Chapter 36: Winter's Tale

177 24 20
                                    

Saat ini mungkin yang terbaik adalah melepaskan semuanya. Mencoba ikhlas mungkin adalah hal tepat yang bisa dilakukan. Tuhan itu memang maha membolak-balikkan hati. Kita tidak tau apa yang terjadi ke depannya. Perasaan itu fleksibel, tidak mutlak. Pun bagi Yoongi, Yewon adalah seseorang yang tidak akan tergantikan. Seseorang yang ia anggap biasa saja, justru kini menjadi orang yang benar-benar ia butuhkan. Yoongi tidak dapat menyalahkan siapapun, karena ia merasa bahwa dirinyalah yang salah. Sebagaimana pun ia mencari pembenaran, ia akan tetap salah.

Lalu bagaimana cara Yoongi survive dalam hidupnya saat ini? Ia sudah cukup bahagia melihat senyum Yewon tadi. Senyum tulus yang pernah menjadi miliknya. Tatapan mata yang lembut saat menatapnya. Suara yang selalu ceria dan perhatian yang ia berikan pada Yoongi. Ia tidak akan bisa melupakan semua itu. Meskipun ia harus merelakannya. Yoongi benar-benar tidak pernah serapuh ini. Bahkan ketika orangtuanya marah padanya, ia tidak sesedih ini. Kini justru orangtuanya sudah kembali berhubungan baik dengannya karena gadis Kim itu. Yoongi tidak akan pernah lupa nasehat yang Yewon berikan padanya. Agar dirinya berbesar hati menemui keluarganya dan meminta maaf, dengan Yewon yang menemaninya saat itu.

Yoongi rasa sudah cukuplah dirinya menyakiti Yewon. Ia tidak ingin Yewon bersedih lagi. Luka yang ia berikan terlalu menyakitkan. Juga luka yang ia berikan pada keluarga Kim. Yoongi mengambil kertas surat bergambar Big Ben itu dan mulai menulis. Setidaknya, jika ia tidak bertemu Yewon, ia akan menitipkan surat ini pada Namjoon. Entah Yoongi takut Yewon akan bersedih jika menemuinya atau justru dirinya yang akan sedih jika menemui Yewon terlebih jika sudah ada seseorang disampingnya. Maka itu, Yoongi memilih untuk menulis saja.

Selembar kertas mungkin tidak cukup untuk mencurahkan segala perasaannya. Namun setidaknya Yoongi lega. Ia benar-benar menuliskan apa yang ia ingin ceritakan pada Yewon.

Koper ditutup, Yoongi selesai mengepak pakaiannya. Rencananya dua minggu disini, tapi ia tidak sanggup untuk berlama-lama lagi. Bahkan untuk sekadar jalan-jalan pun Yoongi tidak ingin sama sekali. Ia akan berencana pulang besok pagi. Hanya Minggu pertama saja ia bertahan. Karena baginya semuanya sudah cukup. Kisahnya sudah berakhir.

***

Yoongi memakai kacamata hitamnya dan topi di kepalanya. Ia berusaha menutupi sembab di matanya. Ia akan terbang satu jam lagi, tapi saat ini ia telah berada di bandara. Menunggu seseorang.

"Yoon..." Seseorang melambaikan tangannya dan menghampiri Yoongi.

"Apa kabarmu?" Tanya Yoongi.

"Aku baik." Jawabnya. "Ah, aku baru saja tiba dan kau akan pergi? Kau masih mempunyai libur satu minggu lagi kan? Ayolah aku akan mengajakmu berjalan-jalan ke beberapa tempat bagus. Kau juga belum menemui Yewon kan? Ayo aku akan mempertemukan kalian."

"Sudahlah Namjoon-ah. Semuanya sudah cukup. Aku tidak ingin membuat Yewon bersedih lagi. Aku sudah bertemu Taehyung beberapa hari lalu dan dia mengatakan bahwa ia kecewa padaku. Joon-ah, sampaikan pada mereka aku minta maaf. Ya meskipun aku tau mungkin maafku tak berguna. Tak bisa mengembalikan apapun. Setidaknya, itu menunjukkan penyesalanku pada mereka." Ucap Yoongi pelan. Namjoon merangkul sahabatnya itu. Sulit dipercaya memang jika Yoongi sudah mencintai Yewon sedalam ini. Mengapa Namjoon berpikir seperti itu, karena level tertinggi mencintai adalah mengiklaskan. Dan Yoongi melakukannya.

Namjoon melirik Yoongi yang sedang menenggak minuman di hadapannya. Namjoon sebenarnya sedih, sedih dengan semuanya. Sedih karena Yewon dan Yoongi harus berpisah, sedih karena Yoongi ternyata bisa setersiksa ini. Juga Yewon yang sama tersiksanya. Mereka sebenarnya masih saling membutuhkan namun sama-sama mengiklaskan agar satu sama lain berbahagia.

Panggilan penumpang untuk ke Korea sudah terdengar. Mereka memang hanya mengobrol di cafetaria yang ada di bandara. Yoongi menyandarkan tubuhnya dan tersenyum tipis.

SOMEDAY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang