Bagian 28

308 20 1
                                    

Wasiat Cinta

*
*
*

Trip Dadakan

Sudah dua purnama lebih Kinanti tinggal dirumah kedua orangtua Ali, selama itu pula hubungannya dan sang suami semakin dekat dan membaik, meski terkadang Kinanti masih penasaran tentang cerita masa lalu keluarga Assegaf dari versi Ali.

Untuk saat ini Kinanti tak pernah menuntut lagi kepada Ali untuk bercerita, ia paham. Mungkin suatu saat nanti jika sudah siap, suaminya itu akan bercerita sendiri.

Saat ini Kinanti sedang bersantai ditaman rumah, udara sejuk penuh tanaman dan dua pohon mangga disana terasa nyaman untuk Kinanti, mengingatkan rumah orang tuanya di kampung.

Duduk disoffa sambil membaca novel baru yang dibelikan Ali beberapa hari lalu. Kinanti merengek ingin dibelikan novel baru yang ia baca diaplikasi situs buku online namun tidak rilis semua bab karena sudah diterbitkan. Akhirnya Ali dengan suka hati membelikan buku itu ditoko buku terdekat, Kinanti sangat senang mendapatkan apa yang ia mau dari suaminya itu.

"Kin? Gue balik ya?"

Kinanti terlonjak mendengar suara orang tiba-tiba saat tengah fokus membaca.

"Bjiirr! Ngagetin aja lo!" Sentak Kinanti, mengelus dadanya, setelah itu mengelus perutnya yang semakin membesar. Usianya hampir memasuki tujuh bulan ngomong-ngomong.

Yang disentak hanya memperlihatkan cengiran kudanya. "Heheh, maafkeun bestie." Ujarnya.

"Lagian ngapain pake pamitan segala! Biasanya keluar masuk rumah kagak tahu malu, gak ada tuh pamit-pamit segala sama gue!" Sarkas Kinanti. Ia heran kenapa bisa bertahan lama berteman dengan pria tengil itu.

Nando ikut duduk disebelah Kinanti, menghela nafas panjang membuat Kinanti menyerngit heran. Kenapa lagi bocah ini?

"Lo tengkar lagi sama Eyang?" Tanya Kinanti, tak biasanya temannya ini lemas seperti sekarang.

Nando menggeleng. "Enggak. Kemarin pamitan sama Eyang aja gue sama dia malah pelukan." Jawab Nando. Dua hari lalu Eyang Raga kembali ke Singapura, katanya tidak bisa lebih lama lagi disini karena terlalu lama meninggalkan rumah, sudah rindu halaman favorit mendiang sang istri katanya.
Dan yang bertugas mengantar Eyang kebandara adalah Nando. Atas permintaan Eyang Raga sendiri.

"Terus kenapa lemes gitu? Elo ada masalah? Di kantor? Kakak lo? Atau Ibu lo? Atau.... Mbak Alana?" Kinanti bertanya jengkel, tak kuat jika temannya yang super aktif itu tiba-tiba lunglai tak ada daya semangat.

"Gue mau balik ke Jakarta. Kayaknya bakalan tinggal sama Teh Fania lagi. Kuliah gue juga udah mau selesai. Tinggal nunggu tanggal wisuda." Ujar Nando tanpa melihat Kianti, lurus menatap kolam renang yang nampak tenang namun isi kepalanya berisik dengan pikirannya sendiri.

"Lho? Kok balik? Katanya mau lanjut kerja di hotelnya Mas Ali. Lo dipecat pas kemarin magang?" Kinanti kaget tentu saja, mendengar Nando yang semangat ingin bekerja di kantor suaminya tiba-tiba berubah.

"Enggak. Emang gue yang mengundurkan diri aja. Bang Ali bahkan udah nawarin kerjaan bagus, tapi gue tolak."

"Kenapa?"

"Gak cocok aja. Belum pantes juga dapetin amanah gede dari suami lo. Jadi mutusin buat pulang aja dulu, siapa tau nanti gue dapet kerjaan bagus di Jakarta. Gue bisa tanya-tanya Kak Wira nanti."

"Enggak deh enggak. Satya Nando Pratama gak kayak biasanya deh? Lo kenapa sih? Cerita Nan, cerita!" Kinanti menggeleng, menepuk pundak Nando keras. Ada apa dengan temannya ini?

Wasiat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang