Mistake 01

3.2K 387 47
                                    

Malam itu agaknya akan menjadi malam terkelam dalam hidup Min Yoongi. Sebab, saat itulah, dengan tanpa sengaja ia telah merenggut nyawa seseorang tidak berdosa.

Tepat pada pukul 23.45, Yoongi yang saat itu tengah dalam keadaan tak sadar selepas menghabiskan satu botol minuman, nekat mengemudikan mobilnya sendiri dengan ugal-ugalan.

Badai hujan serta petir yang terus menyambar membuat jalanan Seoul malam itu cukup lengang. Tak banyak kendaraan lalu-lalang, yang tentu saja semakin memudahkan Yoongi untuk melewatinya.

Namun, tetap saja. Setiap kesalahan pasti memiliki konsekuensinya sendiri. Siapa sangka, jika satu kesalahan yang Yoongi lakukan akan menghantarkannya pada jurang penyesalan.

Sebab; akibat Yoongi yang menyetir secara ugal-ugalan, membuatnya tanpa sengaja telah menabrak seorang pejalan kaki yang hendak menyebrang.

Yoongi sadar, matanya bahkan terbuka lebar tatkala melihat tubuh pria itu terlempar jauh setelah tertabrak oleh mobil miliknya.

Akan tetapi, alih-alih menolong; Min Yoongi justru memilih untuk kabur. Meninggalkan pria yang saat itu tengah meregang nyawa, lantaran ketakutan telah membuat akal sehatnya tidak berjalan.

***
Proses pemakaman Jeon Wonwoo telah usai. Namun, tanggung jawab Yoongi terhadap Jungkook baru saja akan di mulai.

Setelah bujuk rayu yang Yoongi lontarkan guna membuat Jungkook menurut, ia bersyukur karena pada akhirnya anak kecil itu bersedia untuk meninggalkan rumahnya. Ikut dengannya menuju rumah baru, yang mulai sekarang juga akan menjadi tempatnya tinggal.

Tidak ada konversasi apa pun yang mereka lakukan dalam perjalanan. Yoongi hanya fokus menyetir. Sementara Jungkook? Anak itu tertidur pulas di kursi penumpang akibat kelelahan.

Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk sampai di rumah berlantai dua milik Yoongi. Pria itu segera turun dari mobilnya, kemudian membuka kursi penumpang dan menghampiri Jungkook yang ternyata masih tertidur pulas hingga saat ini.

"Maafkan Paman, Nak," lirih Yoongi. Rasa bersalah kembali hinggap di hatinya, saat melihat tetesan air mata yang masih terlihat jelas di wajah basah anak itu.

Masih segar dalam ingatannya ketika Jungkook menangis, meneriaki orang-orang yang hendak menguburkan jenazah sang ayah ke dalam tanah. Ia bahkan sampai harus memeluk Jungkook dengan erat, lantaran anak itu terus saja meronta—meminta untuk dilepaskan.

Tak ingin mengusik tidurnya, Yoongi lantas memilih untuk  menggendong tubuh mungil Jungkook. Merebahkankannya dengan hati-hati begitu sampai di kamar, sebelum akhirnya meninggalkan anak itu sementara ia membersihkan diri.

***
"Demi Tuhan. Untuk apa kamu membawa anak itu ke rumah, Yoon?"

Sejak awal Yoongi tahu, jika keputusannya untuk mengambil alih tanggung jawab Jungkook pasti akan menjadi masalah bagi Min Yoorim--sang ibu.

"Kita sudah membicarakan ini, Ma."

"Dan Mama tidak pernah setuju dengan keputusanmu. Ingat itu."

Yoongi memijat pangkal hidungnya, tak tahu harus bersikap seperti apa untuk menanggapi kelakuan ibunya.

"Sebenarnya apa masalahmu? Kasus kecelakaan? Mama sudah mengurus semuanya. Lagi pula, tidak ada bukti kuat yang menunjukan jika kamu adalah pelaku di balik kecelakaan itu. Hanya ada cctv, yang kebetulan telah rusak akibat badai malam itu." 

"Bukti itu memang sudah lenyap, tapi bagaimana dengan rasa bersalah Yoongi pada anak itu, Ma? Sengaja atau tidak, kenyataannya Yoongi telah membunuh ayahnya!"

Tidak ada sahutan dari sang ibu kali ini, membuat Yoongi meneruskan ucapannya kembali.

"Jungkook, anak itu baru berumur lima tahun. Ibunya sudah meninggal, dan Yoongi? Yoongi telah merenggut ayahnya—satu-satunya keluarga yang dia punya."

"Kamu bisa—"

"Yoongi bisa saja menaruhnya di panti asuhan, melupakan semuanya dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Tapi, Ma ... Yoongi tidak bisa. Yoongi akan merasa menjadi orang paling jahat jika benar-benar melakukannya."

Sadar atau tidak, kini Yoongi mulai meneteskan air matanya. Yoongi benar-benar merasa menyesal atas semua perbuatannya. Dan akan lebih menyesal lagi, jika ia menuruti perintah sang ibu untuk membiarkan Jungkook hidup di panti seorang diri.

"Yoongi memang tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi. Namun, Yoongi pastikan jika Jungkook tidak akan mengalami kesulitan selama Yoongi masih ada. Jadi, apa pun yang Mama rencanakan—tolong hentikan jika Mama memang benar-benar menyayangi Yoongi, ya?" 

Yoongi memutuskan telfonnya secara sepihak begitu ia menyelesaikan perkataannya. Melempar asal ponselnya, lantas segera pergi saat mendengar keributan dari arah kamar Jungkook yang berada tak jauh dari kamarnya sendiri.

***
Jungkook menangis. Anak itu ketakutan begitu terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di kamar orang lain.

Yoongi yang baru saja sampai langsung berlari, menaiki ranjang Jungkook untuk kemudian menenangkan anak itu dengan cara memeluknya.

"Sst, jangan menangis, ya? Jungkookie anak baik, kan?"

Yoongi berkata dengan lembut, berharap tangis Jungkook akan berhenti setelahnya. Akan tetapi, tidak. Anak itu justru semakin menangis dan meronta dalam pelukannya.

"Mau Ayah! Hiks, Koo mau Ayah!"

Hati Yoongi semakin tercubit mendengar permintaan Jungkook. Seharusnya Yoongi sadar, jika tidak akan semudah itu untuk membuat Jungkook merelakan kepergian sang ayah.

Terlebih lagi Jungkook hanyalah anak kecil. Ia pasti masih sangat membutuhkan sosok ayah yang telah Yoongi renggut dari dirinya.

"Paman bilang apa tadi? Ayah Koo sudah dipanggil Tuhan. Kalau Koo sayang sama Ayah, Koo tidak boleh menangis karena itu akan membuat Ayah Koo sedih juga di atas sana."

"Koo mau Ayah Koo sedih?"

Gelengan kecil Yoongi rasakan, membuatnya tersenyum dan mengecup pelan dahi Jungkook.

"Kenapa Tuhan panggil Ayah?"

Jungkook kembali bertanya.

"Karena Ayah Koo orang baik."

"Memangnya Koo tidak baik?"

Untuk beberapa saat, Yoongi sempat tertegun mendengar jawaban bocah dalam dekapannya. Ucapan Jungkook barusan, Yoongi tahu benar apa artinya.

"Koo anak baik, tentu saja. Suatu saat nanti, Koo pasti akan bertemu dengan Ayah Koo lagi. Tapi untuk sekarang ...." Yoongi menjeda ucapannya, sebelah tangannya ia gunakan untuk semakin menarik tubuh anak itu guna mengeratkan pelukannya

"Untuk sekarang, Koo hanya perlu mendo'akan Ayah Koo saja. Jadi anak baik dan buat Ayah Koo bangga. Dengan begitu, Ayah Koo pasti akan bahagia."

"Benalkah?"

"Eoh."

Jungkook tak lagi meronta. Anak itu justru mulai menyamankan posisinya dipelukan Yoongi—pria yang mengaku sebagai teman ayahnya—sambil sesekali mendongakkan wajahnya.

"T-tapi, Koo mau Ayah."

"Kan ada Paman."

"P-paman 'kan, bukan Ayah."

Seulas senyum tercetak di wajah Yoongi usai mendengar penuturan Jungkook. Ia beralih menatap mata bulat bocah itu—yang kini juga tengah menatapnya sebelum akhirnya kembali berkata;

"Kalau begitu; Paman boleh jadi Ayah Koo, tidak?"

Tbc.







_________
Tunggu sampai 50 vote dan 20 komen buat next part, ya~

Jadi, buruan vote dan komen yang banyak! Hehe.
___________________

Mistake✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang