Dalam remang malam, ditemani lampu pijar sederhana. Disaat semua orang tengah merasuk kepada alam mimpi, terlelap menunggu esok hari. Ratniajeng masih setia dengan sebuah surat yang belum habis dibacanya.
Apakah kau selalu membaca dan menyimpan suratku, Ni?
Ingatkah kamu dengan sahabat karibku juga akan turut ke Hindia-Belanda. Kupikir ia akan menetap di Netherlands, tetapi rupanya ia lebih mencintai Hindia-Belanda dibandingkan tanah nenek moyangnya. Londo itu lebih memilih mengkhianati darahnya daripada harus pergi meninggalkan Hindia-Belanda. Dia londo terbaik sejauh yang kukenal, Ni.
Daripada itu, kukirimkan surat terakhirku berperangko Netherlands untukmu. Aku tunggu suratmu di Batavia nanti.
Dari kawanmu, Bhanu.
Netherlands, 1911
Gadis itu menyimpan suratnya ke dalam sebuah kotak kayu berukir ragam yang indah. Mengisi pena dengan tinta dan menuliskan kepada siapa suratnya tertuju.
Kagem, kangmas Bhanu
Ini adalah surat pertama yang saya kirim kepada kangmas Bhanu. Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan selama lima tahun terakhir ini. Termasuk tentang seorang pengantar pos yang menjadi teman saya, namanya Narto.
Tetapi saya tidak akan menulisnya. Suatu saat nanti saya akan bercerita banyak bagaimana kehidupan saya selama ini. Bagaimana Hindia-Belanda selama lima tahun terakhir.
Kangmas harus tahu. Pagebluk jatuh menimpa tanah Jawa. Dimana-mana bergelimpangan korban, diseret seperti karung beras dan dilempar ke dalam api hingga tak bersisa. Mayat yang mereka perlakukan sebegitu kejam dan tak berhati itu adalah pribumi, saudara sebangsa kita. Semua terjadi dalam sekejap mata. Lebih menyedihkannya lagi, kami terpenjara di rumah sendiri.
Berita simpang siur, kesana kemari tidak ada satupun yang jelas dapat dipercaya. Darimana wabah itu berasal? sejak kapan? bagaimana cara menanganinya? tau-tau sudah ada ratusan nyawa yang hilang dan rumah yang satu persatu dihanguskan. Pembatasan sosial berdasar hanya ditujukan pada pribumi semata. Semakin gencar mereka merendahkan dan mengatakan, hanya pribumi yang berpenyakit.
Entah sampai kapan pagebluk ini akan bertahan. Tapi, saya ingin menyelamatkan para saudara semampu saya. Sebagai wanita yang tidak ber-karsa.
Malang, 1911
Ratniajeng menyiapkan surat itu untuk besok Narto bawa ke tempatnya bekerja. Ia selipkan juga lembaran surat kabar dari Narto untuk Bhanu baca. Sedikit ia berharap akan sesuatu perubahan atau tindakan walaupun kecil.
Gadis itu mematikan api dari lampu pijar saat semua suratnya sudah tersimpan rapi kembali. Membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menunggu hingga fajar tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
STETOSKOP TUA
Historical FictionHistorical Fiction #2 By: Alwaysje - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [Tamat] Lewat sebuah surat dan stetoskop tua. Digariskan dan dihubungkan kisah dari mereka yang berdiri di atas merahnya tanah akibat penjajahan Eropa. Dinaungi kerajaan as...