TIGA PULUH TUJUH

270 78 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Orang akan selalu bertanya-tanya, siapa Cendana Merah?

Seorang penulis anonim yang mengkritik tegas pemerintah Hindia Belanda atau pengirim surat misterius yang meresahkan. Bahasanya penuh rayu dan menipu. Alih-alih mengincar mereka secara langsung, penulis surat itu justru mengincar wanita-wanita yang menduduki kelas tertinggi pergaulan sosial Eropa. Seluruh bangsawan Eropa di afdeling terpecah dan muncul perseteruan. Antara mereka yang pro Cendana Merah dengan mereka yang lebih waras dengan mengabaikan surat-suratnya.

Sebuah bencana besar disebabkan oleh seorang yang sama sekali tak mereka kenal.

"Cendana Merah? Sialan." Pieter melempar sebuah pisau buah ke aras kertas merah bertuliskan tinta emas Cendana Merah yang tertempel di dinding. Pisau itu melewati Aldert begitu dekat yang sedang duduk tenang dengan sebuah buku di tangannya.

Sejauh ini Aldert menemukan sedikit informasi.

Mereka benar mencari Cendana Merah dan melakukan proyek ilegal. Pieter adalah pelopornya dan tuan hakim terlibat sebagai pelindung hukum Pieter. Bahkan semua yang ada di sana ikut terlibat kecuali Aldert tentunya. Langkah mereka rapi dengan memanfaatkan sebuah Epidemi. Nama mereka akan tetap bersih dan pemerintah tak akan tahu hal ini. Semua berdasar atas haus kekayaan. Salah satu yang mencengangkan adalah mereka berhasil mendapatkan tanah di sekitar rumah Bhanu. Mereka tanpa ragu membunuh ayah Bhanu, tetapi mereka masih membiarkan keluarga Bhanu mendapatkan tanahnya sendiri. Hanya untuk keluarga Bhanu dengan rasa penyesalan setelah membunuh kepala keluarganya.

Rasa penyesalan yang sia-sia.

Cukup untuk Aldert mengikuti mereka dan membuatnya semakin muak. Suara gesekan pena teredam oleh suara gramophone yang membunyikan symphoni indah. Aldert dengan pena dan kertas yang berisikan informasi rahasia yang tidak seharusnya ia catat. Dialah mata-mata yang mungkin akan membahayakan perkumpulan itu.

"Hei Al!"

"Wat?" Aldert mengalihkan pandangannya menuju seseorang dengan jas coklat yang berdiri di sebelah Pieter. Jika Aldert tak salah mengingat, pria itu adalah seorang guru di ELS.

"Menurutmu, Cendana Merah pria atau wanita?"

Pieter menegak minumannya dan mengangguk. "Sudah pasti dia seorang pribumi."

Aldert menutup bukunya. "Pria."

"Mengapa?" tanya guru ELS itu.

"Seorang wanita pribumi bisa saja mendapatkan pendidikan di sekolah rakyat, tetapi belum tentu mereka menguasai informasi selihai itu. Tahu kenapa?" Aldert menunjuk dua orang itu dengan penanya seolah ia adalah seorang detektif yang yakin akan argumennya. "Mereka terlalu sibuk dalam pingitan keluarganya dan mempelajari tata krama sebelum menikah. Terakhir, politik dilarang dalam kaum wanita pribumi."

Aldert mengenalnya dengan bahasa Belandanya dan cukup meyakinkan. Bahkan kedua orang itu percaya tanpa menaruh curiga. "Penulis ini pastinya mengenali dua sisi kehidupan sosial, dunia para pria dan wanita itu berbeda. Piawai dalam menulis dan memahami bahasa masyarakat. Setidaknya dia lebih di atas seorang jurnalis biasa."

STETOSKOP TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang