EMPAT BELAS

402 107 3
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

(-STETOSKOP TUA-)



Ini tentang Aldert. Laki-laki bertubuh jangkung, dengan rambut hitam legam dan mata coklatnya yang terang. Tampan, rupawan. Bak sosok pangeran berkuda yang mampu memikat hati setiap wanita bangsawan.

Tapi Al bukanlah pangeran.

Al, pendiam. Al tak mudah bergaul. Al tak suka keramaian. Al membenci kekejaman.

Ia seorang Belanda tapi membenci kekejaman? Walaupun ia terlahir di tanah jajahan.

Semua berawal dari ketika ia masih kecil. Kira-kira enam tahun usianya saat itu. Bagaimana Aldert melihat laras panjang yang selama ini ia kira mainan terpajang di kamar ayahnya. Dibawa mendekat pada seorang pekerja yang menentang perintah ayahnya. Dalam sekali tembakan, inlander itu mati dengan peluru yang menembus lehernya. Darah tampak mengucur di depan rumahnya. Dengan angkuh setelah puas membunuh, ayahnya berjalan memasuki dengan ujung laras yang masih sedikit mengepulkan asap, berkata pada putra kecilnya dengan bahasa belanda. "Jangan lemah pada inlander. Ingat kata papa."

Di awal Aldert di berikan ajaran bahwa ia dan inlander berbeda. Bahwa orang yang selalu mereka kenal sebagai 'monyet' itu tidak pantas untuk bergaul dengannya. Warna kulit mereka berbeda. Garis wajah mereka berbeda. Kehidupan mereka berbeda. Dan hati mereka juga tentu berbeda.

Aldert diberi pengertian bahwa beginilah hidup yang seharusnya. Kekejaman adalah bentuk pembelaan pada kelompok 'monyet' yang menggila.





Namun satu ketika. Saat Aldert mengenal seorang anak pengantar susu ke rumahnya. Ia mengira anak itu adalah inlander lemah dan miskin. Namun ia salah. Anak itu menyebut dirinya sedang dihukum mengantar susu oleh ayahnya. Mungkin hubungan itu masih lebih baik dari mengenal inlander rendahan karena anak itu dari keluarga kaya. Lambat laun dalam pertemanan mereka muncul perasaan yang Aldert tak pernah kenal.

Perasaan tak terima bila melihat inlander-inlander diinjak oleh orang sebangsanya. Rasa iba ketika mereka menangis memohon agar tidak dibunuh dan tak kelaparan.

Karena ia seakan melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu.

Lantas Aldert bercerita kepada sahabatnya dan dibalas. "Maka jangan biarkan ideologi bangsamu merusak kebaikan hatimu."

Aldert perlahan mengerti maksud dari perasaan itu. Jika selama ini ia salah.

Salah memahami setiap ajaran yang diberikan oleh kedua orangtuanya.

Disanalah Aldert lebih jarang mendengarkan orangtuanya. Lebih sering menghabiskan waktu dengan Bhanu--sahabatnya. Pertemanannya membuatnya berbeda dengan anak Belanda lain. Ia telah menyematkan Hindia pada hatinya.

Aldert bersama-sama Bhanu lulus dari HBS dan memilih untuk mengejar keinginannya menjadi seorang dokter. Ia berangkat ke Nederland, tepatnya Leiden. Rupanya Bhanu memilih untuk mengikutinya. Disanalah mereka sudah tidak sekedar teman kecil. Tetapi mereka tumbuh dewasa bersama-sama.






STETOSKOP TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang