Day 14

861 84 47
                                        

Zayn keluar dari kamar bertepatan dengan Navali yang juga keluar dari kamarnya.

Letak kamar mereka berhadapan.

Keduanya saling tatap dalam diam, sampai akhirnya Navali berjalan untuk duduk diruang tamu.

"Gue pergi keluar dulu," kata Zayn tiba-tiba.

Entahlah kenapa dia pamit ke Navali yang kini termangu ditempatnya. Tidak biasanya juga Zayn pamit. Jika pergi keluar ya tinggal pergi saja.

"O-- oh, oke. Hati-hati."

Zayn tidak langsung pergi. Cowok itu berjalan ke dapur untuk membawa sekotak pizza yang sempat ia pesan, lalu setelahnya diberikan kepada Navali yang tambah termangu.

Navali berpikir kalau Zayn tengah kerasukan setan Bali sekarang.

"Ekhem, itu pizza bekas gue." Cowok itu berucap tanpa menatap Navali.

"Iya, terus?"

"Lo abisin daripada mumbazir."

Mata Navali mengerjap pelan. Ia menatap kotak pizza dipangkuan dengan Zayn secara bergantian.

"Tapi gue udah makan," ucapnya yang membuat Zayn menatap sebal kepada Navali.

"Ya makan lagi. Lagian kasian kalau pizza yang masih ada banyak itu gak dihabisin. Lo mau pizza-nya nangis?"

Mulut Navali terbuka, dia semakin menatap heran ke arah Zayn.

Cowok itu sedang kenapa hari ini?

"Gue lagi diet-"

"Alah, lo mau nyiksa diri sendiri? Badan lo udah bagus, gak perlu diet lagi."

Setelah berbicara seperti itu baik Zayn maupun Navali diam dengan otak yang memikirkan kejadian waktu itu. Kejadian saat Zayn mengobati luka di punggung Navali. Saat Zayn bisa melihat tubuh wanita itu yang hanya memakai pakaian dalamnya saja.

Untuk mencairkan suasana, akhirnya Navali mengangguk. "Oke, gue bakal makan pizza ini."

"Bagus. Abisin sama tempatnya sekalian."

Navali tersenyum. "Thanks, Zayn."

Tanpa membalas ucapan terima kasih dari Navali, Zayn langsung pergi untuk keluar dari villa.

Hari ini dia memilih untuk membawa motor yang kebetulan baru dibeli pagi tadi.

Sudah lama ia tidak membawa motor, terakhir membawa yaitu saat tengah membonceng Azella.

"Kalau ada orang asing nanyain Navali, bilang aja gak kenal yang namanya Navali. Dan gak ada orang di villa ini yang namanya Navali, ngerti?" Zayn menatap dua satpam yang ia rekrut untuk melindungi Navali dari orang suruhan papa wanita itu.

"Mengerti."

"Kalau Navali mau keluar, jangan dikasih izin." Nanti jatoh ke got, gue lagi yang obatin.

Setelah selesai memberikan beberapa perintah untuk kedua satpam itu, Zayn segera menjalankan motornya ke toko bunga.

Kemarin ia membeli bunga untuk mengingat Azella saja.

Ternyata Zayn tidak melupakan rencana kemarin bersama gadis bernama Agatha.

••••

Kaia tidak salah lihat.

Gadis itu mengepalkan tangan saat melihat Agatha tengah tersenyum bersama Zayn yang kini membagikan kotak makan ke beberapa anak jalanan di bawah flyover.

Bisa-bisanya Agatha kenal Zayn, dan bisa-bisanya gadis itu bisa membuat Zayn tersenyum.

"Sialan!" desisnya untuk melampiaskan rasa kesal.

Tanpa berlama-lama lagi, Kaia menyebrang jalan. Dia menghampiri Agatha juga Zayn yang kini mengeratkan kening saat melihat kehadirannya.

"Hai, Kaia! Wah, kita bisa ketemu di sini ya," sapa Agatha sembari tertawa kecil.

"Gak usah sok akrab!" ketusnya yang berhasil membuat Agatha terdiam.

Zayn menatap bergantian kedua gadis itu. Bisa dia tebak kalau Agatha kenal Kaia, begitupun sebaliknya.

"Lo lagi ngapain sama ini orang?" Kaia bertanya kepada Zayn, tangannya menunjuk Agatha dengan terang-terangan.

Alis Zayn naik sebelah. "Buta mata lo? Liat aja kegiatan gue sama Agatha lagi ngapain."

Kaia kesal! Apalagi saat mendengar nama Agatha disebut oleh Zayn.

Sudah sejauh apa mereka?

"Lo gak boleh deket-deket sama dia."

"Lah, ngatur. Suka-suka gue mau deket sama siapa juga."

Mata Kaia melotot. "Kan, kita udah deket!"

Zayn berdecak, matanya mendelik karena kesal.

"Lo bukan pacar gue, jadi jangan sok keras."

Agatha hanya bisa menatap Zayn juga Kaia secara bergantian. Tatapan matanya polos dan dia benar-benar tidak tahu keduanya itu ada hubungan apa.

"Heh, lo!" Kaia berseru pada Agatha. "Gak cukup ya dulu lo rebut orang yang gue suka? Masa sekarang mau rebut lagi? Kekurangan cowok apa gimana?!"

Agatha jelas melongo. Dia tidak tahu apapun.

"Aku gak ngerti loh sama apa yang kamu bi-"

"Lo tuh andalannya selalu pakek wajah polos lo itu yang bikin gue muak! Berhenti pura-pura polos dan tunjukin sifat asli lo yang bikin gue jijik," cerca Kaia sambil menampilkan wajah marahnya.

Kaia muak karena Agatha selalu bisa dekat dengan orang yang ia suka. Gadis itu muak karena Agatha selalu lebih unggul dibandingkan dirinya.

"Pergi aja kalau mau bikin kacau." Zayn mengusir Kaia yang justru semakin berang.

Kaia menganggap dengan Zayn yang membela Agatha, membuktikan bahwa status kedua orang itu spesial.

"Kenapa sih, Agatha selalu bisa deket sama orang yang gue suka tanpa dia harus berjuang kayak gue?!"

Agatha langsung terpaku, sedangkan Zayn malah bersandar di bebatuan sambil menatap drama didepannya.

"Aku gak tau kalau Zayn deket sama kamu," ucap Agatha. Nadanya sangat lembut dan hati-hati.

"Halah bacot! Katanya sahabat gue tapi hobinya ngerebut orang-orang yang gue suka."

Agatha mengerutkan keningnya. Sepertinya Kaia salah paham karena dia tidak merasa telah merebut orang-orang yang Kaia suka.

"Gak usah dengerin bacotan dia," sahut Zayn.

Tangan Kaia semakin terkepal dengan erat. Hatinya sakit tapi dia tidak mengenal kata menangis.

Sebelum memilih untuk pergi, terlebih dahulu Kaia mengacungkan jari tengahnya kepada Agatha.

"Fuck you!"







||||

nah kan berantem.






30 DAYS WITH ZAYN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang