Bagian 2

2.2K 64 5
                                    


Wasiat Cinta

*
*

BAB II

**

Pernikahan-!

*
*

Jika biasanya hari paling bersejarah bagi wanita itu adalah pernikahannya, saat ayahnya menyerahkan putrinya kepada pria yang akan melanjutkan perjuangannya melewati ijab kabul.
Maka aku katakan sekali lagi, aku bukan bagian dari wanita yang mengucapakan hari pernikahannya adalah hari bersejarah dan paling membahagiakannya.

Aku tidak benar-benar menginginkan pernikahan ini, karena menurutku hari ini adalah hari terburukku. Aku menikah dengan seseorang yang bahkan hanya bertemu satu kali dan dipertemuan kedua kami resmi menyandang status baru.

Selama proses merombak wajahku oleh perias didepanku saat ini, aku terus mengumpati para tetangga yang membuat cikal bakal kejadian ini terjadi.
Bukannya aku dendam, tapi sedikit kesal saja. Padahal ibuku adem ayem saja sebelum mereka mengomporinya karena aku belum menikah diusia yang sudah menginjak dua dekade.

Setelah selesai menghias wajahku yang hasilnya boleh dikatakan bagus, karena sedari tadi aku terus dipuji pangling oleh para sodara saat aku berjalan kepelaminan untuk menunggu kedatangan calon memepelai pria.

Ah, aku masih tak percaya hari ini aku akan menikah.

"Aduuhhh! Meni geulis pisan (1) putrinya bapak Adi ini!" Seru bu Aida menatapku dengan tersenyum senang.

Ini nih biangnya!!

Gerutuku dalam hati, tapi aku tetap membalasnya dengan tersenyum.

"Jangan tegang atuh neng. Kalemin aja weh" timpalnya lagi.

Kalemin pala lu!! Gara-gara lo nih!!

Ingin rasanya aku mengucapakan kata kitu tapi apalah daya yang keluar, "Hehe, iya bu" jawabku malu-malu kodok.

Ibuku yang duduk dikursi khusus untuk orang tua kedua memepelai menatapku dan bu Aida sambil tersenyum, ya senyum bahagia.

Astaga! Jahat sekali aku jika membantah pernikahan ini. Ibuku tampak bahagia sekali melihat anak bungsunya melepas lajang.

"Wiihhh, cakep lu" kini giliranku yang meledek sobat akrabku yang juga merias wajahnya, siapa lagi jika bukan Sania.
Dia duduk disebelahku.

"Ah, bisa aje lu! Cantikan juga lu" jawabnya tersenyum dibuat malu-malu.

"Ih, nadjes!" Cibirku dengan gaya so ingin muntah.

"Eh-eh, jangan dijelek-jelek mukanya entar suami lo alergi liat muka lo"

"Si anjir! Muke lu noh jelek. Muka gue mah cakep, sekali kedip Om Ali bakalan kicep digoda sama gue" jawabku ngasal.

"Bhahahaha... Kita lihat neng Kinanti yang cantik jelita tapi cantikan gue, kalo lo hamil di usia pernikahan kalian empat bulan gue percaya kalo suami lo kicep beneran sama lo" Kata Sania dengan nada bicara menantang.

"Apaan sih! Omongan lo kalo udah kayak gini bakalan ngaco! Pergi lo" usirku kesal tapi membuat dirinya tambah tertawa ngakak.

"Entar kalo lo hamil kasih tau gue. Kita jodohin anak kita kalo udah gede" Sania ini! Malah lanjut ngawur omongannya.

"Iya kalo anak kita beda gender. Kalo sama gimana? Lo mau anak kita ngehomo?" Tanyaku sarkas.

"Astagfirullah, Juleha! Jadi tante ragil dong kalo gitu caranya mah"

"Iya. Kayak kita berdua" jawabku tambah ngasal.

"Bhahahaha..." Kami sama-sama tertawa ditengah kegugupanku menunggu kedatangan calon suamiku.

Wasiat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang