Yoongi bukanlah tipikal orang tua yang suka memaksakan kehendaknya. Dalam setiap hal, ia selalu mencoba menghargai apa pun keputusan yang Jungkook ambil selama itu baik dan membuatnya bahagia.
Namun, membiarkan Jungkook terus tinggal bersama keluarga Park sama saja dengan Yoongi merelakan sang putra untuk melakukan hal gila yang ibunya minta. Oleh sebab itu, ia sempat berpikir akan menyeret paksa sang putra apabila anak itu tetap kekeuh pada pendiriannya.
Yoongi bersyukur sebab Jungkook tidak memaksanya melakukan hal demikian. Meski dengan sedikit keributan, pada akhirnya anak itu memilih mengikutinya pulang.
"Terima kasih banyak, Pak Ahn," ujar Yoongi, pada sang sopir yang masih berada di kursi kemudi.
"Anda bawa saja mobil Saya. Sudah larut malam, sulit untuk mencari kendaraan sekarang." Yoongi kembali berujar, kemudian melanjutkan, "Sebelum itu. Tolong bawa masuk koper Saya dulu, ya?"
"Baik, Tuan."
Sementara itu, Jungkook hanya diam mendengar percakapan sang ayah serta pak Ahn. Kendati ia bingung mengapa dan untuk apa sang ayah membawa beberapa koper di dalam mobilnya, tetapi ia sukar untuk bertanya dan memilih bersikap abai saja.
Yoongi yang sebenarnya memang sudah cukup lelah langsung melangkah menuju rumah, diikuti oleh Jungkook di belakangnya. Pria itu membuka kunci pintunya, lantas memasuki rumah yang sebelumnya sudah siap untuk ia tinggalkan.
"Istirahatnya nanti dulu, ya, Koo? Koo belum makan, 'kan?" ucap Yoongi, melihat Jungkook yang sudah melangkah menuju kamar.
"Aku tidak lapar," jawab Jungkook.
Tanpa menunggu apa pun lagi, ia kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Yoongi, yang hanya bisa menghela napas pasrah melihat tingkah laku sang putra.
Tidak apa, Jungkook memilih ikut dengannya saja sudah lebih dari cukup untuknya.
***
Jimin sama sekali tidak mengerti, apa alasan orang tuanya begitu ingin Jungkook memberikan satu ginjalnya untuknya. Jika mereka memang sepeduli itu padanya, kenapa tindakan mereka justru mengatakan yang sebaliknya?Jimin tidak memaksa mereka harus menemaninya sepanjang hari. Ia sadar, pasti butuh biaya yang tidak sedikit selama ia menjadi pasien rumah sakit.
Namun, Jimin rasa mereka juga tidak semiskin itu, hingga ekonomi keluarga akan langsung berantakan andai salah satu dari mereka mengambil cuti untuk sekadar menemaninya di sini.
Jimin memang sudah terbiasa. Semenjak kepergian sang ibunda, ayah menjadi orang yang gila kerja hingga tak jarang membuat ia merasa diabaikan. Jimin juga tidak terlalu dekat dengan Ji Hyun. Selain karena alasan ia yang sejak awal sudah tidak setuju dengan pernikahan kedua sang ayah, wanita yang berstatus sebagai ibu tirinya itu juga tak ada bedanya dengan ayahnya yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di butik kesayangannya.
Semua itu tidak terlalu Jimin pikirkan awalnya. Ia tidak peduli, selama ayah masih bertanggung jawab atas dirinya meski hanya dalam bentuk finansial saja.
Akan tetapi, keadaannya berbeda sekarang. Jimin sakit. Seluruh tubuhnya bahkan terasa tidak karuan. Sebelumnya ada Jungkook, namun anak itu juga sudah pergi kemarin malam. Jimin tidak bisa, jika harus melewati semua ini sendirian.
"Kenapa tubuh Saya terasa gatal semua, Sus?" Jimin berujar heran.
Dari pertama kali Jimin membuka mata pagi ini, ia sudah merasa tidak nyaman lantaran hampir seluruh tubuhnya terasa begitu gatal.
Seorang suster yang bertugas mengantarkan sarapan pagi itu tersenyum. Meletakkan makanan di tangannya pada meja samping brankar sambil berujar pelan;
"Tidak apa, itu biasa terjadi pada pasien seperti Anda. Efek samping dari cuci darah, Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake✔️
FanfictionSemua baik-baik saja antara Min Yoongi dan Jungkook-sang putra. Hingga satu kebenaran terungkap, dan membuat segalanya mulai terasa runyam. Cover by : Pinterest.