Bagian 27

303 13 4
                                    

Wasiat Cinta

*

*

Berdamai

Kinanti duduk dikursi sebelah Ali yang tengah fokus menyetir.
Ia tersenyum mengingat percakapan mereka kemarin malam. Ali yang katanya sudah mulai mencintai Kinanti, Ali yang menyukai Kinanti lebih dulu, jauh sebelum mereka bertemu diperjodohan, dan Kinanti yang tak bisa menahan salting sampai sekarang.

"Kamu kenapa senyum-senyum terus? Ada apa?" Tanya Ali, mengingat tak ada hal yang lucu sekarang diantara mereka.

Kinanti menggeleng, tersenyum manis. "Gakpapa, lagi pengen senyum aja. Gak sabar pulang kerumah." Jawab Kinanti asal. Ia tak ingin suaminya itu tahu kalau dia sedang salah tingkah.

Ali tersenyum. "Ooh... Kamu mau beli sesuatu dulu? Sebentar lagi kita sampai, jadi sekalian saja." Tanya Ali, mengingat nafsu makan Kinanti setelah hamil makin bertamah, apalagi saat sembuh dari sakit kemarin, tadi pagi saja Kinanti menghabiskan dua mangkuk bubur. Katanya sedang sangat lapar.

"Enggak usah, aku masih kenyang." Jawab Kinanti.

Merekapun sampai dirumah kedua orangtua Ali.
Kenapa kesana?
Ali mengatakan bahwa untuk beberapa hari kedepan sebaiknya Kinanti dan dirinya tinggal dirumah kedua orang tua Ali, mengingat asisten pribadi dirumah Ali sedang membantu memisahkan juga dirumah kedua orangtuanya.
Kinanti yang paham pun iya-iya saja.

Merekapun sampai, Ali keluar mobil lebih dulu, lalu berputar untuk membukakan pintu Kinanti, menuntunnya keluar dari mobil.

"Ayo..." Kata Ali menggenggam tangan Kinanti.
Kinanti yang dapat perlakuan itu tersipu, mengikuti langkah suaminya.

"Ekhmm! Biasa aja kali mukanye, kayak bocah remaja baru jatuh cinta aja lo!" Suara tak asing terdengar.
Kinanti melotot melihat Nando tengah berdiri ditaman rumah, memegang penggunting rumput, tak lupa juga tangannya sudah berbalut sarung tangan.

"Lho? Ngapain si kampret ini disini?" Tanya Kinanti kaget.
"Lagi nguli." Jawab Nando dengan wajah cemberutnya.
"Gak kerja lo?!"
"Ya inikan lagi kerja! Tugas tambah dari yang mulia raja!"
"Hahah... Siapa?" Kinanti tertawa melihat penampilan sahabatnya itu, wajah penuh peluh dan baju yang sudah kotor oleh tanah.

"Saya." Seorang pria usia lanjut datang dari arah pintu utama rumah, menampilkan tubuh yang bersahaja meski sudah lanjut usia.
Sembari membawa tongkat jalan, ia menghapiri Kinanti dan Ali yang tengah mengobrol dengan pria tengil yang tak kakek itu sukai.

"Eyang?" Ali mencium tangan kakeknya itu dengan lembut, tanda Ali sangat menghormati tetua dikeluarganya itu.
"Astaga! Ini cucuk menantuku? Sangat manis sekali." Si Eyang mendekat kearah Kinanti, mengelus pipinya sayang.
"Iya, Eyang. Eyang sehat?" Kinanti berucap lembut, mencium tangan pria tua itu.
"Ciihh... Ngapain juga gue ada disini?" Decihan Nando pelan melihat keharmonisan keluarga baru sahabatnya itu.

"Allhamdulillah, berkat do'a kalian juga. Kamu? Bagaimana keadaanmu? Kenapa bisa sampai sakit?"

"Aku hanya kelelahan, Eyang. Sudah tidak apa-apa."

"Syukurlah. Aku sangat ingin menjengkmu, tapi seseorang melarangnya. Mengatakan bahwa istrinya baik-baik saja bersamanya." Mata kakek itu melirik sinis kearah Ali, membuat Kinanti terkekeh pelan.

"Mas Ali benar, Eyang. Aku baik-baik saja, lihat sekarang aku sudah sehat." Jawab Kinanti, melirik Ali yang sudah mendatarkan ekspresi wajahnya.

Eyang Raga tertawa, merasa lucu ketika melihat tingkah cucu menantunya itu, masih tak percaya cucu laki-laki yang sejak kecil kurang bergaul sudah memiliki istri seriang Kinanti.

Wasiat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang