia berbuat salah? Atau Meta marah, karena Vanes menutupi hubungan nya dengan Alex.
"Meta? Lo marah yah, sama gue."
Meta mengalihkan pandangan nya kearah Vanes, "Gak, kenapa gue harus marah sama lo?"
"Ya, kali aja kan? Karena gue kemarin gak bilang sejak awal kalau gue udah jadian sama Alex."
Meta terkekeh lalu menoel pelan pipi Vanes, "Buruk amat pemikiran lo."
"Terus? Kenapa lo diemin gue kaya gitu!?"
Meta menarik nafasnya dalam lalu mengeluarkan nya kasar, "Nyokap gue marah besar gara-gara gue gak pulang selama dia pergi." Ujar nya lalu menunduk lesu.
"Dan, kaya nya, gue mau pindah tinggal sendirian aja di apartemen peninggalan bokap."
"Lo yakin, mau tinggal sendiri? Apa lo tinggal di rumah gue aja? Biar gak sepi."
"Ck. Apa sih lo Van, gue udah gede kali, udah berani tinggal sendiri. Kalo soal sepi, bukan nya gue setiap hari juga kesepian yah."
"Lo mau gak nemenin gue ke cafe sebentar aja." Ajak Vanes dengan mata yang berkedip beberapa kali dengan imut berharap gadis ini mau di ajak hangout bersama nya.
"Heem, boleh deh. Tapi, abis dari sana lo harus bantuin gue pindahan."
"Ok, siap!!" Balas nya dengan cengengesan.
Meta dan Vanes keluar dari kelas, mata kuliah hari ini benar-benar menguras otak nya, "Ah. Gila sih!! Otak gue cape banget." Keluh Meta.
"Jadi kan? Ke cafe nya,"
"Ayok! Gue juga mau ngilangin stres yang menumpuk." Balas Meta.
Kedua nya berjalan menuju mobil Vanes yang terparkir, belum juga keduanya masuk tangan Meta sudah lebih dulu di cekal oleh Marcel.
"Meta!? Lo kenapa sih menjauh terus dari gue." Tanya Marcel ketus.
Meta melepas cekalan tangan Marcel kasar, "Bisa gak sih. Lo tuh gak usah ganggu hidup gue lagi."
"Meta, gue tahu kalau gue salah. Tapi bukan berarti kan, lo akan keluar dari rumah."
"Apa urusan nya sama lo, mau gue tinggal dimana pun itu bukan urusan lo." Ucap nya dengan wajah garang.
Vanes hanya diam mengamati keduanya ada ketulusan di mata Marcel tapi saat Vanes melihat mata Meta, ada dendam dan amarah yang membara. Wajar saja sih, pasti cewek mana pun akan sangat merasa di rendahkan jika hampir saja di perkosa oleh seseorang apa lagi ini seseorang yang sudah menjadi bagian dari keluarga nya walaupun Marcel memang sebelumnya sudah lebih dulu menyukai Meta.
"Udah deh, Marcel. Jangan terlalu memaksa bagaimana pun juga pasti Meta butuh waktu untuk menyesuaikan semuanya." Ujar Vanes mencoba memberi pengertian kepada Marcel.
"Lo gak usah ikut campur, gue lagi gak mau berurusan sama cowok lo yang protektif." Balas Marcel.
"Lo gak usah nunjuk-nunjuk temen gue!!" Bentak Meta. Membuat Vanes sedikit tersentak karena kaget.
Meta turun dari dalam mobil Vanes dengan wajah di tekuk, sepanjang jalan dia terus saja memaki cowok itu. Vanes sangat paham bagaimana perasaan Meta dia pasti kecewa dengan Ibu nya belum lagi, perlakuan Marcel yang berlebihan terhadap nya.
"Udah, jangan kesel mulu. Kita mau happy-happy bukan mau sedih-sedih di sini." Ujar Vanes.
"Sorry yah,"
Keduanya masuk kedalam cafe, nuansa sejuk dan tenang menyeruak di hati Meta. Nyaman, itu kesan pertama yang dia rasakan, Meta mengedar pandangan nya kesegala arah menatap sekeliling sudut ruangan karena takjub dengan dekorasi dan penataan cafe nya yang bernuansa romantis tapi kekinian.
"Bagus banget," Gumam nya.
Vanes melambaikan tangan nya pada Alex yang sudah menunggu bersama Bima dan juga Devano.
Meta menatap bingung ke arah Vanes lalu mencekal tangan sahabatnya itu, "Van, kok bisa ada mereka?" Bisik nya.
"Ini kan tempat milik nya Devano, jadi wajar aja kalau mereka ada disini." Jelas nya, "gak apa-apa kan?" Tanya nya lagi tak enak.
Meta menghela nafasnya, baiklah mulai saat ini Meta harus sedikit membuka hati dengan pergaulan nya.
"Hay! Maaf yah, nunggu lama yah?" Ucap Vanes tak enak.
"Duduk," Ujar Alex.
Devano diam matanya tetap fokus kearah layar ponsel nya.
"Hay? Bima." Sapa Bima ramah.
"Meta." Jawab nya. Setelah saling berjabat tangan dengan Bima.
"Yang ini Devano, anggap aja gak ada kalau dia tetap diam." Ujar Bima, sambil melirik tajam kearah Devano yang juga sedang menatap Bima lebih tajam.
Devano menegakkan badan nya, dia yang duduk berhadapan dengan Meta pun akhirnya melirik kearah gadis itu.
"Lo bawa mata-mata kesini?" Tanya Devano, tanpa mengalihkan pandangan nya kearah Meta.
Membuat Meta mendongak menatap manik mata Devano, beberapa detik Meta terhipnotis dengan tatapan cowok itu tajam namun ada kehangatan yang dirasakan Meta.
"Tuh, penggemar lo ngikutin, udah kaya mata-mata aja." Ujar nya dengan dagu menunjuk kearah Marcel yang duduk di atas motornya di sebrang jalan yang juga berhadapan dengan cafe milik Devano.
Keempat nya mengikuti arah yang di tunjuk cowok itu dan benar saja. Di sebarang jalan sudah ada Marcel yang duduk di atas motor nya menatap mereka.
Meta mengepalkan tangan nya kuat, andai saja disini tidak ada Devano pasti Meta sudah berdiri dan mendekat kearah cowok brengsek itu.
"Gila yah, gue baru tahu kalau Marcel sebucin itu sama lo Ta, gue kira dia hanya main-main aja bilang suka sama lo." Ujar Vanes.
"Cowok kok gitu. Banci banget," Ujar Bima.
"Gak lo samperin?" Tanya Devano.
"Buat apa? Aku gak ada urusan sama dia." Balas Meta, dengan wajah menunduk.
Vanes yang menyadari perubahan Meta pun menyunggingkan senyum tipis nya, "Lo berani sama Marcel, tapi lo gak berani menatap Devano secara langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRANDAL IS MY HUSBAND
RomanceHidup tanpa aturan, tawuran, berantem, menikah di usia remaja. Dari semua hal buruk yang dia lakukan justru membuat seseorang yang menatap nya dari jauh semakin mencintainya, tak perduli sedalam apa luka yang dia berikan. "Aku tahu, kamu baik. Hany...