Seringkali Yoongi meminta Jungkook untuk terbuka padanya. Menganggap dirinya layaknya seorang teman, dan menceritakan apa pun yang dia rasakan.
Jungkook melakukannya. Karena bagi Jungkook, Min Yoongi—sang ayah—memang selalu menjadi orang pertama yang akan Jungkook cari untuk membagi segala suka-duka yang dia miliki.
Karenanya, Jungkook berharap jika Yoongi akan melakukan hal yang sama. Jungkook harap, sang ayah tidak ragu untuk membagi segala sesuatu padanya. Jungkook tidak tahu apa dia bisa membantu. Akan tetapi, setidaknya beban sang ayah akan berkurang dengan itu.
Akan tetapi, tidak.
Meski tidak mengatakannya secara gamblang. Jungkook paham, bahwa sang ayah hanya ingin membagi kebahagiaan dengannya. Segala sesuatu—entah sekecil apa pun itu—akan ayahnya pendam sendiri jika masalah yang harus dia hadapi.
"Jika ini tentang perkataan Ibu. Koo sudah bilang, kalau Ayah tidak perlu memikirkannya, kan?" ujar Jungkook, lantas dibalas dengan anggukan kepala oleh Yoongi.
Jujur saja, Jungkook amat tidak menyukai sifat ayahnya yang satu ini. Jika ada masalah—apa lagi menyangkut dirinya—ayah tidak akan berhenti untuk memikirkannya sebelum masalah itu selesai. Membuatnya tertekan, dan berujung sakit sendiri.
"Ayah bilang Koo bandel. Tapi lihat, Ayah sendiri juga sama saja sepertinya. Sudah berapakali Dokter Jung mengatakan, kalau Ayah tidak boleh memforsir tenaga Ayah dan terlalu banyak pikiran? Tapi tidak, Ayah mana mau dengar. Lihat, tekanan darah Ayah naik. Ayah sakit. Jika sudah begini, siapa yang susah selain Ayah sendiri?"
Andai tidak ingat tata krama, rasanya Jungkook ingin memukul ayahnya saja. Masih jelas dalam ingatannya, ketika sang ayah sakit—bahkan sampai tak sadarkan diri selama dua hari—sebab stress memikirkan perusahaannya yang hampir saja bangkrut.
Apa lagi sekarang. Mengingat usia sang ayah yang semakin bertambah, tentu saja hal itu berpengaruh pada fisiknya. Stress sedikit, ayahnya pasti akan langsung jatuh sakit.
Jungkook tidak ingin itu terjadi, dia tidak suka melihat ayahnya sakit begini. Maka dari itu, Jungkook berusaha menjadi anak yang baik. Dia selalu berusaha pulang tepat waktu, mengabari sang ayah ke mana pun dia pergi, atau menghindari apa pun yang bisa membuat ayahnya khawatir.
Akan tetapi, kehadiran sang ibu yang begitu tiba-tiba agaknya cukup membuat ayahnya terkejut. Belum lagi permintaannya, yang sampai sekarang bahkan belum juga Jungkook tanggapi.
"Koo tidak sekolah?"
Alih-alih menanggapi omelan sang putra, Yoongi justru mengalihkan pembicaraan dengan bertanya perihal sekolahnya.
Jungkook sendiri menggeleng, membuat Yoongi lantas menunjukan wajah tak suka.
"Sehari saja, Ayah. Koo sudah ijin, kok, sama Bu Minyoung," balasnya.
"Lagi pula, Ayah juga selalu cuti 'kan, kalau Koo sakit? Masa Koo harus tinggalin Ayah sendiri? Siapa yang akan jaga Ayah nanti?"
Putranya memang cerewet, tetapi akan menjadi lebih cerewet lagi saat dirinya sakit. Maka dari itu, Yoongi hanya tersenyum menanggapi. Pun, dia juga hanya menggoda sang putra saja tadi.
Jungkook itu rajin, tidak ada kata bolos dalam kamusnya jika tidak dalam keadaan mendesak begini. Jadi, rasanya tak aķan masalah bila dia membolos sehari saja.
"Baiklah-baiklah. Sekarang diam dan duduk sama Ayah, sini," ujar Yoongi, seraya menepuk pelan tepi ranjangnya.
Jungkook kembali mengangguk. Anak itu membantu sang ayah untuk bersandar, sebelum akhirnya duduk di sampingnya.
"Bagaimana jalan-jalannya kemarin? Koo suka, menghabiskan waktu sama Ibu Ji Hyun?"
Selama beberapa hari belakangan ini, Jungkook memang sering menghabiskan waktu dengan ibunya untuk mengakrabkan diri.
Kendati cukup kecewa usai mengetahui cerita dari sang ibu—yang mungkin menjadi alasan kuat di balik kebohongan sang ayah. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Jungkook juga menginginkan afeksi dari ibunya yang selama ini hanya ada dalam bayangannya saja.
"Suka, Ayah. Ayah tahu, Ibu membawa Koo jalan-jalan ke sana-sini. Ada Mall, Lotte Word, dan masih banyak lagi. Ibu juga membelikan Koo baju banyak sekali. Koo sudah menolak, tapi Ibu tetap memaksa. Jadi Koo ambil, deh. Tidak apa 'kan, Ayah?"
Jungkook bercerita, antusias sekali. Anak itu bahkan tidak menyadari, jika Yoongi kini tengah menatapnya dengan raut tak terbaca.
"Oh, Ibu bilang akan mengenalkan Koo sama suami dan putranya. Koo jawab mau ijin dulu sama Ayah, menurut Ayah bagaimana?"
Yoongi kembali mengangguk. Pria itu tersenyum, mengusak pelan surai sang putra lantas berkata,
"Koo bahagia sekali, ya?"
Yang juga dibalas dengan angggukan kepala oleh sang empu.
Jungkook bahagia, tentu saja. Bertahun-tahun dirinya telah mendambakan kasih sayang seorang ibu. Bertanya-tanya, bagaimana rasanya pelukan ibu? Apa sehangat pelukan ayah Wonwoo dan Yoongi? Atau mungkin, lebih dari itu?
Maka, saat harapannya akhirnya menjadi nyata, Jungkook tentu bahagia meski masih ada sedikit rasa kecewa di hatinya.
"Koo. Ayah tidak apa-apa, kok, kalau Koo mau ikut sama Ibu."
Yoongi berucap demikian. Tetapi demi Tuhan, hatinya kini tengah menjerit tidak rela akan ucapannya sendiri. Namun, Yoongi tidak bisa egois, bukan? Jika Jungkook bahagia, apa hak dia untuk melarang?
"Ayah ...."
Jungkook berucap lirih, lantas menatap sang ayah dengan tatapan tak percaya.
"Ayah tahu. Selama ini Koo sangat ingin 'kan, mempunyai Ibu? Ayah masih ingat, saat kecil, Koo suka sekali iri sama teman-teman Koo yang di antar-jemput oleh Ibunya. Sementara Koo? Dari Tk sampai sekarang, setiap hari Koo hanya di antar-jemput sama Ayah saja. Koo pasti bosan, ya?"
Tidak, bukan ini maksudnya.
"Koo jangan pikirkan Ayah. Jika Koo memang mau ikut sama Ibu, Ayah tidak akan menolaknya. Lagi pula, dia lebih berhak atas Koo. Dia Ibu kandung Koo, orang yang melahirkan Koo. Ayah sama sekali tidak punya hak untuk melarang Koo ikut dengannya."
Jungkook menggeleng, sama sekali tidak setuju dengan apa yang baru saja sang ayah ucapkan.
"Siapa bilang, Ayah tidak punya hak?" ujarnya kemudian.
"Memang benar, Ibu yang telah melahirkan Koo. Tapi Ayah? Ayah yang merawat Koo. Ayah, yang rela terjaga sampai pagi saat Koo sakit. Ayah, yang selalu berada di samping Koo. Menegur Koo jika Koo berbuat salah, dan dengan bangga menepuk bahu Koo saat Koo berhasil melakukan sesuatu. Melebihi diri Koo sendiri. Kaulah orang yang berhak atas Koo, Ayah."
Jungkook mengatakan ini semata-mata bukan karena ingin menyenangkan hati Yoongi. Sungguh, dia benar-benar merasa jika sang ayah punya hak penuh atas dirinya. Tidak perlu ada ikatan darah, lantaran Yoongi bahkan sudah melakukan hal yang lebih dari seharusnya.
"Sudahlah, Ayah jangan berpikir aneh-aneh lagi, ya? Ayah istirahat saja. Sementara itu, Koo buatkan bubur sebentar untuk Ayah. Oke?"
Jungkook keluar tanpa menunggu jawaban dari sang ayah. Meninggalkan Yoongi, yang kini tengah menatap kepergiannya dengan mata berkaca-kaca.
Koo sayang sekali, ya, sama Ayah?
Tbc.
__________
Kalau nunggu 80 vote, kayanya gak akan bisa up sampai tahun depan. Jadi, aku up sekarang aja sebelum idenya ilang.
Btw, udah masuk 10 chapter aja, nih. Sejauh ini, gimana pendapat kalian tentang ceritanya?
_________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake✔️
FanfictionSemua baik-baik saja antara Min Yoongi dan Jungkook-sang putra. Hingga satu kebenaran terungkap, dan membuat segalanya mulai terasa runyam. Cover by : Pinterest.