LIMA PULUH SATU

275 80 7
                                    

Entah apa ch ini bisa bikin kalian nyesek atau enggak, semoga suka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah apa ch ini bisa bikin kalian nyesek atau enggak, semoga suka... Jangan lupa tebak siapa yang nyelametin Ratnijeng
....

Selamat membaca!!

Tidak ada yang bisa membuat Ratniajeng tetap pada kewarasannya selain sebuah jambu merah yang setiap hari diletakkan oleh sesosok misterius. Ratniajeng enggan menyentuh makanannya, namun Ratniajeng menerima buah kesukaannya.

Masih pada masa penahanan tanpa batas kapan ia dibebaskan. Ratniajeng mencoba peruntungan terakhirnya. Setiap orang itu datang, hanya satu tanya dan tidak kunjung menerima jawaban. Ini yang terakhir. Jika ia tidak mendapatkan jawabannya, mungkin... Ratniajeng lebih baik membiarkan dirinya kelaparan.

Sejauh ini Ratniajeng masih tetap waras, bukan?

"Apa kau mencurinya?" Tanya Ratniajeng menahan kepergian orang itu. Wajahnya tertutup kain segitiga yang mencegahnya mencium aroma busuk di ruangan itu. Aroma kotoran para tahanan, luka yang tidak disembuhkan, berhari-hari tidur dalam ruangan lembab dan makanan bercecer. Jangan lupakan bekas bercak darah tahanan yang disiksa juga meninggalkan aroma pekat yang membuat siapapun nual.

"Nee, ik kom gewoon langs." Selain suaranya.

Ia tidak mungkin salah. Tetapi bisa juga ia memang salah. Dugaannya takkan terjawab dengan secepat itu. Atau ia yang terlalu tidak mempercayai dunia dan menganggap semua harapan hanyalah hal yang fana. Gadis itu terlanjur dikecewakan oleh dunia yang tidak lagi sama seperti sebelumnya, atau bahkan kembali seperti sedia kala.

Ratniajeng tidak mengatakan apapun setelahnya. Bahunya merosot seketika dan ia termangu sesaat.

Mengapa disaat seperti ini ia justru mengharapkan untuk hidup? sekalipun ia tahu bahwa, keberadaannya di tempat ini adalah untuk pergi.

(-STETOSKOP TUA-)

"Berjanjilah padaku!"

"Apa?" 

"Bahwa kau akan melindungi Ratniajeng!"

Bhanu tertawa dibuatnya. Aldert memainkan cerutu miliknya, tanpa menyalakannya. Sorot matanya berbeda, bukan lagi Aldert yang dulu pernah Bhanu kenal. 

Lebih nampak putus asa.

"Al!"

"Bagaimana jika Ratniajeng akan terus memilihmu?" 

Aldert terhenyak. "Aku akan kembali menemuinya."

Mereka tidak menyiapkan nisan. Mereka hanya menggali lubang dan menandainya dengan sebuah batu berukuran sedang. Aldert bersama yang lainnya diam memandang jauh pada tanah makam tak berbunga itu.

Kini, sosok Narto bukan hanya seorang pemuda pengantar surat di mata mereka. Sosoknya berevolusi menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Narto adalah pahlawan bagi mereka.

STETOSKOP TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang