"Koo datang lagi, Ayah." Jungkook berujar sembari meletakkan bunga krisan putih di makam sang ayah.
Dua belas tahun sudah berlalu. Namun, rasa sakit sebab ditinggal oleh sang ayah masih terasa begitu nyata baginya. Jungkook sudah mengikhlaskan ayahnya, dia tidak ingin memberatkan sang ayah dan membuatnya tak tenang di sana.
Akan tetapi, pelaku di balik kematian sang ayah yang hingga sekarang belum juga dia ketahui, seakan menjadi racun di hatinya. Membuatnya tidak bisa tenang, sebelum jawaban dari semua pertanyaannya dia dapatkan.
"Ayah, apa Koo salah jika terus mencarinya meskipun pada akhirnya harus kecewa karena tidak mendapat hasil apa-apa? Ayah Yoongi bilang, Koo harus berhenti. Koo hanya perlu fokus pada masa depan dan tidak perlu memikirkan apa yang telah terjadi. Tapi Ayah, bagaimana bisa Koo tenang, jika Ayah saja belum mendapatkan keadilan?"
Saat kecil, Jungkook memang tidak tahu apa-apa. Dia hanya mengerti jika ayahnya telah pergi dan tidak mungkin bisa kembali. Namun, seiring berjalannya waktu Jungkook menyadari, bahwa kepergian ayahnya disebabkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab.
Orang, yang dengan teganya telah menabrak sang ayah dan membuatnya meninggalkan Jungkook untuk selamanya.
Sebagai seorang putra, Jungkook tidak terima. Jungkook hanya ingin menemukan orang itu dan mendapatkan keadilan untuk ayah. Jungkook bukan ingin menentang Yoongi, dia selalu menghargai keinginan sang ayah melebihi keinginannya sendiri.
Akan tetapi, mungkin tidak untuk yang satu ini. Kendati ayahnya selalu mengatakan, bahwa suatu saat nanti kebenaran akan terungkap dengan sendiri, tetapi itu tidak mungkin terjadi jika dia hanya berdiam diri saja, bukan?
Tuhan tidak akan turun dan mengatakan sendiri padanya siapa pelaku di balik kematian ayahnya.
"Sudah dulu, ya, Yah? Koo pamit, Ayah Yoongi pasti bosan sekali menunggu Koo dari tadi."
Ya, Yoongi memang ada di sana. Setiap Jungkook berkunjung, Yoongi selalu ikut serta meski pada akhirnya dia hanya akan menunggu di dalam mobilnya.
Jungkook tidak pernah bertanya apa alasannya. Mungkin Yoongi hanya ingin membiarkannya menghabiskan waktu berdua dengan sang ayah kandung.
***
Min Yoongi itu definisi ayah yang baik. Bagi Jungkook, bisa mendapatkan ayah seperti Yoongi setelah ayah kandungnya tiada, adalah sebuah anugrah yang Tuhan berikan padanya.Sejak kecil, bahkan hingga dia mulai tumbuh sebagai remaja, Yoongi selalu berhasil membuat Jungkook merasa nyaman. Kendati Yoongi berperan sebagai ayah, tetapi dia juga bisa menjadi teman di waktu yang bersamaan.
Yoongi memang bukan tipe orang yang banyak bicara, dia lebih suka bertindak untuk menunjukan kasih sayangnya. Jujur saja, hal itu menjadi salah satu sifat yang Jungkook suka dari ayahnya.
"Sudah lama sekali kita tidak jalan-jalan seperti ini, ya, Koo?"
Yoongi berujar sembari fokus menyetir mobilnya. Setiap Jungkook selesai berkunjung, dia pasti akan mengajak putranya jalan-jalan. Entah itu sekadar makan, atau apa pun yang dapat mengalihkan perhatiannya.
Tujuannya kali ini adalah sungai Han. Menghirup udara segar, barangkali dapat mengubah suasana hati sang putra yang nampaknya tengah muram.
"Koo baik-baik saja, Ayah."
Alih-alih menjawab pertanyaan sang ayah, Jungkook justru mengatakan hal lain, yang sebenarnya juga menjadi pertanyaan bagi Yoongi.
Jungkook kelewat mengerti tabiat ayahnya sendiri. Meski berkali-kali dia sudah mengatakan, bahwa Yoongi tidak perlu bersikap seperti ini, tapi ayahnya itu mana mau mendengarkan.
Jungkook baik-baik saja. Dia justru bahagia setiap kali berkunjung ke makam ayahnya. Akan tetapi, wajah sendu yang dia tunjukan sebagai bentuk kerinduan, agaknya selalu disalah artikan oleh Yoongi.
Tidak masalah, sebenarnya. Toh Jungkook juga bahagia bisa menghabiskan waktu dengan ayahnya. Seperti kata Yoongi, kesibukannya di kantor, juga Jungkook yang berstatus sebagai pelajar, membuat mereka jarang bisa menghabiskan waktu bersama.
"Ayah dengar Koo sedang dekat dengan seorang gadis di sekolah, ya? Astaga, jangan bilang jagoan Ayah sudah mulai jatuh cinta?"
Yoongi memulai obrolan begitu sampai di tempat tujuan. Pria berkepala empat itu mendudukkan dirinya di salah satu kursi, yang menghadap langsung ke arah Sungai Han.
Jungkook sendiri—yang kini menjadi objek pembicaraan—membulatkan mata begitu mendengar pertanyaan konyol dari sang ayah. Oh ayolah, jatuh cinta? Usianya bahkan baru genap tujuh belas tahun, mana mungkin dia memikirkan hal itu.
"Ayah dapat info hoax dari mana? Pasti Taehyung, ya?" jawabnya, yang mana langsung diangguki setuju oleh Yoongi.
"Keponakan Ayah itu mana pernah waras, sih? Percaya sama dia tuh sama aja musyrik, Yah."
Yoongi terkekeh geli begitu mendengar Jungkook mengomel. Putranya ini selalu saja kesal jika sudah membahas keponakannya.
"Lagi pula, kenapa harus Koo? Lihat diri Ayah. Ayah sudah tua, lho. Empat puluh tahun, Ayah. Itu bukan usia muda lagi. Ayah tidak mau menikah? Tidak lelah mendengar Nenek yang terus mengomel meminta menantu?"
Astaga, sejak kapan putranya ini pintar bicara? Bisa-bisanya Jungkook menjebak Yoongi dengan pertanyaannya sendiri.
"Masa berlaku Ayah sudah habis, Koo. Mana ada wanita yang tertarik dengan lelaki tua ini?"
Yoongi sedikit menggoda sang putra di akhir kalimatnya. Ya, Yoongi memang sudah tidak muda. Akan tetapi, kata tua sepertinya juga belum cocok baginya. Lihatlah, rambutnya saja masih hitam semua.
Tua dari mananya coba?
"Koo serius, Ayah."
Jungkook kesal sendiri jika begini. Selain dirinya yang merasa tidak enak hati lantaran sang nenek selalu membawa-bawa namanya setiap kali membahas tentang pernikahan sang ayah, dia juga ingin ayahnya mendapatkan wanita yang bisa mengurusnya.
Jungkook memang ada, dia juga tidak keberatan sama sekali jika harus mengurus ayahnya. Suatu kebanggaan bagi Jungkook jika dia bisa berguna untuk Yoongi.
Akan tetapi, ini berbeda. Ayahnya pasti membutuhkan seseorang—selain dirinya—di sampingnya. Seseorang, yang bisa membagi masalah yang tidak bisa dia bagi dengannya. Yang bisa memeluknya, menenangkannya saat masalah datang dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.
Segala kebutuhan itu tidak bisa Jungkook berikan sebagai seorang putra. Dan Jungkook akan sangat menyesal, jika alasan di balik itu adalah dirinya. Karena sungguh, ayahnya lebih dari pantas untuk mendapatkan itu semua.
"Ayah juga serius, Koo."
Yoongi kembali bersuara, lantas memusatkan perhatiannya pada Jungkook yang tengah kini tengah menatap kesal dirinya.
"Porsi kebahagian orang itu berbeda-beda. Ayah tahu, mungkin Koo berpikir Ayah kesepian. Atau mungkin, kekurangan tanpa ada wanita di hidup Ayah. Tapi, Koo ...."
Yoongi menggantungkan ucapannya. Meraih sebelah tangan sang putra, untuk kemudian digenggamnya.
"Bagaimana Ayah bisa merasa begitu? Jika pusat kebahagiaan Ayah adalah Koo. Putra Ayah."
Sejak pertamakali Yoongi memutuskan untuk mengambil tanggung jawab Jungkook. Sejak pertamakali anak itu memanggil dirinya dengan sebutan ayah. Sejak saat itu juga, Yoongi memutuskan bahwa dunia serta kebahagiaannya adalah Jungkook.
Jeon Jungkook. Putra kecilnya, semesta miliknya, yang selamanya akan selalu Yoongi jaga.
Tbc.
_________
Manis-manis dahulu, pait-pait kemudian :)
Vote komennya jangan lupa!
Makin banyak vote komen, makin cepet juga aku up-nya!><
________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake✔️
Hayran KurguSemua baik-baik saja antara Min Yoongi dan Jungkook-sang putra. Hingga satu kebenaran terungkap, dan membuat segalanya mulai terasa runyam. Cover by : Pinterest.