DUA PULUH TIGA

281 101 4
                                    

(-STETOSKOP TUA-)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(-STETOSKOP TUA-)


"Berapa usiamu saat menikah nanti?"

"Kenapa bertanya?"

"Hanya penasaran."

"Kalau begitu jangan ditanyakan."

"Kau tidak ingin menikah?"

"Jika tidak ada laki-laki sebaik romo-ku, lebih baik tidak menikah."


(-STETOSKOP TUA-)

Dari pantulan cermin, Sekar menatap dirinya sembari perlahan menyisir rambut panjangnya. Sedangkan di belakangnya Pras duduk pada tepi kasur membaca kata demi kata dari surat yang dikirim seorang wedono dari Trowulan. Helaan nafas berat keluar dari bibirnya dan menatap istrinya. Mereka saling memandang melalui cermin namun tak ada yang saling berbicara.

Mereka harus segera mengirim surat balasan kepada wedono tersebut. Iya atau tidak. Hanya ada dua putusan.

Lantas Sekar memutar tubuhnya menghadap sang suami. Malam itu benar-benar hening bagi mereka. Pras tidak ingin mengambil putusan yang salah untuk putrinya, Ratniajeng.

"Ratniajeng harus menikah kali ini." Sekar berujar penuh ketegasan.

"Haruskah?"

"Harus!"

Wanita itu berjalan dengan anggun mendekat pada Pras. Duduk di samping pria yang berstatus sebagai suaminya dan menggenggam tangan pria itu. "Sudah saatnya Ratniajeng belajar dewasa dengan menikahi seorang pria yang bermartabat dan berstatus sosial tinggi. Dia harus punya penopang yang kuat."

Pras terdiam. Matanya menatap pada Sekar yang juga balik menatapnya. Tapi Pras ragu. Benar-benar meragukan hal itu. Rasanya berat melepas putri sulungnya untuk menikah dengan seorang wedono yang sudah beristri. Mengirim putrinya yang masih muda bukan sebagai istri pertama atau wanita utama. Terkadang Pras membetulkan alasan mengapa gadis itu enggan menikah lebih cepat walau usianya sudah cukup untuk menikah. Namun terkadang pula Pras dibutakan oleh egonya yang membawa pemikiran bahwa Ratniajeng harus menikah agar hidupnya terjaga.

Semakin lama Pras juga semakin percaya bisa saja pergaulan Ratniajeng yang tidak terkontrol dengan baik akan membuatnya jatuh pada orang-orang yang salah. Kali ini Pras akan setuju menikahkan Ratniajeng segera, tetapi tidak untuk pergi jauh-jauh ke Trowulan.

"Kita pikirkan calonnya. Untuk ini aku tidak akan menyetujuinya."

"Mengapa mas?" tanya Sekar. "Bukankah beliau adalah calon yang pas untuk Ratniajeng? Anak itu tidak akan direndahkan dengan mudah walaupun ia berstatus sebagai istri ketiga, karena Ratniajeng cerdas."

Pras memejamkan matanya menahan untuk tidak menyentak istrinya. "Ratniajeng akan menikah tapi aku yang akan menentukan siapa calonnya."

"Mas--"

STETOSKOP TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang