Bagian 22

1K 71 9
                                    


Curhat dikit yaww, wkwkwk.
Ada yang ngeuh gak dari Bab awal sampe sini??
Kok gue bisa lupa yak sama nama panjang pemeran utama🤣🤣
Di Bab awal tuh Ali Assyaputra, kenapa makin kesini jadi Ali Assegaf?😭🙏🏼
Jadi kalian mau Ali Assyaputra atau Ali Assegaf??🤣 Gue keinget Ali Assegaf mulu😭🙏🏼🙏🏼

Wasiat Cinta

*
*

Permintaan Terakhir

* * *

Segera pulang karena Bapak Adi sudah membombardir ponsel milik Ali sebab dijam setengah sepuluh malam mereka belum kembali.

Kini Kinanti tengah mengamati suaminya yang sibuk memasukan barang-barangnya yang akan ia bawa besok.

Setelah mendapatkan pesan dari Ayahnya tentang apa yang terjadi kepada adik bungsu suaminya itu, Ali memutuskan untuk kembali kerumah besok pagi.

Lalu Kinanti?
Dia masih betah katanya disini. Makanya saat ini ia masih membujuk Ali agar bisa membiarkan dirinya tinggal dikampung lebih lama, tapi sejak tadi Ali terus menolak, tak mengijinkan yang artinya Kinanti harus ikut pulang.

"Yaaa Mas yaaa... Mas aja duluan pulang, aku disini. Liimmaa harriii ajaa..." Rengek Kinanti, menatap punggung suaminya yang sibuk memasukan baju terakhir kedalam tas.

"Tidak, Kinanti. Nanti siapa yang jemput kamu kalo gak ikut besok?" Masih memberi alasan, agar istrinya itu bisa menurut.

"Aku bisa minta jemput Bang Rian atau Bang Zidan."

"Gak bisa. Gak enak ngerepotin, lagi pula mereka baru kemarin pulang, masa harus balik lagi jemput kamu"

Tambah cemberut saja riak muka istrinya itu, tak terima keputusan sang suami berikan.

Ali menyimpan barang bawaannya didekat kasur, setelah itu mengambil kembali tas istrinya yang kosong, bersiap membereskan barang Kinanti juga.

"Mana aja barang kamu? Biar saya beresin" Tanya Ali, mulai memasukan sedikit baju yang tertumpuk di meja belajar Kinanti.

"Sekalliii aja, Mas. Dua hari deh, gakpapa dua hari, Mas yang jemput" masih saja istrinya keukeuh agar bisa tinggal disana lebih lama.

"Serius Kinanti?? Kam-"

Drrtttt... Drrtttt...

Suara ponsel suaminya bergetar, membuat dia menghentikan ucapannya, pergi keluar setelah melihat nama yang tertera dilayar.
Membuat Kinanti memanyunkan bibirnya, merasa kesal karena suaminya tak bilang siapa gerangan yang menelpon.

Main pergi aja tuh orang!

Kinanti mengelus perutnya yang tambah keras saja, "Adek? Adek nanti jangan ngeselin kayak Papi kami ya? Mami kayaknya gak bakalan sanggup ngadepi sifat sama dari dua orang, bisa stress duluan" ucapnya sambil tertawa, sedangkan tangannya sendiri tak berhenti mengelus perutnya.

"Lucu juga ya manggilnya Papi Mami. Keren nih nanti anak gue, si Sania bakalan hujat abis-abisan, hahaha.." gumam Kinanti lagi, namun kali ini kepada dirinya sendiri.

Sekembaliannya Ali dari luar, ia melihat istrinya sedang tertawa-tawa sendiri sambil mengelus perutnya pelan.
Ali yang melihat moment itu tersenyum tipis, senyum yang tak sampai mata, menandakan jika pikirannya tak baik-baik saja.

"Khhmm.." dehemnya, membuat Kinanti menoleh, melihat suaminya yang langsung duduk disebelahnya.

"Ngapain?" Tanyanya, membuat Kinanti mengerjapkan matanya.
Bukan, bukan karena kaget tengah kepergok ia sedang tertawa sendiri, tapi posisi suaminya yang sangat dekat saat bertanya, itu yang membuatnya tak bisa langsung menjawab. Salting.

Wasiat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang