Mistake 25

1.5K 236 64
                                    

Barangkali Yoongi lupa, jika sejak awal, sang putra telah membentangkan dinding tak kasat mata di antara mereka begitu mengetahui kebenaran tentang ayah kandungnya.

Yoongi begitu percaya akan kasih sayangnya. Berpikir, seiring waktu Jungkook bisa luluh dan bersedia memaafkan kesalahannya. Naif, memang. Namun, harapan-harapan itu lah, yang membuatnya tetap bertahan dengan segala kebencian yang sang putra tunjukan.

"Anda baik-baik saja, Pak?"

Jadwal padat, serta beban pikiran yang seolah tak ada habisnya kadang kala memang membuat Yoongi sakit kepala.

Hal itu mungkin disadari oleh sekretaris pribadinya, sebab ia memang cukup sering memijat kepalanya saat rapat tengah berlangsung siang tadi.

"Ya, saya baik."

"Bapak yakin? Saya bisa reschedule jadwal Bapak jika Bapak berkenan."

Yoongi menggeleng.

"Tolong ambilkan segelas air saja, Sekretaris Hye. Saya hanya perlu istirahat sebentar dan minum obat untuk meredakan pusingnya."

Yoongi sadar, darah tingginya memang cenderung kambuh apabila ia terlalu banyak pikiran. Belum lagi waktu tidurnya yang semakin berkurang. Oleh karena itu, ia meminta resep obat pada dokter Jung untuk antisipasi seandainya hal seperti ini terjadi.

"Terima kasih, Sekretaris Hye," ujar Yoongi, usai menerima air putih dan meminum sebutir obat penurun darah di tangannya.

"Ada yang bisa saya bantu lagi?"

"Tidak. Siapkan saja berkas-berkas untuk rapat dengan Tuan Choi malam ini. Pastikan semuanya sempurna, karena saya tidak akan menerima kesalahan."

"Baik, Pak," jawab sekretaris Hye, kemudian pergi—meninggalkan ruangan sang atasan.

***
Bekerja usai pulang sekolah agaknya sudah menjadi kebiasaan baru bagi Jungkook sekarang. Anak itu bahkan tidak pulang, dan hanya mengganti baju seragamnya dengan kaos polos yang sebelumnya sudah ia siapkan.

"Jung, tolong anterin kopi buat meja nomor lima, ya? Bang Joon nyuruh gue nganter pesenan orang, soalnya."

Jungkook yang sebelumnya tengah mencuci piring, lantas menoleh mendengar ucapan Jihoon.

"Oke, Ji. Ini piringnya juga tinggal dikit lagi," balas Jungkook, seraya membersihkan tangannya.

"Sip. Thanks, ya, Jung?"

Jungkook mengangguk. Dengan segera ia meninggalkan dapur, bergegas mengantar pesanan dari pelanggan meja nomor lima.

"Awas, ini masih panas."

Jungkook kembali mengangguk menanggapi ucapan dari Hyunsik.

Beberapa minggu bekerja di sini, sepertinya sudah cukup untuk Jungkook bisa beradaptasi. Selain Jihoon--yang memiliki jadwal shift kerja sama dengannya. Hanya ada satu orang lagi—Park Hyunsik—yang bertugas meracik serta membuat seluruh menu di kafe ini.

Tak jarang, hal itu membuat mereka kewalahan mengingat pelanggan cukup ramai di setiap harinya. Pun dengan Namjoon, yang tak selalu bisa berada di sana.

"Ini pesanan Anda, Tuan," ujar Jungkook, seraya meletakkan secangkir kopi di meja.

"Apa Tuan perlu yang lain?"

"Kebetulan saya sedang menunggu seseorang, mungkin saya akan pesan lagi saat dia sudah datang nanti," balas sang pelanggan.

Sedangkan Jungkook hanya tersenyum menanggapi. Anak itu lantas berbalik—berencana kembali melanjutkan sisa cucian piringnya. Namun, sebelum itu, ia justru dikejutkan dengan kehadiran sang ayah yang entah sejak kapan sudah berada di belakangnya.

Mistake✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang