"Selamat siang!"Ratniajeng mengintip dari dapur saat seorang dokter yang sekiranya sedikit lebih tua dari Aldert pergi meninggalkan rumahnya. Karena seperti mereka begitu terang-terangan mengamati sang dokter, pria berjas rapi itu berbalik dan menemukan Ratniajeng yang cepat-cepat pergi dari persembunyian mereka.
Yayuk menatap ndoro-nya. "Ndoro mengenal dokter itu?"
"Tidak."
Gadis itu menghela nafas sebal. Dokter itu datang begitu sering. Setiap dua hari menemui Asmarini di dalam kamar, dengan ditemani pras dan juga Sekar. Sebelum Pras berangkat menuju kantor kawedanan.
Sedangkan Ratniajeng tidak diizinkan untuk mendekat. Bahkan jika ia memaksa sekalipun.
Lalu, Narjiman benar menyampaikan pada eyang kakung. Tibalah sebuah surat yang tertuju untuk Pras. Bahwasanya, Asmarini akan dipulangkan atas perlakuan Pras selama ini. Atas kelalaian Pras sebagai seorang kepala keluarga. Serta janji yang telah diingkari.
Benar-benar tak ada sedikitpun kesempatan lagi untuk Pras.
Dan penyesalan akan selalu datang di akhir.
Ratniajeng pun sama. Tapi, bagaimana dengan Asmarini?
Gadis itu pergi secara sembunyi-sembunyi. Lelah menghadapi drama panjang tak berujung. Seoalah ia lakon yang dipaksa untuk menerima jalan cerita tanpa bisa mengubahnya. Sekarangpun begitu, masa pingitan itu benar-benar menyiksanya. Bila rasa bosan melanda, Ratniajeng tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya harus menurut hingga pinangan paling tepat datang padanya.
Mari kembalikan pada pribadi Ratniajeng. Pembangkang. Tidak peduli bagaimana kata pingitan itu membuatnya tersiksa sendirian, gadis itu akan tetap melakukan apapun yang bisa ia lakukan. Termasuk menyelinap keluar rumah, menikmati suasana desanya dan kembali sebelum orang di rumah menyadari.
Ratniajeng menyukai sawah yang membentang di sekitar kediamannya. Adapula rumah seorang pedagang Tionghoa di ujung gapura masuk desanya. Rumahnya penuh dengan koleksi keramik dan buku-buku lama dari setiap dinasti kekaisaran Mongol. Sungguh Ratniajeng tidak pernah bosan memandang detail dalam setiap karyanya. Si pemilik pun mengenal gadis bernama Ratniajeng. Seringnya datang dengan alasan memesan teh, padahal ia sedang mengagumi karya yang terpajang di rumah itu. Seni yang bebas.
"Ratni!"
"Ya?"
"Bawa ini untuk ibukmu," ucap pemilik rumah itu. Sebungkus teh Oolong.
"Terimakasih banyak."
"Sama-sama."
Jia-Li, usianya sama seperti Ratniajeng. Pandai berbahasa mandarin, bahasa Jawa, bahasa Melayu, bahasa Belanda, pun dengan bahasa orang barat-- Inggris. Awal mula Ratniajeng tertarik untuk belajar bahasa orang barat itu pada Jia Li. Maksudnya, Ratniajeng ingin mendalami lebih lagi bahasa yang tidak semua orang bisa memelajarinya. Sedangkan Jia Li mempelajarinya karena ia harus menguasainya untuk kepentingan dagang.
KAMU SEDANG MEMBACA
STETOSKOP TUA
Historical FictionHistorical Fiction #2 By: Alwaysje - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - [Tamat] Lewat sebuah surat dan stetoskop tua. Digariskan dan dihubungkan kisah dari mereka yang berdiri di atas merahnya tanah akibat penjajahan Eropa. Dinaungi kerajaan as...